Mari kita ambil contoh pada pembelajaran matematika maupun sains.Â
Perlu disadari, bahwa hanya pada spektrum tertentu, bagi sekelompok orang, matematika dan sains adalah subjek yang gampang. Kalau pun Anda berpikir bahwa itu terjadi karena mereka memang "berbakat", maka jawaban Anda bisa jadi benar, tapi tidak sepenuhnya benar.
Lompatan gen memberi instruksi "kecerdasan" kepada individu, sehingga peluang lebih besar untuk mempelajari matematika dan sains lebih efektif dan efisien dari pada yang lain. Ya, emang dari sononya terlahir bernasib kek gitu. Get lucky? Mmm, you may say so.
Meski demikian, tentu ada faktor lainnya. Yaitu sistem yang berlaku dalam lingkungan di mana anak-anak tersebut tumbuh dan berkembang.
Perlu kita akui bahwa dalam masyarakat kita masih berlaku "sistem" yang memaksakan anak untuk berkompetisi dan menjejali mereka dengan target-target yang harus dicapai. Hal ini malah berakibat pada penyerapan materi yang tidak maksimal oleh anak-anak.Â
Semua ini akan terakumulasi, sehingga matematika maupun sains pada anak-anak di kemudian hari menjadi gundukan pelajaran beracun. Terlalu lebay-kah? Pada umumnya itulah yang dirasakan anak-anak kita, buk bapak.Â
Apakah permasalahan ini pun terjadi pada minat baca anak-anak? Oh, iya. Tentu saja iya.
Cekidot!
Benarkah Anak-anak Harus Membaca Buku ?
Ah, judul saya diatas, yang barusan itu sungguh sangat menyedihkan. Sama sekali tidak menarik. Sebuah kalimat yang sangat kuno. Seperti, "benarkah bakso itu makanan yang sangat enak?" Hhh, yaudahlah.
Bagi kita, terlebih bagi yang gemar menulis (bukan hanya menulis status di akun media sosial aja sih, ini mah saya), pasti sepakat bahwa: MEMBACA ADALAH SEBUAH PERKARA PENTING.
Ya, tentu saja. Tetapi apakah anak-anak juga harus senang membaca dari sejak ia kecil? Belum tentu.Â