Markinjut!
Sains atau ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-20 membawa kita pada pembelajaran baru mengenai perilaku individu dan atau kelompok. Perkembangan ilmu pengetahuan kekinian telah dan tengah membawa wacana baru.Â
Sains memperanakkan konsep bahwa individu manusia menjadi faktor penting dalam laju pergeseran budaya.
Pada pembahasan yang lalu saya telah menuliskan bagaimana peranan gen dalam proses pembelajaran bahasa seorang anak.Â
"Naluri adalah perilaku yang ditentukan secara genetik; sedangkan belajar adalah perubahan perilaku yang didapatkan dari pengalaman." (Matthew White Ridley).
Dalam artikel "Belajar Bahasa Menggunakan Otak Naluri, Neurosains Bilang Apa?" saya mencoba menghadirkan kembali perspektif lama, yaitu naluri sebagai konsep pembelajaran bahasa dalam masa awal perkembangan kognisi anak.
Sedikit mengutip pernyataan Andrew Hodges seorang matematikawan dalam buku biografi Alan Turing berjudul Alan Turing: The Enigma yang ditulisnya, bahwa "Apa pun yang dapat menggunakan sumber daya dari dunia ini untuk mendapatkan salinan dirinya adalah sesuatu yang hidup; dan bentuk yang paling mungkin untuk sesuatu ini adalah sebuah pesan digital-- sebuah bilangan atau sepatah kata."
Naluri merupakan alat bagi anak-anak untuk mempelajari segala sesuatu di lingkungan sekitarnya. Anak-anak pada rentang usia 0-9 tahun mampu mengenali simbol-simbol yang kemudian menjadi pola, lalu mengucapkannya secara verbal sebagai sebuah bahasa.Â
Tentu saja kemampuan menangkap simbolik dan membentuk pola diolah pada area Broca yang kemudian bertranslasi ke area Wernicke. Di mana, pada area Wernicke bersama dengan memori, sistem limbik, dan bagian motorik pada otak dalam hitungan nano detik akan menjadikan pola-pola tersebut sebagai ucapan atau bahasa.
Namun kemampuan untuk memverbalisasikan bahasa tersebut tidak disertai dengan kemampuan untuk memaknai atau pun memberikan persepsi atas informasi yang tertulis. Begitu pun dalam hal memahami struktur bahasa tersebut.Â
Anak-anak mampu dengan lancar mengucapkan bahasa sehari-hari sebagai alat komunikasi mereka. Kemampuan ini dicapai tanpa mempelajari terlebih dahulu struktur dari bahasa sehari-hari tersebut.Â