Hanya perlu dipahami bahwa salah satu sumbangsih besar teknologi berbasis sains bagi dunia linguistik adalah ditemukannya dua area pada struktur otak manusia yang memberi dampak penting bagi pembelajaran bahasa bagi setiap individu.
Ya. Pada era tahun 1860-1870-an para ahli bedah saraf menemukan area Broca dan Wernicke (area pada struktur otak yang teraktivasi saat kita mengelola bicara dan berbahasa). Penemuan inilah yang telah menyumbangkan ide dan gagasan mengenai arti penting peranan bahasa dalam tatanan budaya.
Lalu apa hubungannya antara naluri, anak, dan bahasa?
Berawal dari sebuah perbincangan ringan saya dengan seorang ibu muda mengenai perkembangan belajar anaknya. Tentang bagaimana anaknya begitu bersemangat belajar bahasa asing --dalam hal ini bahasa Inggris-- semenjak kecil.
Seketika saya pun teringat pada kekuatan yang dimiliki oleh anak-anak dalam berbahasa. Pada umumnya, anak-anak di usia 4 tahun sangat mudah untuk memahami penggunaan bahasa meskipun mereka tidak memahami dengan benar tata aturan gramatikal yang baku.
Anak-anak mulai usia dua tahun entah mendapat perlakuan atau tidak dari orang tua akan beradaptasi dengan menggunakan nalurinya untuk belajar menggunakan bahasa. Terlepas dari seberapa banyak kosakata yang mampu diserap oleh seorang anak.
Kemampuan berbahasa secara naluriah terbukti dari betapa lancarnya anak-anak balita berbicara dengan kalimat sehari-hari selama masa pertumbuhan mereka. Tentu saja di luar kasus-kasus khusus seperti misalnya pada penyintas sindrom Williams. Atau pun mereka yang didapati mengalami kecacatan pada area Broca atau Wernicke.
Kendati demikian, pada umumnya kemampuan naluriah anak-anak ini hanya terbatas sampai pada rentang usia tertentu.Â
Saya sendiri telah mempraktekkan bagaimana naluri membimbing saya mempelajari bahasa asing dengan cepat.Â
Saat itu saya merasa tidak mengerti bagaimana memilah lima tenses pada struktur kalimat bahasa Inggris yang diajarkan oleh "Laoshi" (begitulah saya memanggil guru Sekolah Minggu saya).Â
"Ya ndak papa. Yang penting kamu memahami kapan kamu menggunakan kata kerja yang benar," begitu pesan Laoshi. Sementara itu saya masih bingung bagaimana menempatkan kata kerja yang tepat. Lalu? Ya memakai insting, hehehe
Alhasil, dalam waktu yang singkat nilai rapor untuk mapel bahasa Inggris saya yang tadinya merah membara menjadi berbalik tatkala guru bahasa Inggris mengumumkan bahwa saya berada di peringkat dua pararel tingkat sekolah. (Ya, lumayanlah, Mami saya bisa senyum-senyum saat itu, hehehe).