"kadang kala tak mengapa, untuk tak baik-baik saja. Kita hanyalah manusia, wajar bila tak sempurna..... "Â (Fiersa Besari)Â
Petikan lagu Pelukku untuk Pelikmu membawa saya kembali ke ranah laman yang kurleb satu minggu saya tinggalkan. Bukan karena apa, hanya kesibukan yang telah menyibukkan saya di luar sana.Â
Mohon maaf baru sekarang saya bisa menganggit artikel berikut ini. Mungkin sudah agak terlambat dari sisi trending topik, tapi saya sungguh terdorong untuk menuliskannya di sini. Semoga dapat bermanfaat.Â
Disclaimer: Artikel ini saya anggit hanya untuk kepentingan edukasi. Bukan sebagai acuan indikasi terhadap perilaku bunuh diri. Apabila di antara para pembaca ada yang merasa memiliki indikasi yang sama, maka saya sarankan untuk segera berkonsultasi kepada psikolog atau psikiater yang berlisensi.Â
Mungkin terdengar agak aneh atau asing terdengar di telinga kita tentang Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang tepatnya diperingati pada tanggal 10 September yang lalu. Namun sungguh ada kerinduan saya untuk menuliskan ini kembali.Â
Oleh World Health Organization (WHO) Hari Pencegahan Bunuh Diri tahun ini mengambil tema " Creating Hope Through Action".
Di sekitar kita mungkin seringkali didengar keluhan seperti,Â
"ga ada yang peduli, toh aku mati juga ga pa pa"
"rasanya kalo mati, pasti ga da beban"
"andai saja besok tuh ga ada"
"buat apa gue hidup, keknya bisa ngilang dari dunia ini pasti seru"
Adakah di antara kita pernah mendengar seseorang mengeluh dengan mengatakan hal seperti di atas? Sesering apakah kita mendengar keluhan tersebut terucap?Â
Menurut data yang saya kutip dari who.int. setidaknya 700.000 orang per hari di seluruh dunia melakukan percobaan atau melakukan tindakan bunuh diri. Sedangkan di Indonesia, dari data WHO menyatakan 10.000 orang per tahun, meninggal akibat bunuh diri. Angka yang cukup besar. Â
Okay, kali ini saya akan mengulik sedikit tentang bunuh diri. Wew... episode yang cukup menyeramkan.Â
Tahukah Saudara, bahwa setiap orang yang mempunyai pemikiran untuk bunuh diri selalu menyampaikan pesannya baik melalui kalimat verbal maupun perilaku menyimpang.Â
Bahwa semua yang dilakukan oleh seseorang yang berkeinginan untuk melakukan percobaan maupun tindakan bunuh diri tersebut merupakan upaya untuk meminta pertolongan.Â
Maka sungguh sangat disayangkan apabila ada beberapa orang yang menggunakan ungkapan-ungkapan semacam itu hanya sebagai bahan candaan atau hanya untuk iseng demi konten di media sosial.Â
Beberapa contoh kalimat verbal telah saya tuliskan di atas. Sedangkan perilaku menyimpang berupa mengonsumsi obat adiktif dan / atau meminum minuman beralkohol dalam jumlah yang banyak, dengan frekuensi yang tinggi.Â
Individu tersebut biasanya juga menghindari aktivitas sosial. Menarik diri dari lingkungan sekitar, ada pula yang memiliki waktu tidur yang terlalu lama atau terlalu singkat.Â
Tentu saja, dalam sebuah tindakan selalu muncul momen percobaan bunuh diri. Inilah yang mendorong WHO untuk terus menyuarakan kepedulian pencegahan bunuh diri.Â
Suicidal thoughts, atau sering disebut pula sebagai suicidal ideas, merupakan ide atau pemikiran berupa keinginan melakukan bunuh diri saat terjadi kondisi stressfull.Â
Mungkin suicidal thought bukan satu-satunya faktor penentu seseorang melakukan percobaan atau tindakan bunuh diri. Namun menurut sebuah studi di Amerika Serikat dijumpai bahwa suicidal thought menduduki posisi tertinggi pemicu tindakan bunuh diri.Â
Tentu saja, ada beragam faktor lainnya yang memicu seseorang melakukan bunuh diri. Seperti faktor genetis, banyaknya konsumsi informasi media massa tentang kasus bunuh diri, atau seseorang yang sedang mengalami gejala gangguan kejiwaan. Faktor lainnya juga mungkin terjadi pada seorang yang sedang menderita sakit fisik yang cukup berat.Â
Kay, mungkin memang bukan perkara mudah untuk mengenali tanda-tanda yang diberikan oleh mereka yang mengalami suicidal thought. Biasanya bila itu adalah orang-orang yang dekat dengan kita, maka akan terasa dari perubahan sikap mereka.
Dari studi yang dilakukan oleh WHO beberapa waktu yang lalu menyatakan bahwa dari sebuah kasus bunuh diri, minimal telah dilakukan 20 kali percobaan bunuh diri.
Artinya, sangat penting bagi kita untuk menjadi support system bagi mereka yang sering dibayangi suicidal thought. Paling tidak kita mampu memberikan pertolongan pada mereka sejak dini.
Meski demikian, bukan hal yang gampang untuk menemani mereka yang sedang mengalami suicidal thought. Karena itulah, ada beberapa hal yang perlu kita mengerti bila berhadapan dengan seseorang yang mengalami suicidal thought.
Pemikiran yang pertama kali muncul dalam diri seseorang adalah pikiran pasif, yang kemudian akan berkembang menjadi pemikiran aktif. Misalnya:
'kalo besok pagi bisa dihapus sepertinya indah ya' (pasif)Â
'saya ingin menghilang, pengen mati' (aktif)Â
Nah, sekarang ada 3 hal yang menurut saya penting untuk kita perhatikan bersama.Â
1. Purpose of suicide, tujuan dari bunuh diri.Â
Tidak banyak yang tahu bahwa yang diinginkan oleh seseorang untuk bunuh diri bukan karena ingin LARI dari masalah, melainkan ingin MENDAPAT SOLUSI atas rasa sakit (egony) yang dirasakan.Â
Hal pertama yang dapat kita lakukan sebagai support system untuk mereka bukan memberikan ceramah panjang. No, saudara... justru kata-kata kita yang banyak, justifikasi kita, atau segala tetek bengek saran dan kritik akan membuat teman-teman yang memiliki suicidal thought akan bertambah parah.Â
Cukup dengarkan saja keluhan mereka yang mungkin akan terdengar sebagai hal yang ambivalen bagi kita. Biarkan mereka memperluas ruang pikir mereka yang menyempit.Â
Karena teman-teman yang memiliki pikiran bunuh diri membutuhkan solusi atas rasa sakit yang dirasakannya, maka satu-satunya cara adalah membawanya kepada psikolog maupun psikiater berlisensi. Supaya, teman-teman mendapatkan perawatan yang tepat.Â
2. Pikiran bunuh diri adalah dampak dari self diagnose. Oh yha? Coba cek ke diri kita sendiri.Â
Sebagai orang awam, apa yang lewat dalam pikiran kita saat kita batuk? Yang pasti ada dua pemikiran. Menganggapnya hal besar atau menganggap batuk adalah perkara sepele.Â
Begitu pula dengan beban psikologis dalam diri kita. Menganggap gejala bunuh diri seperti datangnya pikiran pasif-- suicidal thought--yang sering muncul hanyalah masalah sepele atau perlu penanganan ahli tergantung bagaimana kita menyikapinya.Â
Saya sendiri lebih senang bila saya salah. Artinya, menganggap kesehatan bukan masalah sepele adalah hal yang lebih bijak. Dengan pergi kepada ahli berlisensi kita mendapat diagnosa dan perawatan yang tepat dan akurat.Â
3. Bahwa pertolongan itu nyata ada.Â
Saya tertarik dengan tagline dr. Jiemi Ardian SpKJ. "Biarkan hidupmu ditolong".
Sebagian dari teman-teman yang mengalami mental illness, dalam hal ini pikiran bunuh diri, tidak mengetahui bahwa ada pertolongan yang tersedia bagi mereka.Â
Tugas kita, untuk memberi ruang bagi mereka. Mungkin dengan mendengarkan, memberi pelukan, dan mengantar mereka untuk berkunjung kepada ahli kesehatan adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan.Â
Memang tidak mudah bagi kita untuk melakukan pendampingan bagi mereka yang memiliki pemikiran bunuh diri. Kita hanya manusia yang penuh keterbatasan.Â
Alangkah baiknya kita tidak serta merta menganggap bahwa kita mampu menangani masalah ini sendiri, menjadi saviour buat mereka yang mengalami mental illness.Â
Mereka butuh penanganan khusus. Butuh ahli yang tepat. Mari kita bersama membantu mereka yang membutuhkan pertolongan kita.Â
Saya akhiri artikel saya dengan sebuah video dari mas Fiersa Besari. Terima kasih, salam sehat...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H