Apa yang saya terima dalam menjalani kehidupan ini adalah warisan yang saya dapat dari ibu saya. Menjaga kesabaran, menjalani ketekunan, melangkah dalam ketulusan, adalah teladan di balik seluruh pengorbanan seorang ibu bagi anaknya.
Saya tidak sedang berbicara mengenai ibu yang melahirkan anaknya secara biologis saja. Namun, saya pun berpihak pada ibu yang melahirkan anak dari hatinya.Â
Adik kandung saya sudah lebih dari 10 tahun belum mendapatkan keturunan, meski segala cara telah mereka tempuh.Â
Hingga ia dan istrinya mengadopsi seorang bayi mungil, yang kini sudah berumur 25 bulan. Namun, semua itu tidak memudarkan kasih tulus adik ipar saya sebagai seorang ibu bagi anaknya.
Ibu adalah lembaran contoh, pula teladan, role  model yang membenamkan banyak ide yang kemudian bertransformasi sebagai nilai primordial dalam hidup anak-anaknya.
"Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia..."
Masih mengenali syair lagu itu? Saya yakin para pembaca mungkin tidak hanya membacanya. Mungkin kita memilih untuk mendendangkannya dari pada hanya membacanya.
Ibu bukanlah sosok maha sempurna. Meski itu yang menjadi tuntutan dunia. Maka dalam tulisan ini saya akan mencoba menitip pesan bagi setiap kita yang pernah menjadi seorang anak.
Kami yang kalian sebut Ibu, hanya manusia biasa. Maka, maafkanlah kami jika belum bisa menjadi yang sosok terbaik. Namun, satu yang harus kalian yakini, kami siap memberi kasih tanpa harus menuntutmu memberi ganti rugi di sepanjang hidup kami.
NB: Saya persembahkan alenia demi alenia ini untuk almarhumah Ibu, "Thanks for those wonderful years, miss you already, my bestie Mommy"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H