Can you imagine that? No empathy at all... semua hanya untuk memuaskan keinginannya; for being looks good, untuk mendapatkan pujian bagi dirinya sendiri. So, watch out!
Menurut beberapa pakar, aktivitas gaslighting ini jamak dilakukan oleh pria, karena perempuan lebih sering menggunakan perasaannya. Alasan lainnya karena budaya atau kepercayaan yang diyakini publik, bahwa wanita harus selalu menurut pada pria. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan kaum wanita pun akan melakukan hal yang sama.Â
Saya akan beri contoh kasus yang lain, coba perhatikan yang satu ini ya, Sobs...
Arda dan Tirsa menjalin hubungan kasih cukup lama. Namun Arda semakin tidak nyaman dengan Tirsa dikarenakan Arda semakin jarang berkomunikasi dan menikmati quality time mereka. Berulang kali Arda membicarakan hal ini dengan Tirsa, namun Tirsa selalu mengelak dari perbincangan tersebut.
Di suatu kesempatan, Tirsa mencoba berdalih,"Kenapa sih kamu jadi kayak gini? Kamu sensitif banget."
Kata-kata Tirsa lantas membuat Arda mulai meragukan dirinya, meragukan pemikirannya, pendapatnya, bahkan merasa bersalah atas peristiwa tersebut.Â
And guess what? Arda has been trapped.Â
Bayangkan saja bila hal ini dilakukan secara terus menerus. Apa yang akan terjadi pada kesehatan mental sang korban?
Pertama, melemahkan emosi korban. Semakin lama korban termanipulasi oleh tindakan gaslighter, maka korban semakin merasa tidak yakin pada perasaannya sendiri.Â
Ia meragukan emosi yang datang dalam dirinya. Marah, takut, gembira, sedih, dan aneka emosi lain semakin tidak terasa kehadirannya. Kepekaan emosional menurun dan semakin menurun.
Kedua, menurunnya self esteem korban. Tingkat rasa percaya pada diri sendiri akan semakin menurun akibat dari kehilangan keyakinan pada memori diri sendiri. Ini dikarenakan adanya pembelokan kebenaran yang diyakini korban oleh aktivitas gaslighting secara masif.