Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ganjar Pranowo, Mulai dari Solo "Black Zone" Hingga "Pesta Wisuda" Residen Paru

16 Juli 2020   18:29 Diperbarui: 16 Juli 2020   22:28 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo membantah pernyataan Solo sebagai Zona Hitam | gatra.com


"Masih teringat segala rancang dan rencana kami. Masih terlihat senyum manis sebagian siswa kami. Masih terasa hangat perbincangan kami yang berantusias menyambut hari baru. Masih terkenang seluruh angan yang melilit kesenangan."

Ternyata itu semua harus luruh. Kabar hari ini dari Gugus Tuga Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surakarta menginformasikan bawa Solo kembali dinyatakan berada dalam black zone.

Eits....wait, wait, wait,...kalo saya sebut black zone ntar ada yg duko, marah, jengkel, lan sapiturute...

Solo itu kan bulan Juni 2020 sudah dalam kondisi level kuning, mo ke-ijoan bagus tow? Ya meskipun kita semua tahu, kalau dalam masa pandemi seperti ini, level ijo itu belum tentu daerah yang ga terkena corona sama sekali.

Beberapa hari terakhir ini, koran-koran lokal, bahkan Kompas.com pun memuat berita soal Solo yang kembali berstatus merah. Kok bisa?

Jadi begini, Baginda.....

Diwartakan bahwa di Surakarta Hadiningrat telah ditemukan 25 kasus positif Covid-19. Hladalah...ini jadi kabar mencengangkan. Karena selama ini jumlah pasien terpantau cukup stabil, bila ada penambahan yha paling antara 1-2 orang. 

Menurut ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surakarta, Ahyani, beliau nate maringaken atur, memberi pernyataan, bahwa pertambahan jumlah kasus seperti ini sungguh di luar dugaan. Di luar ekspektasi (who knows it would be happened just like this?).

Karena keterkejutan yang semena-mena itulah akhirnya muncul istilah Zona Hitam ....

Munculnya black zone area ini kemudian mengalihkan dunia Pak Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo ikut bersabda. With his unsmilling face, bliau bilang,"Zona hitam ki jarene sopo to?" (zona hitam itu kata siapa).

Sehari setelahnya giliran punggawa tinggi di Kota Sala, FX Hadi Rudyatmo meralat. Bliau bilang kalau Solo bukan zona hitam, tapi kuning kemerahan, alias oranye. 

Lalu sehari setelahnya, Pak Rudy juga matur, bahwasanya label zona hitam yang sempat dimunculkan Setda Ahyani, hanya untuk memberikan shock terapi kepada masyarakat yang masih susah diatur.

Weee lhadalah, kok malah serasa seperti perang warna. 

Selintas membaca warta berita tentang kota Surakarta ini saya sedikit tersentil. Apa mungkin Pak Rudy juga ga kepikir warna yang lain ketika melihat situasi Solo yang drastis mendadak sontak ditemukan 25 kasus penambahan jumlah penderita positif Covid-19 yang 18 orang diantaranya adalah warga Solo. Lantas semrepet, kepala pening, alias mbuh lah, biar gampang, sebut saja, black zone.

Yang penting hitam itu pekat. Kek darah merah kehitaman pada penderita hemel (hematemesis melena). Mungkin kalau saya yang memberi label black zone, ga ada yang peduli, tapi ini punggawa kota lho.

Lha sebagai kawula alit seperti saya ini, sebenernya ndak masalah soal label pewarnaan kota ini. Mau dibikin warna apa pun mangga saja, asalkan representatif, simbolik, eallah, apalagi to... Yang penting masyarakat tahu, apa itu arti tiap warna.

Paham makna tiap label warna pun belum tentu membuat warga mengerti apa yang harus dilakukan, atau mengerti, sudah paham, namun tetap saja acuh pada aturan.

However, let's put ourselves on Mr. Rudy's shoes...coba kita lihat dari kacamata Pak Wali, yha....

Ini kan kondisi belum beranjak menjadi better than yesterday...si virus itu masih seperti mbak kunti yang masih saja ngelayap kemana-mana.

Saat Solo dinyatakan level kuning ke-ijoan, warga Solo girangnya minta ampun. Saking girangnya, ada yang segera colut, keluar rumah blas, blas, blas, plesir ke Tawangmangu --kebanyakan kawula muda, tapi kawula usia matang ada juga siii-- tanpa mengindahkan protokol kesehatan dari pimpinan.

Penumpukan wisdom (wisatawan domestik) sempat memadati arus jalan ke arah tempat wisata yang menyuguhkan view, pemandangan alam yang menggairahkan, beserta jalan-jalan berkelok, penuh dengan eksotisme kabut, beserta hawa dingin yang mampu membuat kaki pengendara motor bila tidak tahan dinginnya langsung kram otot.

Buat yang kantongnya lagi tipis, wuiiih, set, set, set, hayuk dhyees, dhyeeess.......Ajak anak cucu, bareng tetangga sekampung tancap gas ke daerah Manahan, Solo utara, tempat anak muda biasa nongkrong, cari jodoh, cari tempat konkow, cari keringat (bagi yang suka jogging atau gowes), hmm kek Stadion GBK, tumplek blek. No social-physical distancing.

Bagi yang bermukim di Solo bagian selatan, mereka lebih memilih menghabiskan waktu family time-nya di Alkid alias Alun-alun Kidul. 

Permasalahannya, kebanyakan dari mereka datang bersama anak-anak yang masih dibawah umur sesuai dengan ketentuan protokol kesehatan, tanpa memakai masker, atau pun face shield, atau APD yang lain.

Wuiiidiiih...pemandangan yang sungguh menyegarkan bagi para virus Covid-19 yang tak kasat mata. Nemplok sana, nyaplok sini, duuh, duh, duh,...kalau Baginda citizen of Solo, pasti juga ga asing dengan pemandangan yang seperti itu.

Walhasil, mulai tanggal 13/07/2020 Alkid harus bersih dari pedagang kaki lima, sedang para pengunjung dipersilakan terlik (puter balik) ke rumah masing-masing.

Nii monmap ya, Baginda... Saya cuma buruh korporat, jadi mau ga mau, suka ga suka, ya kudu wara and wiri, ngantor, kalau libur, bisa garing lumbung saya. Bisa-bisa saya ga bisa nulis gegara ga punya daya beli paket data.

Pekerjaan saya ndak bisa dibikin WFH atau WAH (work at home). Tapi, saya pastikan kemana pun kaki melangkah keluar rumah, saya pake masker, ples umba rampe lainnya.

Nah, situasi seperti inilah yang terkadang membuat para petinggi juga susah untuk mengendalikan dan menekan angka kasus penderita flu corona.

Padahal, Pak Rudy juga pernah dhawuh, jikalau, andai saja, ada pengumpulan massa yang tidak mematuhi protokol kesehatan, maka akan diberlakukan test swab.

Oleh karena perkembangan jumlah penderita yang naik tajam, Pemkot Solo akhirnya paring dhawuh, Pasar tradisional Hardjodaksino untuk sementara tutup selama satu minggu penuh, gegara ada 1 orang meninggal di area Gemblegan teridentifikasi sebagai penderita flu corona. 

Baginda bisa membayangkan bagaimana perut puluhan orang harus memakai ikat pinggang ketat karena roda ekonomi mereka harus berhenti sementara. Kan yang susah kawula alit juga to...

Itulah yang sempat lewat di benak saya yang sontoloyo ini, tapi ternyata, saya salah besar...

Para pedagang Pasar Hardjodaksino ini memang pantang menyerah. Dengan kecanggihan teknologi dalam genggaman, korporat kecil ini pun segera bertindak, gercep. 

Melalui pesan singkat via mobile phone, akhirnya, berlangsunglah roda kegiatan ekonomi rakyat kecil. 

Produsen dan konsumen bertemu di saat mentari belum menyapa Solo. Untuk area pertemuan pedagang dan pembeli dialihkan secara dadakan di dekat patung Soekarno di daerah Solo Baru.

"Yha, pokoknya asal ga ketahuan Satpol PP." Astagaaaa.......

Ternyata pasar tradisional ini hanya bertlanslasi sejauh beberapa kilometer dari tempat semula. Tujuan birokrat untuk menekan laju penyebaran virus Covid-19 kan serasa tinggal wacana. Kalau begini, yha sama aje. Woalah, Jum, Jum....

Tujuan penutupan pasar itu kan untuk melakukan karantina atas pedagang, guna meminimalisir penyebaran virus, lha kok malah...ambyar....

Kabar yang menyesakkan datang lagi nih. Pak Ganjar baru saja ngendika, kalo kasus penambahan jumlah penderita positif Covid-19 dari klaster nakes itu dikarenakan ada "pesta wisuda" para residen yang sekarang dirawat di RS UNS.

Ini saya kutipkan dari Kompas.com (14/07/2020). "Indikasi-indikasinya kemarin ada yang habis wisudaan kemudian berkumpul bareng teman-temannya. Sedikit ada pesta kecil. Nah yang begini ini kadang kita lepas kontrol," ungkap Ganjar kepada wartawan, Senin (13/7/2020). 

Pernyataan Pimpinan rakyat se-Jateng ini sempat mendulang gunjingan di republik twiter. Yang namanya "pesta wisuda" seperti disebutkan oleh Pak Gubernur Jateng yang seneng nggowes itu, ternyata bukan "pesta wisuda". 

Setelah dikonfirmasikan, begini penjelasan dari Dekan Fakultas Kedokteran UNS, "Setahu saya tidak ada hubungannya dengan wisuda. Residen paru yang positif ini tidak ada yang pernah ikut wisuda," ujar Reviono saat berbincang dengan Solopos.com melalui pesan aplikasi Whatsapp, Selasa (14/7/2020).

Yha, entah dari mana datangnya cinta. Menurut kamus saya pribadi,  dari mata turun ke jidat. Maap, bukannya apa, tapi semua kan harus dilogika, jangan maen baperan mulu...

Pada saat mana datangnya virus, menular dari siapa, atau bagaimana si virus itu mendiami ruang tubuh para residen paru tersebut, itu bukan hal yang pantas untuk diperdebatkan.

Bagi para Ndoro birokrat pemimpin rakyat, saya nyuwun tulung, minta tolong, kalau menyampaikan informasi ya, mbok yha yang faktual, terpercaya, ga usah hiperbola dengan mengatasnamakan apapun sebagai apologetika.

Cekak aos saja, situasi ini memang pelik. Segalanya tak dapat diduga. Saya juga yakin bahwa tidak ada sesuatu pun yang pasti di dunia ini selain ketidakpastian itu sendiri. 

Jadi, daripada stress menggagas yang tidak pasti, sesuatu yang tak mampu kita kendalikan, lalu depresi karena menimbun kekuatiran, mending kita lakukan yang bisa kita kendalikan.

Jaga diri, ikuti protokol kesehatan, dho manuto, komsumsi berita seperlunya saja, hidup hemat, kalau bisa berbagi, berbagilah...

Cekap semanten, cukup sekian saja wigati yang ingin saya sampaikan kepada Baginda semua. Monmap, kalau seandainya curcol saya kebablasan...

Dari Solo bagian selatan, salam hangat penuh hormat,

Saya

Sumber : 

kompas.com (14/07/2020)

solopos.com (14/07/2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun