Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Nyamanlah Jiwaku," Kata Horatio Spafford

13 Juni 2020   10:10 Diperbarui: 13 Juni 2020   10:13 1886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Scarlet Fever. Begitulah para ahli medis menamai penyakit yang kini menghantui pikirannya. Tubuh anak kecil itu menggigil, namun panas badannya makin meninggi. Obat dari dokter tak jua mampu meredam demam anak mungil Spafford. 

Anna pun tak beranjak dari samping tempat tidur anaknya. Wajahnya lusuh. Diambilnya kaon untuk mengompres dahi anak lelakinya. Hingga tiba saat mata anak itu menutup, kelopaknya mengatup, dan tidak pernah terbuka kembali. Hari itu, Horatio dan Anna harus melepas pergi anak mungil itu kembali kepada Tuhan yang lebih menyayanginya.

Kenangan terdalam Spafford menggumam bebas di ulu hatinya yang kini terasa begitu nyeri. Senyum anak lelaki semata wayangnya segera sirna direnggut demam yang membawa anak kebanggaannya pergi kembali menemui Sang Khalik.

Satu tahun berselang. Seiring tangis yang masih mengusik, luka duka masih meresap dalam kesenyapan ingatan Horatio maupun Anna. 

8 Oktober 1871, kebakaran hebat menghanguskan hampir sebagian besar perumahan penduduk kota di negara bagian Ilinois. 

Api memanggang habis Chicago tiga hari lamanya. Dalam tiga hari api menggila, merenggut beribu rumah penduduk dan terus bertambah ganas menebar kobarnya hingga sejauh 9 km. Mengambil paksa hampir 300 tubuh manusia, meregang nyawa terbakar hangus, tandas, dan habis.

Semua surat kabar kota, bahkan di seluruh dunia memuat berita yang sama. Memberi tajuk atas peristiwa dahsyatnya kebakaran tersebut dengan nama, "The Great Chicago Fire".

Tangis Anna meledak begitu saja. Jemarinya memukul halus dada bidang Horatio. Bayangan anak lelakinya masih merajai lembah kelamnya. Kini, mimpinya pun hangus terbakar meninggalkan asap dan abu di kedalaman batinnya.

Seluruh harta yang diinvestasikan Horatio di salah satu perumahan elit pun ikut ludes terbakar. Semuanya telah habis tertelan amuk gelora api, menyisakan bangkai kerangka bebatuan hitam menggunung sebagai deviden atas investasi Spafford.

Raga Horatio terus berusaha tegar, berdiri, memegang erat tubuh Anna yang lunglai dalam rengkuhan lengannya.

Dipeluknya Anna dalam dekapan hangat. Tangis wanita bermuka bulat itu menghiasi dasi ascod biru Horatio. Meski ia tahu sikap tenangnya tak mampu memadamkan kepedihan di mata bulat wanita pujaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun