Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lurik

3 April 2020   10:10 Diperbarui: 3 April 2020   10:23 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Adhi minta waktu lagi, mas,"

"Dhi, ini sudah tahun ke lima kita bersama. Kau tahu, aku pun tak tahu apa yang akan terjadi nanti. Bisa jadi aku pun akan berhenti."

Dalam sekejap, Ragil merasa terhenyak. Kalimat yang tak pernah dilontarkan oleh kekasih hatinya. Biasanya Hermawan akan berusaha membujuknya. Tapi tidak untuk kali ini.

Mata Ragil menatap Hermawan yang sibuk mematikan rokok di asbak berukir kembang wijayakusuma. Perasaan Ragil terasa kecut. Baru kali ini ia merasakan aneh dalam batinnya. Pertanyaan demi pertanyaan memberangus emosinya saat itu.

Darah mengalir lebih cepat dalam tubuhnya. Ada rasa tak begitu jelas dalam benak yang tak segera berlalu. Pikirannya dengan cepat menghentak kacau. Ia tak pernah menyangka Hermawan setegas itu.

Debar jantung memompa adrenalinnya. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Bukankah ini yang ia harapkan? Selama ini ia jenuh dengan tuntutan keluarga Hermawan untuk cepat menikahinya.

Ia bahkan bosan ketika berulang kali Bu Dhe Tantri di Surabaya selalu menggunjingkan hal ini setiap kali ada pertemuan keluarga besar Suryodiningrat.

Apakah ini menjadi kesempatan baginya untuk mengatakan yang sebenarnya pada Hermawan? Tapi....mengapa masih ada tapi dalam benaknya? Mengapa sulit sekali ia jujur pada Hermawan untuk mengakhiri hubungan mereka dan menjemput kemerdekaan yang ia idamkan selama ini.

Ragil tetap membisu. Ruangan pendhopo pun sunyi. Hanya sebentar terdengar suara burung tekukur yang menyela perhelatan batin Ragil.

'Duh, Kanjeng Ibu, kok susah ini,' batin Ragil menjerit walau hanya sampai pada lehernya saja. Sementara dadanya sesak, dalam kepalanya ada begitu banyak hal yang bermunculan, sama seperti pembeli yang wara-wiri di depan kios pasarnya

"Sesulit itukah kau menentukan jawabanmu, Dhi?" pertanyaan Hermawan memudarkan lamunan Ragil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun