Tiba-tiba tanpa tahu dari mana asalnya, seorang badut kecil memberikan sebuah balon berwarna biru untuk untuknya, dan bernyanyi, mengajaknya bercerita hingga malam makin menjelma hitam.
Gadis itu tak mampu menahan tawa saat si badut kecil menari dan mebggoyangkan perut gendutnya. Seperti gajah yang menari di hadapannya. Ya, seperti gajah kecil kesukaannya.
Suara badut itu memang tak seindah suara Ayahnya saat memainkan gitar di rumah. Dan tariannya sangat payah. Tapi ia tetap saja tertawa. Ia ingat kata Mamanya, berterimakasih adalalah hal yang sangat penting.
Lalu kata gadis itu pada si badut,"Aku Tak tahu bagaimana menari dan menyanyi sepertimu, tapi aku mau menari bersamamu lagi, Badut," lalu kaki mereka melompat dan berjingkat-jingkat, menggoyangkan pinggul, menggoyangkan perut dan tertawa bersama.
Kemudian sayup-sayup, gadis kecil mendengar ada satu suara memanggil namanya, "Nak...gadis kecil Ayah...kau dimana?"
Gadis kecil itu berdiri, melompat dan  menjerit, "Ayah,....aku di sini!!"
"Diam di situ, Ayah akan datang," sekonyong-konyong ada tubuh Ayahnya yang telah lelah mencari, membuka kedua lengannya dan memeluknya erat.
"Ayah, aku takut, Ayah ayo pulang, Ayah ... aku ingin pulang," isak tangis gadis kecil itu memecah tangisnya dalam pelukan sang Ayah yang membuatnya tenang.
"Iya, Nak, ayo pulang, ayo kita pulang," gadis kecil itu masih memegang balon warna biru. Ia menoleh dan tak didapatinya lagi badut kecil yang menemaninya.
Ia tak tahu kemana badut kecil berperut gendut itu pergi. Tapi gadis kecil itu mengingatnya sepanjang waktu, bersama balon warna biru yang kini masih terus menghiasi kamar tidurnya.
Tiap ada pasar malam, si gadis kecil itu selalu ingin mengunjunginya. Ia senang, meski hanya sebuah arum manis saja yang dimintanya.