Layaknya dongeng sebelum tidur, maka hari ini ijinkan saya berbagi  sebuah cerita yang mengalir dari rimba imaji, yang sempat tersaji tanpa basa basi di bawah naungan semesta yang berupa narasi.
Alkisah di sebuah kerajaan luas tanpa batas bernama Milki Rexi. Dalam kerajaan ini berkuasa seorang raja yang digdaya, penuh arif bijaksana. Rakyat Milki Rexi terbiasa memanggil pemimpinnya dengan sebutan Sang Penguasa.
Kerajaan Miliki Rexi sangat megah dan indah, bahkan sempat dijuluki kerajaan mutu manikam oleh beberapa kerajaan tetangga. Hal ini dikarenakan kerajaan Milki Rexi  berlimpah dengan segala hasil produk alam baik berupa hasil pertanian, perkebunan, bahkan perikanan, serta hasil migas melimpah yang seringkali diekspor keluar kerajaan.
Karena kekayaan yang melimpah ruah, sempat berulang kali kerajaan ini digoncang isu kudeta. Rakyat dicobai oleh beragam isu dan hoax yang dihembuskan oleh pihak tak beretika sosial. Namun nampaknya Sang Penguasa sungguh arif dan bijaksana.Â
Bersama deretan kabinet yang duduk di kursi pemerintahan yang berbentuk Monarki Parlementer ini, Sang Penguasa telah memberikan diri memerintah sepenuh hati sebagai negarawan sejati.Â
Di negara yang menerapkan sistem Monarki Parlementer ini telah disepakati bersama dalam sidang kerajaan bahwa untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan segala kebijakan regulasi, maka dibentuklah sebuah badan yang mengurusi setiap peraturan yang berlaku bagi seluruh rakyat Milki Rexi bahkan termasuk bagi Sang Penguasa.
Badan tersebut bernama Parlemen Kerja Bersama Pasti Bisa atau disingkat dengan nama Parker Matibis (aduh ko gini yha namanya, hahaha.... tapi tak apa itu saja).Â
Dibentuk dalam rangka guna menyukseskan jalannya pemerintahan, maka tugas Parker Matibis ini melingkupi pembuatan perundang-undangan, mengawasi jalannya pemerintahan, dan bersama Sang Penguasa merumuskan kebijakan bagi setiap permasalahan publik yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak.
Terbagi menurut sistem desentralisasi, maka wilayah kerajaan pun dibagi dalam beberapa area setara dengan propinsi, yang biasa disebut Kuadran. Setiap wilayah Kuadran bertanggungjawab pada pemerintah pusat.Â
Diantara berpuluh Kuadran di kerajaan Milki Rexi, ada satu Kuadran yang sangat terkenal dengan hasil bumi berupa sayur mayur. Kuadran ini berjuluk Kuadran Loh Jinawi.
Nah, kisah kita hari ini berawal dari Kuadran Loh Jinawi.Â
Dalam Loh Jinawi diperintah oleh seorang Gubernur bernama Tanpa Nelangsa. Sang Gubernur mempunyai seorang putri yang cantik jelita, berperawakan sedang, dengan kemampuan menyanyi dan menari yang banyak diminati oleh rakyat dalam Kuadran Loh Jinawi.Â
Kecantikannya tiada terkira hingga Sang Gubernur seringkali menerima hadiah tanda persahabatan dari beberapa pengusaha kaya raya, bukan untuk melancarkan urusan bisnis mereka saja, namun sebagian hadiah tersebut diberikan karena mereka terpesona dengan Putri Sang Gubernur.
Dan bukan hanya dari kalangan pengusaha saja, bahkan ada beberapa kalangan penguasa petinggi kerajaan yang menaruh hati pada kemolekan Sang Putri.Â
Adakah Sang Gubernur memilihkan bagi putrinya jodoh dari antara mereka? Tentu tidak. Gubernur yang cukup tinggi wacana pergaulannya, selalu menyerahkan keputusan jodoh pada putri sulungnya.Â
Sang putri yang ternyata tidak hanya cantik jelita ini, mampu menguasai berbagai urusan isu sosial. Hal inilah yang mungkin menjadi daya tarik bagi para pelamar jodoh.
Kepiawaiannya dalam berdiskusi masalah sosial dan politik bukan karena pendidikan tinggi yang sudah dikenyamnya selama ini. Singkat kata, Sang Putri merupakan pujaan hati.
Seperti hari ini, ada salah seorang utusan Parker Matibis yang usianya masih tergolong muda namun sudah berkeluarga, mengadakan kunjungan kerja di Kuadran Loh Jinawi. Namanya Baruna Ontojoyo.
Tentu saja kunjungan kerja atau biasa disebut kunker ini dilakukan secara perseorangan dalam masa reses Parker Matibis.
Seperti biasa bila ada seorang duta, maka salah satu tugas Gubernur adalah menemani sang anggota parlemen untuk menilik dan mengunjungi guna meninjau kemajuan dan kebutuhan pembangunan daerah asalnya.
Saat meninjau di sebuah desa bersama Adipati Tanpa Nelangsa, maka dilihatnya seorang wanita yang molek paras rupanya, kulitnya putih seperti punya para wanita skincare yang dilihatnya di kota, yang sedap dipandang mata.
Rambut yang hitam ikal panjang tak dibiarkan diurai, makin mempesona wajah sang wanita yang tak lain adalah putri Gubernur Tanpa Nelangsa.
Melihat reaksi Baruna, tampaknya Tanpa Nelangsa telah terbiasa. Maka tanpa basa basi, diujarkannyalah isi benaknya kepada sang duta kerajaan.
"Pak Baruna mau bertemu dengan Putri saya, ya?"
Baruna tersadar dari mimpi indahnya dan dengan tersipu ia menganggukkan kepala tanda sepakat.
"Itu putri Anda, Gubernur? Mengapa dia ada di area perkebunan sayur ini?" tanya Baruna.
"Putri saya yang satu itu selalu berbaur dengan rakyat. Katanya itu sekolahnya yang paling mujarab,"
"Ooowh...,"jawab Baruna yang telah tersesat dalam rimba pemujaan kecantikan putri Gubernur.
"Jika Anda berkenan biar saya panggilkan, Pak."
"Ah, tidak," jawab Baruna seolah menjaga wibawa, namun pandangannya tak juga beranjak dari sang putri Gubernur.
"Putri Bapak sudah punya pekerjaan, Pak Gubernur?" tanya Baruna.
"Pekerjaan tetap sih, belum, Pak. Ya, hanya beberapa aktivitas bersama teman-teman komunitasnya,"
"Sebenarnya ada satu pekerjaan yang saya ingin tawarkan untuk putri Bapak, apa boleh saya bertemu dengannya secara pribadi?"
Sang Gubernur hanya tersenyum simpul. Tanpa Nelangsa selalu tahu kemana arah tujuan politikus muda ini berinisiatif menawarkan pekerjaan untuk putrinya.
 Tentu saja, karena ia pun berpengalaman menerima tamu yang selalu berkeinginan membawa pulang sang putri.
 Tibalah pada jamuan makan malam di rumah dinas sang Gubernur, yang mana Baruna pun diundang untuk mengikuti jamuan santap malam tersebut.
Usai santap malam, para tamu undangan dipersilahkan untuk menikmati indahnya silaturahmi di taman rumah dinas yang juga menjadi halaman rumah tersebut.Â
Saat-saat ini tak disia-siakan Baruna mendekati Sang Putri yang pada malam itu jadi pusat perhatian seluruh tamu undangan, bukan hanya karena kemolekan tubuhnya yang sintal seperti gitar Spanyol.
Namun gemulai tariannya malam itu menarik simpati para fotografer dan media massa lokal untuk mengabadikan momen tersebut .
Di bawah temaram lampu taman, duduklah Baruna dan Sang Putri berduaan. Tak ada satu pun yang berani mengganggu karena di sekitar mereka berdua juga berdiri para abdi dalem Baruna yang siap siaga penuh melindungi sang utusan kerajaan.
"Bagaimana, Putri, apakah sudah mempertimbangkan usulan saya tadi?"
Dengan lembut namun penuh percaya diri, Sang Putri akhirnya mengucap putusan pasti. Sepasti jantung Baruna yang malam itu pun kian ingin melonjak keluar dari dadanya yang bidang.Â
Kegelisahan membungkusnya malam itu. Dibandingkan datang ke ruang sidang rakyat, ini adalah malam yang lebih mendebarkan baginya.
"Tentu saja, Pak Baruna. Itu kesempatan bagus."
Demi mendengar jawaban gadis nan cantik di hadapannya, Baruna ingin melonjak kegirangan seperti ia telah usai menang lobi besar bagi partai pengusungnya.
"Jadi kau mau jadi istriku, eh, sekretarisku?"
"Tunggu, Pak. Tapi itu bukan kesempatan bagus buat saya,"
"Kenapa?"
"Kalau hanya gaji sebesar karyawan kantoran, saya bisa dapatkan lebih. Tapi,..."
"Tapi apa?"
"Bukankah Pak Baruna baru saja mengangkat seorang sekretaris pribadi? Itu si Aisyah keponakan istri Bapak sendiri, bukan?"
"Ah, itu bisa diatur. Semua kan bisa dibicarakan bersama."
"Maksudnya?"
"Kalau saya mau, saya bisa berhentikan dia kapan pun saya mau. Tenang, mereka itu, easy come, easy go. "
Mendengar hal itu, makin bulatlah tekat Sang Putri untuk menolak "pinangan" sang anggota Parker Matibis.
"Bagaimana, masih menolak tawaran saya? Kamu yakin?" tanya Baruna seakan meyakinkan dirinya sendiri bagimana ia menghadapai kemarahan sang istri bila tahu ia memecat keponakannya sendiri.
"Anda sendiri bagaimana? Anda tidak yakin?"
Jawaban Sang Putri entah mengapa malah membuat jantung Baruna mulai berdetak stabil. Segera ia melangkah pergi meninggalkan ilusi hidup bersama sang putri, membayangkan hidup damai dengan sang istri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI