Mohon tunggu...
Dhiya Rizki
Dhiya Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswi

Dhiya is now rolling as a student of Ocean Engineering Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Integrated Coastal Zone Management dalam Marine Eco-Tourism di Gili Labak, Madura, Indonesia

15 November 2023   20:24 Diperbarui: 15 November 2023   20:28 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Disusun Oleh: Mega Ristri Maurina, Muhammad Rayhan Agfiananda, Danendra Arya Wisesa, Angelyca David Vinci, Muhammad Riyadh, Dhiya Rizki Raehana

Indonesia dengan garis pantai yang panjang dan wilayah pesisir yang luas merupakan negara kepulauan yang diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah. Keanekaragaman hayati laut, ekosistem pesisir, dan kekayaan sumber daya alam di sepanjang pesisir Indonesia merupakan aset berharga yang perlu dilindungi dan dikelola secara bijaksana. Namun tantangan besar muncul seiring dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi, perubahan iklim dan perkembangan pariwisata dan industri di pesisir.

Dalam konteks ini, Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coastal Zone Management atau ICZM) mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga kelestarian lingkungan pesisir dan laut Indonesia, serta mengelola berbagai aspek kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan pesisir. ICZM merupakan pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi dalam pengelolaan wilayah pesisir, sehingga mempertimbangkan kepentingan berbagai pemangku kepentingan. ICZM bukan hanya sebuah konsep namun juga menjadi landasan kebijakan dan praktik pengelolaan pesisir berkelanjutan di Indonesia.

Dengan mengintegrasikan perspektif kebijakan yang berbeda, pendekatan ini memberikan kerangka komprehensif untuk memandu upaya konservasi lingkungan, penggunaan lahan yang rasional, dan pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, ICZM tidak hanya sekedar kerangka kerja tetapi juga merupakan alat yang sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dan konservasi wilayah pesisir dan laut Indonesia.

Salah satu peran ICZM dapat sangat dirasakan pada pengembangan Ekowisata Bahari (Marine Ecotourism) di Indonesia dimana ICZM memiliki banyak peran untuk mengembangkan Ekowisata Bahari di Indonesia. Ekowisata bahari adalah bentuk pariwisata yang berfokus pada pengalaman wisata alam di lingkungan laut dan pesisir yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Tujuan dari ekowisata bahari adalah untuk mempromosikan pemahaman, penghargaan, dan konservasi lingkungan laut dan ekosistem pesisir sambil memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Dengan meningkatnya minat dalam ekowisata dan kesadaran tentang perlindungan lingkungan, ekowisata bahari telah menjadi cara yang populer untuk menjelajahi keindahan alam laut sambil mendukung pelestarian dan keberlanjutan lingkungan laut.

Salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang dimana potensi Ekowisata Baharinya dapat dikembangkan menggunakan ICZM yaitu di Gili Labak, Madura, Indonesia. Beberapa peran utama ICZM dalam konteks ini yaitu:

  1. Perlindungan Ekosistem Laut
  2. Pengaturan Penggunaan Lahan dan Sumber Daya
  3. Mengelola Dampak Pariwisata
  4. Keterlibatan Pemangku Kepentingan
  5. Peningkatan Kesadaran Lingkungan

Perlindungan Ekosistem Laut

Gili Labak, pulau kecil yang terletak di Selat Madura, terkenal dengan keindahan pantainya dan potensi bahari yang menarik. Pulau ini menjadi destinasi wisata populer bagi mereka yang ingin menikmati alam dan keindahan bawah laut. Pantai Gili Labak memiliki pasir putih yang halus dan air laut yang jernih. Selain itu, pulau ini juga memiliki keindahan alam berupa bukit-bukit kecil dengan pemandangan panoramik yang memukau. Keanekaragaman hayati bawah laut Gili Labak juga sangat beragam dan sehat. Di perairan pulau ini, wisatawan dapat menemukan berbagai jenis ikan tropis, terumbu karang, dan bahkan penyu hijau. Berbagai aktivitas bawah laut dapat dilakukan di Gili Labak, seperti snorkeling, menyelam, berperahu, menaiki kayak, dan memancing. Meskipun Gili Labak masih kurang dikenal dibandingkan destinasi wisata pantai lainnya di Indonesia, pulau ini memiliki potensi yang besar untuk menjadi destinasi wisata bahari yang populer. Dengan keindahan alam dan potensi bahari yang dimilikinya, Gili Labak menjadi destinasi menarik bagi mereka yang ingin menjelajahi keindahan bawah laut dan eksotik pantainya. Dan hal yang paling penting dilakukan demi menjaga ekosistem laut Gili Labak adalah melakukan perlindungan terhadap ekosistem laut tersebut.

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk memperbaiki instrumen hukum yang terkait dengan lingkungan hidup. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diyakini memiliki tingkat kelengkapan yang lebih komprehensif jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997. Hal ini karena Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mencakup aspek-aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara lebih menyeluruh, mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Mengelola Dampak Pariwisata

Pengembangan pariwisata bertujuan untuk memperkenalkan, memanfaatkan, melestarikan, dan meningkatkan kualitas objek dan daya tarik wisata. Pembangunan objek dan daya tarik wisata harus memperhatikan kelestarian budaya, kualitas lingkungan hidup, dan kelangsungan usaha pariwisata. Pariwisata dan lingkungan memiliki hubungan yang erat. Pariwisata secara langsung melibatkan masyarakat setempat, sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan.

Dampak pariwisata terhadap masyarakat dan lingkungan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu dampak sosial-ekonomi, dampak sosial-budaya, dan dampak lingkungan. Menurut Erick Cohen (1984), pembangunan pariwisata pada suatu daerah dapat memberikan dampak positif, seperti peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, serta peningkatan pendapatan pemerintah.

Sedangkan dampak negatifnya dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Dampak terhadap lingkungan, dampak terhadap masyarakat lokal, dan dampak terhadap budaya. Untuk dampak terhadap lingkungan dapat berupa pembangunan infrastruktur pariwisata yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem di pulau, seperti terganggunya habitat flora dan fauna, pencemaran air dan udara, serta pembuangan sampah yang tidak terkendali. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat lokal dan wisatawan. Untuk dampak terhadap masyarakat lokal, yaitu pengembangan pariwisata di pulau dapat menyebabkan ketidakmerataan pendapatan, perubahan budaya, dan konflik sosial. Ketidakmerataan pendapatan dapat terjadi akibat tidak semua masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat dari pengembangan pariwisata. Perubahan budaya dapat terjadi akibat masuknya budaya luar yang dibawa oleh wisatawan. Konflik sosial dapat terjadi akibat persaingan antar kelompok masyarakat lokal dalam memperebutkan sumber daya pariwisata. Sedangkan untuk dampak terhadap budaya, yaitu pengembangan pariwisata di pulau dapat menyebabkan kehilangan identitas budaya dan pelestarian budaya yang tidak berkelanjutan. Kehilangan identitas budaya dapat terjadi akibat masuknya budaya luar yang lebih dominan. Pelestarian budaya yang tidak berkelanjutan dapat terjadi akibat tidak adanya perencanaan dan pengelolaan yang tepat.

Untuk meminimalkan dampak negatif tersebut, diperlukan perencanaan dan pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat lokal, dan wisatawan. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif pariwisata di pulau:

  1. Pembangunan infrastruktur pariwisata yang berkelanjutan

Pembangunan infrastruktur pariwisata harus dilakukan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan, menerapkan teknologi ramah lingkungan, dan memperhatikan dampak lingkungan dari pembangunan tersebut.

  1. Pengelolaan lingkungan yang ketat

Pengelolaan lingkungan harus dilakukan secara ketat untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat pariwisata. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan yang ketat terkait pengelolaan sampah, limbah, dan polusi.

  1. Pemberdayaan masyarakat lokal

Pemberdayaan masyarakat lokal harus dilakukan untuk memastikan bahwa masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat dari pengembangan pariwisata. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan, bantuan modal, dan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal.

  1. Pelestarian budaya

Pelestarian budaya harus dilakukan untuk menjaga kelestarian budaya lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat lokal tentang budaya mereka, serta mempromosikan budaya lokal kepada wisatawan.

Pengaturan Penggunaan Lahan dan Sumber Daya

Pengaturan penggunaan lahan dan sumber daya dalam wilayah pesisir adalah kunci penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir dan laut. Wilayah pesisir sering kali menjadi titik pertemuan berbagai kepentingan, termasuk pertumbuhan populasi, pariwisata, perikanan, pertanian, industri, dan konservasi alam. Oleh karena itu, diperlukan kerangka kerja yang berfokus pada pengelolaan yang bijaksana dan berkelanjutan. Pengaturan penggunaan lahan dan sumber daya juga melibatkan penetapan zona-zona yang sesuai, yang dapat mencakup zona lindung, zona pertanian, zona pariwisata, dan lainnya. Pada tingkat lokal, hal ini dapat berarti pembatasan pembangunan di daerah-daerah yang rawan terhadap erosi pantai atau banjir, serta mempromosikan penggunaan lahan yang mendukung pertanian berkelanjutan.

Pentingnya pengaturan yang bijaksana dalam penggunaan lahan dan sumber daya di wilayah pesisir adalah untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan demikian, pengaturan ini berkontribusi pada pemeliharaan lingkungan alam yang penting dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Pengaturan penggunaan lahan dan sumber daya di Gili Labak menjadi esensial dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pulau ini. Gili Labak, yang terletak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Indonesia, adalah sebuah destinasi wisata yang semakin populer, dikenal oleh para pengunjungnya karena pantai pasir putihnya yang indah, terumbu karang yang menakjubkan, serta keanekaragaman hayati laut yang kaya.

Dengan meningkatnya minat dalam ekowisata dan wisata bahari, penting untuk menerapkan pengaturan yang cermat dan berkelanjutan untuk melindungi ekosistem pesisir dan laut di Gili Labak. Langkah-langkah ini termasuk penetapan zona lindung untuk menjaga terumbu karang dan habitat laut yang sensitif, pembatasan pembangunan infrastruktur yang berlebihan di pesisir, serta pengawasan ketat terhadap aktivitas wisata yang berisiko tinggi terhadap ekosistem seperti penyelaman dan snorkeling. Selain itu, melalui keterlibatan aktif masyarakat lokal, regulasi yang bijaksana dapat memastikan bahwa sumber daya alam seperti ikan dan hutan mangrove dikelola dengan berkelanjutan untuk mendukung mata pencaharian masyarakat setempat dan menjaga kelestarian lingkungan yang menakjubkan di Gili Labak. Dengan pengaturan yang tepat, Gili Labak dapat tetap menjadi destinasi wisata yang menarik sambil memastikan bahwa warisan alamnya tetap terjaga untuk generasi mendatang.

Keterlibatan Pemangku Kepentingan

Stakeholder atau pemangku kepentingan dalam pariwisata merupakan pihak atau kelompok yang memiliki kepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi keberlangsungan dan pengembangan suatu destinasi wisata. Dalam hal ini, pemangku kepentingan dapat terbagi menjadi: pemerintah, pelaku usaha, masyarakat/komunitas, media, dan akademia. Apabila suatu destinasi wisata ingin dikembangkan, maka diperlukan keterlibatan dan kerja sama antar seluruh pemangku kepentingan. Menurut Luturlean (2019), peran kunci dari para pemangku kepentingan tersebut adalah:

  1. Pemerintah, yaitu pihak pemerintah dimana destinasi itu berada dalam batas administrasinya dan bertugas dalam menyediakan sarana prasarana yang memadai.
  2. Pelaku wisata, yaitu pengunjung atau wisatawan destinasi terdiri dari wisatawan (turis) dan pelancong yang berperan sebagai konsumen.
  3. Pelaku usaha atau sektor swasta, yaitu penyedia jasa yang dibutuhkan oleh pelaku wisata, baik yang terkait langsung dengan pariwisata maupun jasa.
  4. Masyarakat/komunitas yang berada di destinasi pariwisata yang bertindak sebagai tuan rumah dan garda terdepan dalam melaksanakan sapta pesona.
  5. Media, yaitu pihak-pihak yang berperan sebagai perantara atau saluran bagi kelancaran komunikasi antar pemangku kepentingan.
  6. Akademia, yaitu institusi atau perseorangan yang berperan dalam melakukan penelitian dan penyediaan sumber daya manusia, baik terkait langsung dengan kepariwisataan maupun yang tidak terkait secara langsung.

Sektor swasta adalah salah satu stakeholder yang dapat mempengaruhi pengembangan destinasi pariwisata. Pihak swasta memiliki  peran yang signifikan dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata. Sektor swasta dapat mendukung pengembangan dan pelaksanaan yang sesuai dasar, serta dapat mendorong inovasi proaktif guna meningkatkan sektor pariwisata. Swasta memiliki peran dalam menyediakan fasilitas yang tidak dapat dijangkau oleh pemerintah. Pihak swasta turut berkontribusi melalui investasi pembangunan pariwisata yang mempertimbangkan faktor untung rugi dan bagi hasil dengan pemerintah sebagai pengelola destinasi wisata. Investasi yang dilakukan swasta dapat membantu untuk menekan biaya sosial ekonomi begitupun juga harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan.

Dalam pengelolaan destinasi pariwisata, pemerintah juga turut memiliki peranan yang krusial. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, menjadi pintu utama bagi pemerintah lokal dalam pengelolaan setiap sumber kekayaan yang dimiliki untuk mengelola secara maksimal. Aturan ini berkaitan erat dengan pembangunan daerah yang diarahkan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan potensi-potensi yang ada. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan secara mandiri oleh pemerintah daerah yakni sektor pariwisata sebagaimana potensi yang ada pada daerah tersebut.

Pemerintah perlu mengidentifikasi perannya dalam mengembangkan dan menerapkan kebijakan untuk mempromosikan investasi pariwisata mendanai proses perencanaan seperti rencana pengembangan tujuan, mengatur perencanaan dan penilaian proses proyek pariwisata, mendukung berbagai program infrastruktur halus, seperti pengembangan teknologi digital, pendanaan dan pengelolaan sumber daya alam dan budaya, dan pendanaan transportasi dan infrastruktur pariwisata.

Sektor pariwisata memiliki kontribusi yang besar dalam kehidupan masyarakat utamanya dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, kewilayahan dan lingkungan. Konstruksi keberlanjutan ekonomi pariwisata terdiri dari tiga dimensi: kepositifan ekonomi, kontrol pembangunan, dan kesejahteraan individu (Qiu et. al. 2018). Kegiatan pembangunan dan pengembangan wisata dirancang dan dilaksanakan secara bersama-sama oleh setiap stakeholders terutama oleh pemerintah, swasta dan masyarakat sehingga pembangunan pariwisata dinilai sebagai tanggung jawab bersama

Peningkatan Kesadaran Lingkungan

Dalam Kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2018, disebutkan kebijakan belanja negara tahun 2018 secara umum diarahkan antara lain melalui pengembangan sektor unggulan (ketahanan energi, ketahanan pangan, kemaritiman, pariwisata dan industri). Terkait dimensi pembangunan sektor unggulan tersebut, pariwisata termasuk sektor unggulan di samping ketahanan energi, ketahanan pangan, kemaritiman, dan industri. Pengembangan pariwisata tersebut dilaksanakan untuk dukungan kemudahan akses dan infrastruktur pendukung konektivitas.

Desa Wisata menjadi Salah Satu Pilar Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan sektor pariwisata yang berkelanjutan. Salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan desa wisata adalah masyarakat sadar wisata. Masyarakat sebagai pendukung pariwisata juga perlu dipersiapkan agar sadar terhadap potensi wisata di wilayahnya. Dengan kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat setempat, desa wisata memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi yang menarik, berkelanjutan, dan mampu memberikan dampak positif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Keindahan alam yang dimiliki wilayah Gili Labak, Madura, mampu memberikan potensi wisata alam yang menjadi magnet bagi wisatawan datang berkunjung ke daerah ini. Kesadaran dan kerjasama yang baik semua pihak termasuk masyarakat untuk mengembangkan potensi yang ada, merupakan modal utama pengembangan pariwisata. Masyarakat harus mempunyai kesadaran dan rasa memiliki, kemudian secara bersama-sama mengatur pengelolaan usaha jasa pariwisata, sehingga semua dapat menikmati manfaat dari aktivitas kepariwisataan, sekaligus menjaga keberlanjutan yang sustainable selaras dengan Sapta Pesona.

Adanya kesadaran masyarakat akan potensi wisata yang dimiliki menjadi salah satu faktor pendukung utama bagi kenyamanan wisatawan itu sendiri, belum lagi keasrian dan kealamian objek wisata akan menjadi atraksi nilai tambah bagi kegiatan wisata alam terutama wisata minat khusus. Meningkatkan keterlibatan warga dalam proses pengembangan pariwisata dan konservasi cagar budaya dapat meningkatkan dukungan mereka untuk pengembangan pariwisata (Ganon et al. 2020).

Partisipasi masyarakat sangat penting untuk terus didorong karena masyarakat merupakan kelompok yang memiliki pemahaman tentang lingkungan mereka, seperti budaya, sistem kehidupan, pola perilaku dan pola tindakannya. Menurut Ganon et.al (2020) persepsi yang baik masyarakat tentang manfaat pariwisata dapat berperan signifikan dalam membentuk hubungan antara komunitas masyarakat, sikap terhadap lingkungan, termasuk keuntungan ekonomi sehingga mereka dapat mendukung pengembangan pariwisata.

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang penulis dapatkan adalah:

  1. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coastal Zone Management atau ICZM) mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga kelestarian lingkungan pesisir dan laut Indonesia, serta mengelola berbagai aspek kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan pesisir.
  2. Kita dapat mengembangkan potensi ekowisata bahari Indonesia menggunakan metode ICZM ini salah satunya dalam hal ini adalah di wilayah Gili Labak, Madura
  3. Peran ICZM dalam marine ecotourism di Gili Labak, Madura terdapat 5 yaitu:
  • Perlindungan Ekosistem Laut
  • Pengaturan Penggunaan Lahan dan Sumber Daya
  • Mengelola Dampak Pariwisata
  • Keterlibatan Pemangku Kepentingan
  • Peningkatan Kesadaran Lingkungan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun