Mohon tunggu...
Dhika PoetriWahyuningtyas
Dhika PoetriWahyuningtyas Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Mahasiswa FISIP UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perubahan Sosial dalam Kacamata Teori Konflik

29 April 2020   19:58 Diperbarui: 29 April 2020   20:20 3192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengamati secara mendasar kemunculan konflik di tengah-tengah kehidupan sosial, Plummer menegaskan bahwa sumber kemunculan konflik ada di setiap jenjang kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, konflik akan muncul karena hakikat dasar dari penciptaan manusia itu sendiri adalah perbedaan.

Keanekaragaman kehidupan secara hakikat menjadi dasar factual bahwa konflik itu akan muncul dan terjadi dalam kehidupan sosial. Hakikat sistematis dari analisis munculnya konflik sebagaimana dijelaskan oleh Plummer di atas menguatkan bahwa dasar alamiah dari perjalanan hidup manusia adalah diferensiasi dirinya dengan orang lain.

Melihat Perubahan Sosial dengan Teori Konflik

Mengacu kepada pemikiran Dahrendorf tentang kekuasaan atau otoritas, bahwa kekuasaan mengandung dua unsur yaitu penguasa dan orang yang dikuasai. Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka yang ada di bawah (yang dikuasai) ingin supaya ada perubahan. 

Dahrendorf mengakui pentingnya konflik mengacu pada pemikiran Lewis Coser dimana hubungan konflik dan perubahan ialah konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan. Jika konflik itu intensif, maka perubahan akan bersifat radikal, sebaliknya jika konflik berupa kekerasan, maka akan terjadi perubahan structural secara tiba-tiba.

Dahrendorf menganggap konflik adalah satu bagian dari realitas sosial, yang mana konflik tersebut juga bisa menyebabkan perubahan dan juga perkembangan. 

Teori konflik dipahami melalui suatu pemahaman bahwa masyarakat memiliki dua wajah karena setiap masyarakat kapan saja tunduk pada perubahan sehingga asumsinya bahwa perubahan sosial ada dimana-mana, selanjutnya masyarakat juga bisa memperlihatkan perpecahan dan konflik pada saat tertentu dan juga memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan, karena masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain. 

Dahrendorf juga mengatakan bahwa setelah kelompok konflik muncul dan kelompok itu akan melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial.

Berangkat dari anggapan strukturalisme yang menyatakan bahwa masyarakat senantiasa berubah dengan system yang terstruktur dan menganggap bahwa disfungsi, ketegangan dan penyimpangan sosial akan mengakibatkan perubahan masyarakat dalam bentuk differensiasi sosial yang semakin kompleks, muncul tanggapan dari salah satu tokoh yakni David Lockwood (dalam Sumartono 2019 : 7-8) yang beranggapan bahwa kenyataan strukturalis tersebut mengabaikan kenyataan-kenyataan berikut:

1. Setiap struktur sosial didalamnya mengandung konflik dan kontradiksi yang bersifat internal, yang pada gilirannya justru menjadi sumber bagi terjadinya perubahan sosial.
2. Reaksi dari system sosial terhadap perubahan yang datang dari luar tidak selalu bersifat penyesuaian, hal ini dapat disebabkan perbedaan antara keduanya yang terlalu mencolok atau penolakan system terhadap perubahan tersebut.
3. Suatu system sosial di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami konflik sosial yang bersifat visious circle.
4. Perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melalui penyesuaian-penyesuaian yang lunak, akan tetapi dapat juga terjadi secara revolusioner.
5. Suatu perubahan sosial selalu terwujud dalam bentuk adanya kekacauan dalam kehidupan sosial, tetapi tidak semua perubahan ini mewujudkan kekacauan sosial yang besar. Yang terbanyak adalah adanya kekacauan dalam ruang-ruang lingkup kehidupan sosial kecil dan yang biasanya terjadi di mulai dalam kehidupan keluarga.

Kekacauan sosial dapat mengakibatkan adanya konflik-konflik sosial, tetapi suatu konflik sosial tidak dapat berlangsung terus menerus, maka pada suatu saat kedamaian akan terwujud dan suatu ketertiban sosial baru ada dalam kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan (Sumartono 2019 : 11).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun