Amar orangnya sopan, dia juga sangat perhatian pada ibuku. Mungkin dari sikap Amar yang mudah akrab dan selalu perhatian membuat ibu menyukainya.
"Oh iya Ti, ini ada titipan dari Mamah buat Ibu kamu," ucapnya ambil menyodorkan buah tangan yang dibawanya.
"Ya ampun, repot-repot segala Mas. Makasih ya, bilang sama Mamah Saidah." Aku pun menyuruh Amar duduk diruang tamu.
"Kebetulan Ibu lagi bantu masak di tetangga sebelah Mas, mau ada acara tahlilan."
Secangkir teh manis hangat juga sepiring kue sudah tersaji untuk Amar.
Drrrt ... Drrrt ...
"Ti maaf ya, barusan klien telepon, mendadak minta revisi desain sedikit karena mau naik cetak, kamu ikut aku ya, kami ketemuannya di Kafe Senja, nggak jauh kok dari sini, kebetulan aku sudah bawa laptop di mobil," bujuk Amar.
"Nggak lama kok Ti, cuma revisi warna aja. Nanti setelah itu kita jalan-jalan, ya," rayunya lagi.
Awalnya aku ragu karena paham betul kalau sudah terkait revisi desain itu akan memakan waktu lama, tapi Amar memaksaku dan aku tidak enak hati jika harus menolaknya.
"Ya sudah Mas, kalau emang aku nggak ganggu nantinya. Sebentar ya, aku cuma ganti jilbab aja, kok," jawabku.
***