"Jam berapa sih datangnya?" agak gelisah Badai menanti kedatangan pesawat yang dinaiki orang tua Rossa.
"Sabarlah kak, itu pengumumannya sudah ada. Paling lagi urus bagasi,"
10 menit kemudian
"Itu kak, itu bapak sama ibu aku."
"Kok ga ada yang kawal?"
"Mana mau dia, ini kan bukan perjalanan dinas. Pak, bapak!" berlari Rossa ke pelukan orang tuanya, sementara Badai berjalan di menyusul.
"Mana dia, bujang yang katanya mau dengan kau?" berkeliling mata ayah Rossa mengawasi suasana
"Itu pak," Rossa menoleh kepada Badai yang makin mendekat. Saat itu ayah Rossa sudah lebih melunak, namun tetap masih kurang sreg meski nama Badai mulai berkibar sebagai seorang politikus muda yang energik. Selain berbeda suku, pekerjaannya belum nampak jelas (dalam penilaian orang tua Rossa). Sebuah pemikiran wajar dari setiap orang tua dalam melihat hubungan sosial anak-anaknya.
"Pak, mak, ini Badai," Rossa memperkenalkan Badai yang telah bergabung, kepada orangtuanya.
"Om -- tante, Badai," sedikit membungkukkan badan, Badai memperkenalkan diri.
"Wah, mak, gagah juga bujang satu ini. Hanya sayang, belum menetap kerja kau ya nak,"