Kemenyan telah lama melegenda di Asia Tenggara. Kemenyan yang dalam bahasa Melayu berasal dari bahasa Melayu Kuno kamanyang, di Jawa dan Bali disebut menyan. Istilah internasionalnya, benzoin, berasal dari bahasa Arab yang merujuk ke Jawa, luban jawi ("kemenyan dari Jawa"), sehingga istilah aslinya adalah menyan. Apabila kita menghilangkan awalan ke dan me maka kata dasarnya adalah nyan. Penyebutan kata ini juga kadang-kadang hanya nyan saja. Nama Trunyan di Bali berasal dari kata taru nyan yang berarti "pohon kemenyan", yang banyak tumbuh disana. Kata nyan adalah memiliki kemiripan dengan istilah ảnti (Naville, 1898), anå (Mariette, 1877) atau 'ntyw (beberapa penulis lain) yang terdapat pada prasasti-prasasti di Mesir.
Getah kemenyan disadap dari beberapa jenis pohon kemenyan. Kemenyan digunakan sebagai bahan campuran dalam membuat dupa, parfum dan obat-obatan. Di Asia Tenggara, dihasilkan dua jenis getah kering: kemenyan Siam, dihasilkan dari Styrax tonkinensis di Laos, Vietnam dan Tiongkok selatan; dan kemenyan Sumatera, dihasilkan dari Styrax paralleloneurum dan Styrax benzoin di Sumatera. Kemenyan Sumatera adalah getah kering yang disadap dari pohon kemenyan, banyak dihasilkan di hutan dataran tinggi Sumatera Utara dan tersebar di seluruh pulau.
Daun pohon kemenyan berbentuk bulat panjang, berukuran 4 – 15 cm panjangnya dan 5 – 7,5 cm lebarnya, sangat mirip dengan yang tergambar pada relief di Deir el-Bahari.
Styrax benzoin adalah sebuah spesies pohon yang asli Sumatera. Nama-nama umumnya antara lain pohon gum benjamin, pohon loban (dalam bahasa Arab), pohon kemenyan (di Indonesia dan Malaysia), pohon onycha dan pohon benzoin Sumatera. Pohon kemenyan adalah pohon yang umum dikenal di hutan Sumatera, tumbuh dengan tinggi sekitar 24 sampai 48 meter. Styrax benzoin telah dibudidayakan di Sumatera sebagai penghasil utama getah kemenyan kering di Indonesia.
Styrax benzoin di Indonesia biasanya disebut kemenyan durame (Styrax benzoine), kemenyan bulu (Styrax benzoine var hiliferum), kemenyan Toba (Styrax paralleloneurum), dan kemenyan siam (Styrax tokinensis). Styrax benzoin memiliki beberapa sinonim seperti Benzoin officinale (Hayne); Benzoina vera (Rafin); Cyrta dealbata (Miers); Lithocarpus benzoin (Royle); Plagiospermum benzoin (Pierre); Styrax benjuifer (Stokes); dan Styrax dealbata (Gurke).
Kemenyan telah disalahartikan sebagai frankincense, yang biasanya dimaksudkan dengan getah eksudat dari Boswellia spp di Arab dan Afrika. Ada kemungkinan bahwa istilah frankincense berasal dari kemenyan yang berasal dari Indonesia dan diperdagangkan oleh orang-orang Arab, yang dianggap sebagai salah satu jenis frankincense, paling tidak 700 tahun yang lalu.
Pada abad ke-9, kedua jenis getah kemenyan kering sudah diperdagangkan di Tiongkok dan digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional (kemenyan Sumatera) dan wewangian (kemenyan Siam). Para pedagang Arab berperan dalam perluasan perdagangan kemenyan, dan telah menjadi salah satu barang dagangan yang paling mahal dari Timur.
Naskah-naskah geografi Arab pada abad ke-9 dan seterusnya menyebutkan Fansur dan Balus sebagai penghasil kamper dan kemenyan dengan kualitas tinggi. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa, pada abad ke-10, pedagang Arab mengunjungi Fansur dan Balus melalui Srilanka, dalam ekspedisi perdagangan yang khusus ditujukan untuk membeli kamper dan kemenyan yang terkenal di kawasan itu. Fansur diidentifikasi sebagai Pancur dan Balus adalah Barus, dua daerah di pantai baratdaya Sumatera. Beberapa penulis menduga bahwa Pancur adalah Tanah Punt.
Kemenyan Sumatera memiliki pangsa pasar modern yang lebih besar, yaitu sekitar 4.000 ton per tahun dibandingkan dengan 70 ton per tahun untuk kemenyan Siam (Katz et al, 2002), meskipun harganya lebih rendah di pasar internasional.
Getah kemenyan telah disadap selama berabad-abad dari pohon liar yang tumbuh secara alami di Sumatera, dan setelah pasarnya meluas masyarakat setempat mulai menanam pohon kemenyan di kebun mereka. Tidak jelas kapan budidaya tersebut dimulai tetapi telah ada setidaknya selama 200 tahun. Cara pengelolaannya telah digambarkan dalam laporan Belanda pada akhir abad ke-19, dan cara-cara yang dilakukan saat ini tidak jauh berbeda.
Bukit Kemenyan di Bengkulu, dari namanya adalah sebuah hutan kemenyan. Daerah ini berada di wilayah suku Rejang yang diduga memiliki budaya yang sama dengan orang Mesir, yang akan dibahas setelah ini.
6) Pohon eboni