Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Cerpen | Hujan, Terima Kasih

15 Januari 2017   16:50 Diperbarui: 15 Januari 2017   18:09 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kala itu, setelah menempuh 85 kilometer, aku berhenti di tepi jalan. Sebuah jalanan sepi yang tiada siapapun kecuali kami, hujan, dan petir yang menyambar. Beliau turun dan berkata kalau sudah sampai tujuan. Lalu, mempersilahkanku melanjutkan perjalanan. Sendirian. Beliau hanya tersenyum, lalu bilang,

"Lain kali jangan pulang malam-malam lagi ya, anak bandel! Lanjutkan perjalananmu! Tak usah khawatir, ayah selalu menjagamu dari kejauhan. Pemberanikan? :)"

"Ayah..?" 

Ternyata prasangkaku benar. Lelaki paruh baya itu bukan sembarang orang. 

"Ayah tunggu! Tapi aku ingin ikut bersamamu! Ayah tungguuu!!"

Aku gusar tak karuan. Air mataku mengucur deras bak banjir bandang. Sesak. Sungguh sesak luar biasa. Pikiranku buyar. Tak tahu arah pulang. Tak mau ditinggal sendirian. 

Akupun berlari. Meninggalkan sepeda motor yang tak lagi kinclong karena terciprat genangan air hujan. Mengejar laki-laki paruh baya yang tak kutahui namanya dan ternyata sosok yang kucinta. Aku berlari. Terus berlari. 

"Ayah tunggu!!" 

Sekencang kencangnya, secepat-cepatnya, aku berlari.

Hingga akhirnya,

BRAKKKKK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun