Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Cerpen | Hujan, Terima Kasih

15 Januari 2017   16:50 Diperbarui: 15 Januari 2017   18:09 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tentu saja, saya lebih merindukan ayah saya, pak. Bahkan saya  jarang sekali berbicara tentang surga."

"Mengapa nak?"

"Sebab dahulu ketika saya kecil, saya pernah bilang pada ayah bahwa saya mau rajin sholat agar bisa menjadi penghuni surga. Kala itu aku sangat terobsesi pada surga, jadi 

kupikir, tujuan beribadah adalah demi mengharap surga. Tapi ayah menasihatiku. Beliau bilang bahwa tujuan beribadah bukanlah demi mengharap surga atau menjauhi neraka. Tujuan beribadah adalah demi mengharap RIDHO ALLAH Ta'ala. Demi mengharap cintaNya. Bukan begitu?"

Sungguh. Aku mendapatkan banyak hal di perjalananku kali ini. Bukan hanya dihujani air dari langit, tapi pikiranku juga dihujani banyak ilmu. Ilmu yang mungkin telah lama kulupakan. Pun ilmu yang belum pernah kudengar.

Bapak itu mengingatkanku, bahwa di dunia ini ada 3 macam jenis manusia. Ada manusia yang hanya mengharapkan surga, ada manusia yang hanya mengharapkan ridho dari Tuhannya, ada pula manusia yang beribadah karena tidak mau masuk neraka. Sedang, sebaik-baik manusia adalah yang beribadah karena mengharap ridho dari Tuhannya. Ia tidak akan peduli dengan surga dan neraka. Sebab baginya, yang terpenting adalah Tuhan bersamanya, dan ia bersama Tuhan. 

Itulah yang dinamakan perindu. Perindu yang merindu cinta dari Tuhannya. Bukan surga dan seisinya.

"Kalau begitu, siapakah yang lebih kau rindukan, nak? Ayahmu, atau Tuhanmu?"

Pertanyaan itu begitu tajam. Menampar jiwaku. Membelalakkan mata hatiku. Pertanyaan itu, membuatku harus tertegun beberapa saat sebelum aku berhasil menjawabnya.

"Tentu, setiap hamba pasti merindukan Tuhannya. Tapi tiap kali rindu itu meradang, selalu ada waktu dimana saya bisa bersimpuh, berkomunikasi denganNya. Saya bercengkerama denganNya setiap waktu. Dalam setiap sholat dan munajat. Tapi saya juga rindu pada ayah. Dan saya sama sekali tidak bisa berkomunikasi dengannya. Kecuali hanya dengan mimpi-mimpi yang sesekali, dan doa-doa yang senantiasa. Jadi, menurut saya, rindu pada Tuhan, dan rindu pada manusia itu dua hal yang berbeda. Moga saja, Tuhan selalu menjadi yang terdepan."

"Kau yakin, Tuhan selalu kau nomor-satukan? Bagaimana kalau Tuhanmu cemburu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun