Sayangnya ada hal menyebalkan dari pinjol yaitu, ketika lewat tanggal jatuh tempo satu hari, bahasa yang digunakan sudah mulai 'tidak umum'.
Belum lagi intonasi yang membuat hati dag-dig-dug, telepon yang terus berdering, menambah beban baru, rasanya tak diberikan waktu untuk memikirkan solusi, sebab gelisah tak berkesudahan. Riwayat angsuran sebelumnya yang baik-baik saja sepertinya tak dijadikan pertimbangan.
Mengecek legalitas pinjol merupakan hal pertama yang dilakukan mengingat betapa gondoknya dulu ketika terjebak investasi bodong karena kecerobohan sendiri.Â
Cek link: Pernah Nyemplung dalam Skema Ponzi?
Sejujurnya, ditegur karena terlambat membayar angsuran masih bisa diterima. Lagipula debt-collector tugasnya ya collecting, bukan ngobrol baik-baik dan mencari titik tengah bersama, makanya pengalaman yang didapat kebanyakan tidak mengenakan.
Sampai di situ, kita yang memang merasa punya kewajiban untuk membayar ia-ia saja ketika diberi tekanan mental oleh penagih. Sebab, kita mengakui punya kewajiban membayar.
Diancam bahwa data pribadi akan disebar, seperti yang ramai diberitakan, saya mengalaminya 4 atau 5 tahun lalu.Â
Kalau ada pertanyaan "loh, katanya, legal. Kok bisa gitu?" Kemungkinan di tahun tersebut penyeleksian pinjol tidak seketat sekarang, pihak penyeleksi juga mungkin tak pernah berpikir cara penagihannya akan sampai pada tahap ancaman.
Ini kegiatan finansial biasa kok, di bank saja dengan nominal pinjaman yang lebih besar, kalau nasabah kesulitan bayar, ada berbagai opsi yang bisa ditawarkan, penyesuaian jumlah angsuran dan sebagainya bisa dilakukan jika benar-benar kesulitan bayar. Rasanya tak perlu ada cerita ancam-mengancam.
Atau bisa jadi tujuan pinjol seperti ini bukan untuk memperoleh nasabah yang berkelanjutan, bukan loyalitas yang dicari. Sehingga membuat debitur kapok meminjam kepadanya tak jadi masalah besar.