Mohon tunggu...
DEWI RETNA DITA
DEWI RETNA DITA Mohon Tunggu... Freelancer - Apa Adanya Saja

Orang biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Key - Is This the End of My World ? (Part 1)

15 Agustus 2019   15:14 Diperbarui: 15 Agustus 2019   15:25 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam ditanganku menunjukan pukul tujuh lewat sepuluh namun banyak yang belum terlihat di kelas yang aku ikuti pagi ini. Ya, kelas sejarah dunia kuno, entah karena apa? mungkin karena cuaca di luar sedang hujan deras atau mungkin memang karena mata kuliah yang satu ini terbilang cukup membosankan di semester awal jurusan sastra dan budaya Inggris.

 Jarum panjang menunjukan angka enam, satu persatu mereka mulai muncul asyik mengobrol satu sama lain.

 "Hai Nina, How are you ?" Sapa Hana, temanku yang berambut blonde-bukan karena dia keturunan orang bule, tapi karena dia bilang kalau rambut pirang itu keren jadi dia mencat-nya, sambil mengibas-ibaskan jaketnya yang basah karena hujan.

 "I'm good Hanna", ujarku sambil menyeringai. Kemudian dia berlalu begitu saja.

 Aku kembali berkutat dengan modul dan membaca daftar isinya, telunjukku mulai menyisir daftar isi satu per satu, "sejarah peradaban Inggris.. drama, sajak, mitos hhmm interesting", gumamaku sambil memainkan pulpen.

Tatapanku tiba-tiba saja menangkap sosok laki-laki berperawakan tinggi, masuk ke dalam kelasku. Rambutnya coklat gelap, terlihat jelas dia bukan orang sini karena kulitnya sangat berbeda, putih bersih seperti kulit orang bule, kemungkinan dia dosennya.

Namun tebakan ku salah, dia berjalan ke arah dimana aku duduk, tersenyum dan duduk tepat di samping kursiku. Senyumannya terlihat seperti dia sudah mengenalku sejak lama, dahiku mengernyit bingung. Tak terasa mataku  mengamatinya dari rambut hingga ujung kaki laki-laki asing ini.

"Hi, I'm Chris, Christopher ", tegurnya sambil tersenyum memamerkan giginya yang putih rapih sembari mengulurkan tangannya mengajak salaman.

"Oh hai I'm Chris, I mean..Nina" jawabku gelagapan.

Sedetik itu pun aku melihat mata cokelatnya terang menatapku. Oh Gosh, mimpi apa aku semalam cowok ini benar-benar tampan, badannya tinggi langsing, pikirku terperangah. Dia tersenyum hangat.

Dia tidak begitu banyak bicara, begitu tenang, gayanya sangat kasual, dengan kaos dan jeans tanpa banyak aksesoris yang digunakan cowok pada umumnya. Kami tidak banyak bicara selama jam pelajaran berlangsung, hanya sesekali tersenyum ketika saling bertemu pandang, canggung.

Hari itu adalah hari pertama dan terakhir aku melihat cowok yang mengaku dirinya bernama Christopher, setelah itu dia menghilang entah kemana.

Tidak sempat aku tanyakan apakah dia mengambil jurusan yang sama denganku ataukah dia ambil jurusan lain, karena ini kali ketiga dia tidak datang di kelas sejarah Dunia kuno. Aneh,  kenapa pikiranku tidak lepas dari dia.

"Oke class, saya mau kalian mencari puisi karya sastra lama, minggu depan dikumpulkan", ucapan Mr.Sparrow  membangunkanku dari lamunan.

Kuselusuri lorong-lorong kampus menuju perpustakaan mencari bahan yang ditugaskan oleh dosen. Kampusku ini terbilang cukup eksentrik di kawasan Buitenzorg-Jawa Barat, dulu katanya bekas peninggalan Belanda, dengan tampilan gedung yang mempunyai banyak pintu-pintu  besar dan langit-langit atap kampus yang tinggi dengan banyak lorong-lorong dan pepohonan rindang. 

Kesan tua sangat terasa begitu menginjakan kaki di pintu masuk perpustakan kampus. Atap-atap langit yang tinggi menambah kesan megah di dalamnya. Barisan buku-buku karya sastra lama berjejer rapi di sepanjang rak-rak yang memenuhi setengahnya dari ruangan perpustakaan. Kutemukan satu persatu buku-buku yang kucari untuk melengkapi bahan presentasiku minggu depan. Mataku memandang sekeliling perpustakaan. Cukup ramai siang itu , aku memilih deretan kursi di pojokan yang tidak terlalu ramai dan menghadap ke jendela luar, mungkin bisa sedikit mencerahkan pikiranku.

Lembar demi lembar buku yang setebalnya melebihi kamus kubuka, Mataku tertegun di barisan kalimat yang indah dari kisah Romeo dan Juliet, tak sadar mulut ini menggumamkan kalimat-kalimat tersebut.

"Kemurahan hatiku tidak terbatas seperti laut , cintaku semakin dalam, semakin aku berikan kepadamu", belum sempat kulanjutkan kata-kataku, terdengar seseorang melanjutkan kalimat itu.

"Semakin aku memiliki,untuk kita berdua tanpa batas ", aku terperanjat sekali lagi melihat orang yang mengambil duduk di depanku, Chris.

"Romeo and Juliet by William Shakespeare", ujarnya.

"Wow...how do you know that?", selorohku takjub.

Dia tersenyum " itu sudah lama sekali diajarkan di sekolahku dulu, romantic but..pathetic" kulihat air mukanya sedikit berubah muram ketika menyebut kata terakhir.

Bahasa Indonesianya cukup lancar, ujar hatiku.

"Kamu bisa bahasa Indonesia? Wow...I thought you couldn't -just forget it", seruku seraya tersenyum tak melanjutkan kata-kataku. Keburukanku adalah tidak bisa menyembunyikan rasa kalau memang sedang senang. Sampai terkadang itu menjadi hal yang aneh untuk ku sendiri.

"Ya, aku pernah belajar itu", lanjutnya tersenyum simpul. Aku lihat Christopher  mengambil sesuatu di tasnya yang kemudian dia letakan di atas meja. Sebuah buku dengan cover yang sangat tebal dan berwana biru tua.

" I'm sorry, I didn't attend the class last week because of my personal reason" lanjutnya .

"Don't...just don't say sorry to me", ujarku mencoba tersenyum aneh. Kenapa dia harus bilang maaf padaku kalau dia tidak datang ke  kelas minggu lalu.

 "Apa yang sedang kau baca, Nina?", tanyanya sambil mencoba mendongak ke arah tumpukan buku-buku yang sedang aku baca.

 "Oh ini tugas dari Professor kita. Mr.Sparrow", jawabku.

 " Buku apa itu ?" selidikku sambil menunjuk buku yang dikeluarkan Chris.

 "Oh, ini salah satu buku kuno, aku rasa usia buku ini sudah seabad lebih", ujarnya sambil memperlihatkannya padaku.

 "Jadi, sudah berapa lama kamu tinggal di sini Chris.. di Indonesia?", tanyaku penasaran. Tidak terlalu tertarik pada buku yang ditunjukan oleh Chris.

 "Beberapa bulan yang lalu. Ayah dan ibuku adalah Arkeolog, mereka banyak melakukan traveling dari satu negara ke negara lain dan sekarang, aku di sini, di depanmu Nina", jawabnya sambil menyeringai, terlihat Gigi putihnya berbaris rapih.

 "Apakah tidak sulit untukmu beradaptasi dengan tempat baru Chris?" tanyaku semakin penasaran, dia tersenyum.

 "Mmm.." dia bergumama sebentar memikirkan jawabannya. Kulihat senyumnya menyungging disela-sela bibir tipisnya memamerkan lesung pipitnya.

 "Well I'm getting used to it. Itu adalah bagian tugas dari ayah ibuku. Menemukan beberapa artefak untuk diteliti, mencoba menghubungkan dunia sekarang dengan  peradaban di masa lalu dan banyak hal lagi yang akan dilakukan.  Menjadi seoarang Arkeolog harus siap dengan kehidupan yang tidak menetap", ujar Chris. Tatapannya semakin lekat menatapku, aku coba untuk menerka apa maksud dari tatapannya itu bagiku.

 "I get to go Nina, see you arround", ujarnya tergesa-gesa, pergi begitu saja meninggalkanku yang belum sempat mengeluarkan satu katapun.

 "Oh Gosh...ada apa dengan orang ini? selalu terburu-buru, belum sempat juga aku tanyakan dia mengambil jurusan apa disini", gumamku kesal, seketika mataku tertuju pada buku yang tergeletak di meja.

 "Perfect ! sekarang dia meninggalkan bukunya disini", gerutuku sambil mengambil buku tersebut dari ujung meja.

Kuamati cover depan buku tersebut, buku ini aneh, belum pernah aku lihat buku setipis ini tapi memiliki cover yang tebal dengan banyak lambang-lambang astrologi yang mengelilingi depannya. 

Aku membalik-balik buku tersebut, depan belakang barangkali aku menemukan penerbit dan siapa penulisnya, namun nihil, buku itu sepertinya tidak diproduksi masal. Tidak ada tahun terbitnya, sama sekali tidak ada keterangan terkait buku itu, benar-benar polos. Aku semakin penasaran dengan buku tersebut, cover depannya kasar di permukaan, gambarnya timbul seperti relief, dan ada lubang ditengahnya, mirip lubang kunci, namun tidak ada anak kuncinya. " buku macam apa ini?' gumamku.

Dengan sekejap, aku tidak menyadari apa yang terjadi padaku, semuanya menjadi gelap, kepalaku pusing, kupingku berdenging sakit. Entah untuk berapa lama aku dalam situasi seperti ini. Terdengar suara samar-samar memanggil namaku namun entah dari mana asalnya, yang jelas aku mendengar sayup orang-orang memanggil namaku, ya mereka meneriakan namaku. Aku tidak bisa begitu jelas melihat apa yang tengah terjadi di sekelilingku , bau menyengat bensin merangsuk masuk memenuhi hidung hingga tenggorokanku membuatku duduk terbatuk.

Kucium bau amis mengalir dari dahiku ' darah', bisik ku. Aku berdarah? aku semakin terkejut ketika melihat bangunan disekelilingku hancur tak berbentuk berselimut asap pekat sehingga sulit untukku melihat dengan jelas, hening. Waktu kurasakan lambat berputar.

Semenit lalu sepertinya aku sedang di perpustakaan memandangi sebuah buku yang entah namanya apa buku itu. Belum sempat aku menerka apa yang sedang terjadi dan bagaimana ini terjadi? tiba-tiba  tangan-tangan kuat mencengkramku erat dan  memapah tubuh ini keluar.

" Siapa namamu ?" tanya salah satu dari mereka, setengah berteriak berlomba dengan suara gemuruh yang entah  datang dari mana. 

 "Eeh..Nina", jawabku linglung. 

"Oke Nina..tenang!!, semuanya akan baik-baik saja . Kau selamat!!", ujar orang itu, aku tidak bisa melihat muka-muka orang yang memapahku. Yang jelas mereka bukan regu penyelamat atau pemadam kebakaran namun lebih mirip orang-orang yang berpakaian seperti tentara.  

Aku melihat cahaya di depan sana yang menyilaukan mata, kemudian hitam pekat dan sunyi.

Entah untuk berapa lama aku tertidur atau tidak sadarkan diri, terbangun di ruangan yang asing bagiku. Aku menatap langit-langit putih. Aku mencoba bangun dan terduduk di tempat tidur, merasakan sakit di kepalaku yang tak kunjung hilang juga. Bau bensin masih terasa mencekik tenggorokanku. Aku melihat sekeliling ruangan itu seperti bangsal rumah sakit, semua dekorasinya serba putih bersih, namun tidak ada pemanis apapun bunga atau gorden cantik, semua serba putih.

Aku sedang berada di mana? tempat apa ini? Apa aku telah mati? pikirku.

Tidak! apa yang sedang kupikirkan?apakah ini perang ? kerusuhan?

Terdengar langkah-langkah kaki mulai memasuki ruangan dimana aku berada, buru-buru aku rebahkan posisi tubuhku seperti semula seolah tengah tertidur. Kudengar orang-orang itu berdiri di sekelilingku.

"Bagaimana keadaannya?" terdengar suara seperti seorang wanita paruh baya bertanya, kurasakan ada yang menepuk-nepuk pipiku, aku masih terpejam " Serum CX3 itu masih bekerja di tubuhnya ", ujar suara seorang laki-laki.

 "Bawa dia ke Odor", terdengar suara wanita itu melanjutkan.

 "Biar aku yang mengurus dia, Tuanku", suaranya terdengar dekat di sisi tempat tidurku.

 "Oke, pastikan dia aman. Karena dia sangat berharga". Ujarnya.

Mataku sangat ingin mengintip siapa saja mereka, namun rasa takutku lebih besar, lebih baik aku tunggu sampai mereka pergi. Tapi, mau dibawa kemana aku ini? Odor? Tempat apa itu? 

Langkah kaki itu satu persatu mulai perlahan pergi, tiba-tiba kudengar suara seseorang berbisik. 

"Nina Wake up....wake up Nina!", orang itu menepuk-nepuk pipiku, jelas dia mengenalku, dia tahu namaku, perlahan aku membuka mataku dan sekali lagi aku terperanjat melihat orang yang tengah membungkuk di hadapan muka ku.

 "Chris?!!" jawabku terpekik.

 "Ssttt...calm down, we're gonna be killed if you make some noises", suruhnya.

 Aku menurut begitu saja, " what are you doing here?! and where am I?! ", seruku masih terkejut dengan kemunculan Chris di hadapanku. Aku mencoba mencabut selang yang menancap di tanganku.  "Outch" ringisku, darah segar menetes dari selang yang aku cabut. Chris mengambil tisu dan menekan tanganku untuk menghentikan darah yang keluar.

sementara itu, aku masih terus mencecarnya dengan berbagai pertanyaan,

"Kau tidak bisa menjelaskannya juga kan? !", ujarku mendengus kesal.

Chris tertunduk sejenak di depanku, mencoba mengambil nafas sejenak berusah tenang.

 " I'll explain it later. Now , I need your help. Kita harus pergi dari tempat ini sekarang juga Nina!", bisiknya meyakinkanku.

 " Where ? to Odor?" tanyaku penasaran.

 "No, somewhere else". tukas Chris cepat.

Lantas Chris menyeret kursi roda ke arahku dan membantu mendudukanku di alat itu, kepalaku masih terasa pening,

 "My backpack please" ujarku sambil menunjuk ransel hitam yang tergeletak di samping meja tempat tidur.

Chris membawaku menyelasari lorong-lorong ruangan itu dengan kursi roda, nampak seperti sebuah laboratorium besar, namun desainnya memang bukan desain yang pernah aku lihat. Penuh dengan lapisan besi, baja dan platinum yang sering aku lihat di film-film futuristik alien monster yang tidak masuk akal itu. Di kiri dan kanan di dalam ruangan yang nampak seperti meja operasi itu aku lihat banyak orang-orang sepantaranku terbaring namun tak bergerak, tertidur dengan banyak selang-selang yang menempel di badan mereka.

 " don't look!", sergah Chris.

Kami sampai di salah satu pintu keluar bangunan itu. Chris, Menempelkan barcode di kartu yang dia pegang ke mesin yang ada di samping pintu itu dan menekan tombol angka-angkanya dan dengan sekejap  pintu itu terbuka. Belum sempat kami melangkah, seseorang berperawakan besar lengkap dengan senjata laras panjang menghadang kami.

 "Where'd you take this girl ?!" Gertaknya.

"To Odor", ujar Chris bersikap tenang berusaha meyakinkan petugas.

Tiba-tiba terdengar bunyi sirine dan penjaga berperawakan besar itu berbicara dengan seseorang melalui handy-talky. Dengan sigap Chris merebut senjata dari petugas itu dan menodongakan moncongnya ke arah penjaga , dengan gemetaran aku mencoba bangun dari kursi roda dan menepi menggapai tombol merah di samping pintu otomatis itu dan terbuka. 

"get in, GET IN!", hardik Chris mengancam penjaga besar itu dengan senjata laras panjang dan menyuruhnya masuk ke dalam pintu akses keluar tadi, penjaga itu menurutinya. Chris menekan tombol merah, pintu tertutup , dan dengan senjata yang direbutnya tadi dia memukul-mukulkannya ke tombol pintu itu hingga mengeluarkan percikan api dan hancur. Lantas Chris mengambil ranselku yang terjatuh dan berlari ke arahku.

 "Can you run?", tanyanya.

 Aku mengangguk. Masih sambil gemetaran, aku berlari dibelakang Christopher, entah kekuatan dari mana aku bisa berlari sekencang ini, rasa takut bercampur dengan rasa penasaran terus berputar di otakku.

Bunyi sirine masih terdengar jelas di lorong-lorong panjang yang kami lewati, langkah kami terhenti ketika mendengar suara derap kaki berlari ke arah kami. Seketika itu aku melihat pintu di lorong sebelah kanan jaraknya hanya beberapa meter dari tempat kami berdiri.

 "Chris!! that door! ", ujarku sambil menunjuk pintu itu.

 "Brilliant!", kami berlari ke arah pintu itu, Chris mencoba membuka gagang pintu besinya.

 "Shit!! it's locked!" maki Chris,

 "Apa yang harus kita lakukan?" tanyaku panik mendengar derap langkah-langkah itu semakin dekat.

 Chris mencoba mencari-cari sesuatu di pintu itu, kemudian dia mundur dan mencoba mendobraknya, gagal, kemudian sekali lagi dia mendobraknya lebih keras, "brakkk!!!" pintu terbuka. Kami menuruni anak tangga mengarah ke lantai bawah.

 Derap langkah semakin mendekat dan sepertinya mereka telah menemukan kami, mereka mulai berteriak-teriak 'go go go, we find them, go!' terdengar salah satu dari mereka dari kejauhan, sementara kami terus menuruni anak-anak tangga dengan secepat yang kami bisa, sampai kami tiba di lantai paling dasar, lagi-lagi lorong yang kami temui, lebih besar dan hanya beberapa saja lampu neon yang menyala.

 "Come on Nina!!", ujar Chris " keep moving!!", lanjutnya, kami terus berlari dan berlari menyusuri lorong. 

"Hold on a second!'' tiba-tiba Chris menghentikan larinya setelah beberapa meter, aku lihat dia mencoba membuka tutup lubang dari besi, dia putar tuasnya ke kiri dan berhasil, kami buru-buru masuk dan menutupnya kembali serta menguncinya. Sementara aku mendengar suara-suara ribut di luaran dan kaki-kaki yang berlari berhenti di lubang tempat kami berada. Kami berdua saling menatap tegang, rasa takut menyergapku, takut para penjaga itu menemukan kami. Chris mengisyaratkanku untuk diam dan tenang dengan tangannya, kemudian terdengar langkah-langkah itu menjauh dan menghilang.

 "kau duluan", ujarnya, aku menurut, mulai membungkuk masuk ke dalam lubang  yang besarnya hanya pas dengan badan, lubangnya nampak seperti lubang ventilasi udara, Chris menyusul dibelakangku. Aku mulai merangkak masuk lebih  dalam lagi menyusuri ventilasi tersebut, pengap dan lembab.

 "Apakah kau yakin ini jalan keluarnya?" tanyaku sambil terus merangkak.

 "Tdak ada salahnya untuk mencoba", ujarnya di belakangku.

Kembali kulangkahkan lututku di ruang yang sempit itu, keringat bercucuran memenuhi dahi hingga pelipisku, kudengar gemericik air jauh di depan sana, dan secercah cahaya yang menyembul mengintip dari lubang angin diujung sana. Aku rasa Chris benar, ini jalan keluarnya, semakin cepat aku mendekati sumber cahaya itu. Semakin lama suara air itu semakin kencang, suara gemericik air berubah menjadi suara gemuruh. Kami tiba di ujung ruangan itu dan ada pintu dari besi namun nampaknya tidak sekokoh seperti di pintu akses sebelumnya. 

Chris maju merangkak ke arah pintu, mencoba untuk mendorong gagang pintu itu kuat-kuat. Terlihat otot bisepnya menyembul di kedua bahunya. Wow Ok, Nina fokus. Ujar hatiku .Aku bergegas ikut membantunya juga, mendorong sekuat tenaga dan perlahan baut yang menancap di lubang pintu itu lepas satu persatu dan pintu itu terbuka, jatuh terhempas cepat ke bawah hingga hilang di derasnya air terjun yang terus mengalir jauh mengikuti aliran sungai. "Now what?!" tanyaku lebih kepada diri sendiri memandangi kengerian dan sensasi kalau saja aku harus terjun dan jatuh dari ketinggian sekitar tiga meter lebih ini. Ini sama saja dengan bunuh diri, pikirku.

"Can you swim? " tanya Chris

  "Ya., but I'm not a good swimmer", jawabku sambil menatapnya menyelediki.

" Tunggu, maksudmu kita tidak harus loncat dari sini kan..?" tanyaku sambil menunjuk ke arah bawah berharap itu tidak benar-benar terjadi.

Chris mengangguk. "Oke, itu tandanya berarti kita harus loncat dari sini", jawabku masih menatap ngeri dari ketinggian di mana aku berdiri saat ini.

" Is there any other way? plan B or C ?" tanyaku mulai panik mengharapkan masih ada opsi lain selain mengharuskanku melompat.

 "Do you have any of them? because I don't", jawab Chris sambil bersiap-siap untuk melompat.

 "Www..wait!" sergahku "I'm going with you, but you owe me one thing..the explanation", tukasku.

 Chris mengangguk, tatapannya berusaha meyakinkanku.

"Trust me", ujar Chris seraya mengenggam tanganku bersiap melompat.  

"On the count of three, we jump" ujarnya berlomba dengan suara air.

 "One..two..", aku menarik nafas panjang ketakutan menyergapku sangat.

 " Jump!!" aba-abanya. 

 Kami melompat masuk ke derasnya air terjun itu, aku bisa merasakan tubuhku sejenak bebas melayang ke udara, kemudian meluncur ke bawah, cepat menyatu dengan derasnya air terjun dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap seketika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun