"Pelayanannya nomor wahid untuk sekelas newcomer," lelaki paruh baya itu memperlihatkan sebuah foto dari smartphone-nya.
"Oh ya? Bening juga. Boleh dong ikut nyicip?" Lelaki satunya picingkan mata. Sok menyimak. Terlihat jakunnya bergerak-gerak. Bergelombang otomatis. Menelan air liur.
"Nih nomornya, simpan. Nanti hubungi sendiri saja."
"Ok. Thanks ya. Minggu depan saya jadwalkan ada kunjungan ke luar kota. Kalau bisa ke luar negeri sekalian. Penasaran. Hahaha..."
***
"Tas kulitnya bagus, Jeng. Paris punya yah? Pasti mahal..." Kuning langsat jari-jari lentik berhias tiga kilau cincin berlian itu menyentuh sebuah tas milik rekan kerjanya.
"Oh, kemarin nitip anak yang lagi liburan ke London. Murah, nggak sampai lima ratus..." Rekan kerjanya itu melirik sebentar sambil tersenyum lalu merapikan tatanan rambutnya.
"Aku juga kemarin nitip sepatu ke adikku dapetnya murah. Nggak sampai seratus..." Tidak mau kalah dan tetap berusaha "rendah hati", wanita bergincu merah bata itu menimpali.
"Wah, lumayan yah. Nanti kapan-kapan kita shopping bareng...ssst, mungkin kalau proyek yang itu goal..."
"Hihihi, siap, Jeng. Diatur saja waktunya." Sebelah matanya berkedip lambat. Berat oleh maskara hitam yang menggumpal di ujung bulu matanya.
"Ayo, Jeng, rapatnya sudah mau mulai." Dua pasang sepatu dengan hak runcing setinggi dua belas senti tergesa-gesa saling berkejaran. Samar-samar seperti suara sepatu kuda yang ingin berlari.