Satu tahun pertama di SMP, Misy terlihat baik-baik saja. Akan tetapi saat masuk tahun kedua, Lereen mulai menyadari sesuatu hal yang tak lazim pada anaknya. Misy sering kali terlihat cemas, khawatir, bahkan sampai menangis tanpa sebab. Lereen mulai mengamati gerak-gerik Misy selama 1 minggu. Tetapi tak ada perubahan, malah sang anak bisa nangis histeris sampai ketakutan. Tak ada cara lain, Lereen harus segera membawa anaknya itu ke Psikolog.
Benar saja, Misy mengalami gangguan mental. Hati ibunya hancur dan tak kuasa menahan air matanya. Psikolog bilang, Misy mempunyai gangguan kecemasan yang tak biasa. Bahkan jika Lereen telat membawanya ke psikolog, sang anak bisa saja mempunyai niat untuk mengakhiri hidupnya. Mendengar hal itu, Lereen tidak ada niat sama sekali langsung untuk mengabari suaminya, karena ia takut malah sang anak akan dimarahi bahkan disabet memakai sabuk khasnya. Lareen ingin sang suami mengetahui keadaan sang anak yang baik-baik saja.
Karena penyakit gangguan mental ini, Misy mulai berobat jalan dengan psikolog itu. Proses penyembuhan menggangu aktivitas Misy di sekolah. Akhirnya sang ibu mengambil keputusan untuk melakukan home schooling demi mental sang anak. Keputusan Lereen membuat Misy makin menjadi anak yang tak gampang bersosialisasi dan sukar untuk mendapatkan teman.
Sudah berjalan sekitar 1 tahun proses penyembuhan itu, Lereen senang melihat putri tercintanya sudah mulai bisa mengontrol emosinya itu. Akan tetapi, ia harus mengamati perubahan sang anak hingga sembuh total. Karena ia sadar, sang anak seperti ini karena kekurangan perhatian darinya. Akhirnya Misy lulus SMP dan hubungannya dengan Lereen pun sudah semakin membaik.
Hari libur pun datang, Leeren meminta sang suami untuk pulang ke Bandung karena sudah 3 tahun lebih tidak bertemu.
"Mas pulang ya, ada hal penting yang ingin kuceritakan." Kata Lereen.
"Iya, besok persiapan pulang." Saut suaminya.
Selang beberapa hari, Baresta pun sampai dirumah. Lareen langsung menceritakan keadaan anaknya 1 tahun kebelakang ini. Tanpa berpikir panjang, Baresta langsung memarahi sang istri karena ia menganggap istrinya tak benar mengajari anaknya. Dan Baresta langsung menghampiri Misy, diikuti oleh istrinya.
"Misythania Caroline Hylavia, apa yang terjadi padamu sebenarnya?" Tanya Sang ayah dengan nada yang sedikit tinggi.
"Hah? Ayah? Kapan pulang? Aku gapapa kok yah." Jawab Misy.
"Apa salah ibumu hingga kau memiliki gangguan mental?" Tanya Baresta dengan muka yang memerah dan posisi siap memukul Misy.