Mohon tunggu...
Putri Dewi
Putri Dewi Mohon Tunggu... Seniman - Pengajar, Penari dan penulis puisi

Menulis adalah jiwa yang berkembang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Misteri Lukisan Gandhok

17 Juni 2020   00:06 Diperbarui: 16 Juni 2020   23:55 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tletakkk...!

Kembali aku disadarkan dengan bunyi dari ruang belakangku. Dahiku berkerut dan mataku yang terkantuk-kantuk oleh suasana sedikit terbelalak. Aku tidak tahu ruang apa. Dan Pak Yatno tidak memberi tahu juga. Aroma sedap malam kembali hadir semakin tajam. Seolah ke luar dari sela-sela pintu ruang itu. Aku menoleh ke arah pintu dan sela pintu. Ruangan yang sering orang bilang bernama gandhok.

Intuisi memimpinku membuka sedikit, membingkai celah kecil untuk mengintip. Dan rupanya tidak dikunci. Membuat niatku semakin liar. Celah kubuka semakin lebar. Remang-remang lentera kutangkap berwarna oranye dengan pilar-pilar kayu kokoh di dalam. Semerbak sedap malam semakin pekat dan mengusik kalbuku. Beranjak perlahan memasuki ruangan. Berjalan hanya lima langkah, lalu kudapati lukisan berbingkai cukup besar. Dengan panjang hampir dua meter, dan lebar yang lebih sempit dari panjangnya. Ah.... aku tidak paham soal ukuran bingkai lukisan.

Maha karya luar biasa. Lukisan wanita terpampang jelas. Detail yang mendekati asli. Hmmm... Siapa wanita ini. Sanggul dengan kebaya putih, jarik parang garuda dengan wiru rapi. Giwang mutiara terlingkari kristal, yang senada dengan cincinnya. Senyum elegan dari bibir yang sedikit tebal. Wah... Wajah wanita tempo dulu. Lukisan ini masih segar. Seperti baru saja habis dilukis.

"Jangan pandang lukisan itu lama-lama !"

Suara berat, serak, keras dan galak. Mengagetkan sekaligus menakutkan. Aku menoleh ke belakang, dan kudapati seorang lelaki tua berbadan agak besar, tinggi dan tatapannya galak. Suaranya menggelegar mengingatkan akan kelancanganku.

"Maaf, Pak." Gemetar suaraku dan tanpa banyak kata, aku segera ke luar dari ruangan dengan agak berlari.

*

Kegiatan seni tari dan gamelan berjalan cukup baik pada minggu yang cerah. Mengagumkan sekali antusias anak-anak sanggar wayang dalam menggali potensi.

"Nanti, seminggu akan ada empat kali kegiatan, Pak. Seni tari dan gamelan hari minggu. Membatik saya rencanakan hari kamis. Untuk melukis masih dicarikan hari sama teman-teman, Pak." Jelasku pada Pak Yatno.

"Bagus. Nanti kalau berkembang, lestarikan mocopatan, ya." Usulnya yang luar biasa. Yang kusikapi dengan positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun