Bruuuukkk...!
Suara sepedaku menabrak pot kembang sedap malam di depan rumah. Antusias diri menemukan jawaban dari pertanyaan beberapa bulan ini. Membuat diriku terlalu girang.
"Sarapan dulu, Nduk." Cegah Ibuku melihatku akan meluncur pagi ini.
"Teman-teman udah nunggu, Bu. Aku mau ngasih kepastian cepat-cepat sama mereka. Aku udah dapat tempat buat ekspresinya sanggar anak wayang!."
"Eeeee, ya wis, Nduk. Hati-hati aja, ya."
Segera kuluncurkan sepeda balapku menuju rumah Cahya. Rekan berkesenian yang ikut memikirkan nasib anak-anak sanggar. Begitu sewa lokasi kesenian tak diperpanjang secara tiba-tiba. Di rumah Cahya ini anak-anak berkumpul.Â
Karena halaman dan teras rumahnya cukup luas menampung ekspresi jiwa para insan muda. Anak-anak masih begitu antusias dengan segala keterbatasan. Lega, bahagia, bercampur haru kala melihat mereka nampak cerah ceria.
"Cahya, aku nggak bisa omong apa-apa ini. Di rumahmu aja mereka udah kumpul meriah banget." Kataku haru pada Cahya.
"Ya. Tapi kalau semua datang, nggak cukup di sini, Mir. Kamu udah dapat tempat lain kan?." Tanya Cahya.
"Ya. Hufff... Berminggu-minggu cari lokasi. Baru dapat kemarin. Langsung aku temui pemiliknya. Dan... langsung boleh!. Betul-betul rejekinya anak-anak." Jelasku padanya.
"Hebat kamu, Mir. Akhirnya mereka bisa berkreasi lagi. Jadi di pendopo anyar milik Pak Agus?."