"Kamu masih bingung ya?"
Aku mengangguk.
"Pantesan ya Bun, kalau kita ajak ke pantai dia lebih senang mengubur kedua kakinya kemudian menggoyang-goyangkan, persis seekor ular," ujar mas Pram.
Aku bergidik.
"O iya Mas aku juga ingat. Selama ini aku tak pernah bisa mencubit paha Sinta, rupanya yang kucubit badan yang ditumbuhi sisik. Astaghfirullah," kataku menyambung perkataan mas Pram.
Kemudian kami pun mengingat-ingat kejadian aneh yang pernah kami alami bersama Sinta.
Salah satunya adalah kebisaan Sinta mengobati aku, ayah dan adiknya bila sedang sakit.
"Sini Yah, Sinta urut badannya biar Ayah tak izin lagi dalam bekerja," ujar Sinta suatu hari.
Ajaib, mas Pram langsung sehat setelah diurut sama Sinta. Kejadian ini pun terjadi padaku dan adiknya yang menderita sakit panas. Dengan sentuhan tangannya, Sinta bisa mengusir panas dan menjadikan aku dan adiknya sehat dengan cepat.Â
"Bun, pantesan orang-orang selalu bilang kalau Sinta itu sangat cantik, ayu dan anggun. Enggak taunya ...."
Kulihat mas Pram menghela napas berat, tak melanjutkan ucapannya. Begitu pun dengan diriku. Berat rasanya menerima kenyataan ini. Apa salah kami? Kenapa anak kami yang dipilih untuk dipinjam raganya?