"Waaaahhh ... Bentar lagi harus ke ruang perpustakaan", gumam Bulan sambil melipat sajadah tipis dari kain batik dan memasukkannya ke dalam tas. Bulan yang bergamis dan berjilbab panjang, tak memerlukan mukena saat shalat. Dia hanya perlu memakai kaos kaki agar aurat lengkap tertutup.
Langkahnya panjang dan sedikit berlari kecil, menuju perpustakaan dan mencari seseorang di sudut Selatan. Hari tampak sedang membaca sebuah buku. Tapi Bulan yakin tidak ada satupun huruf yang dibaca. Karena matanya malah melihat ke atas, menerawang, tampak gundah.
Bulan mendekat dan menggeser kursi di depan Hari. Senyum getir dari bibir Hari jelas menunjukkan rasa tidak bahagia. Apa daya memang tak bisa mengingkari hati. Kali ini Hari yakin akan mendapat jawaban "Ya" dari Bulan. Tapi mengapa sedih ?
"Hai ... ", sapa Bulan.
"Hhhmmm ... Eeehhh ... Hai ... ", gugup Hari menjawab.
"Boleh Aku jawab sekarang ? Tapi mohon tidak memintaku memberikan alasannya", Bulan mendahului percakapan.
Hari memandang wajah Bulan. Ada guratan sedih juga walau berusaha tersenyum manis.
"Ya, Hari ... Aku pilih keputusan menjawab ya untuk pertanyaanmu kemarin," ujar Bulan dengan sedikit bergetar.
Lenggang ... Langit-langit, dinding, rak tinggi, buku-buku, lantai, jendela kaca semua menjadi saksi.Â
...
Bulan pamit. Meninggalkan Hari yang masih terpekur di ruang perpustakaan.