Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Menyimak Pameran "Dari Ngak Ngik Ngok ke Dheg Dheg Plas"

5 Oktober 2023   18:23 Diperbarui: 7 Oktober 2023   14:44 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pameran yang diadakan oleh Irama Nusantara ini mengenalkan sejarah musik Indonesia dari para kemerdekaan hingga tahun 60-an (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 

Musik tanah air itu seperti apa gerangan perkembangannya? 

Apakah musik Indonesia sudah ada sebelum zaman Indonesia merdeka? 

Jika Kompasianer penasaran tentang ragam musik nusantara terutama musik populer tahun 1960-an, kalian bisa menyambangi Museum Kebangkitan Nasional. Pasalnya, pameran perkembangan musik yang bertajuk Dari Ngak Ngik Ngok Ke Dheg Dheg Plas bisa dinikmati hingga 15 Oktober ini. 

Pada Minggu siang Museum Kebangkitan Nasional tidak begitu ramai. Aku menyesal datang sudah lewat pukul dua siang sehingga sudah tidak diperkenankan masuk ke ruang audio visual untuk menikmati tayangan film Cheque AA yang dirilis tahun 1966. 

Penayangan film-film tahun 1960-an pilihan ini merupakan bagian dari pameran musik yang diadakan Irama Nusantara, karena musik beririsan dengan program budaya lainnya seperti film. 

Akhirnya aku berjalan menuju ruangan berikutnya. Pengunjung langsung disambut dengan instalasi dengan kanan kiri yang seperti lorong waktu. Selamat datang di musik Indonesia. 

Rupanya pada masa sebelum Indonesia merdeka, musisi Indonesia sudah dikenal talentanya. Pada Mei 1903 musik keroncong yang dibawakan musisi stambul asal Semarang direkam di Singapura oleh Fred Gaisberg dari The Gramopohone & Typewriter Ltd. Dua tahun kemudian berdiri label rekaman lokal bernama Tio Tek Hong yang kemudian hari akan menjadi label rekaman yang besar. 

Pada tahun 1920-an, sama seperti kondisi industri musik belakangan ini, muncul tren penyanyi pop perempuan. Nama-nama Miss Tjitjih, Mis Dja, dan Miss Riboet tak terbendung popularitasnya. 

Miss Riboet sampai dikenal se-Asia Tenggara dan Sandiwara Sunda Miss Tjitjih juga begitu terkenal di mana sekarang gedungnya dipindahkan dari Angke ke Cempaka Baru. Gedung ini masih ada hingga sekarang. 

Miss Riboet dulu primadona Sandiwara Orion (sumber gambar: indonesiancinematheque.blogspot.com) 
Miss Riboet dulu primadona Sandiwara Orion (sumber gambar: indonesiancinematheque.blogspot.com) 

Pada tahun 1925 muncul radio swasta pertama dan tahun 1927 lagu Indonesia Raya kali pertama direkam dalam versi keroncong. Sayangnya lagu Indonesia Raya yang akan disebarkan oleh label Yo Kim Tjan ini kemudian diboikot oleh pemerintah Hindia Belanda. 

Hal menarik lainnya pada masa pra kemerdekaan adalah peristiwa tahun 1936. Pada masa itu Said Abdullah Bamazham, penyanyi asal Surabaya keturunan Arab merilis lagu nasionalis Berani Kerna Benar. Lagu ini diboikot pada masa pemerintah Hindia Belanda, rekamannya dihancurkan. 

Selanjutnya pada September 1945, radio komersial Hindia Belanda bernama NIROM dinasionalisasi menjadi RRI seperti yang sekarang kita kenal. 

Nah, setelah Indonesia merdeka, perkembangan musik Indonesia semakin menarik dicermati. 

Dokumentasi buletin yang dirilis oleh NIROM awal dari RRI (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 
Dokumentasi buletin yang dirilis oleh NIROM awal dari RRI (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 

Pada tahun 1951 atau setelah enam tahun RRI berdiri, muncullah Sayembara Bintang Radio yang diikuti berbagai penyanyi dari berbagai kota. Ajang ini masih diadakan hingga sekarang. 

Penyanyi beken jebolan Bintang Radio di antaranya Titiek Puspa, Bung Slamet, dan Waldjinah. Pada tahun yang sama lahirlah Irama Records yang dua tahun kemudian berhasil mencetak piringan hitam secara mandiri. 

Sebelum memasuki era berikutnya, pengunjung disuguhi musik yang bisa didengar melalui headset. Juga dipamerkan dokumentasi foto dan buletin jaman dulu yang menampilkan profil dan kegiatan musisi era tersebut. 

Aku mencoba mendengar lewat headset tersebut dan kagum dengan iringan musik juga kualitas rekamannya yang masih cukup bagus dan jelas. 

Ada headset untuk mendengar lagu-lagu yang dipamerkan (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 
Ada headset untuk mendengar lagu-lagu yang dipamerkan (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 

Oh iya pada masa tahun 1950-an Indonesia mulai dilanda demam musik rock n' roll dan musik mancanegara. Lagu-lagu Elvis Presley, Paul Anka, B.B King, The Everly Brothers, James Brown, Nat Cole, dan Frank Sinatra juga digandrungi masyarakat Indonesia saat itu. 

Pada tahun 1956 juga dirilis film musikal Hollywood yang juga tayang di Indonesia, Rock Around the Clock dan Rock, Rock, Rock!

Melihat pengaruh musik manca yang masif maka pada tahun 1955 hadir perusahaan rekaman milik negara bernama Lokananta. Selanjutnya pada 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno menunjukkan keprihatinan akan lebih condongnya warga Indonesia akan musik mancanegara dengan pidato kenegaraan Penemuan Kembali Revolusi Kita. 

... "Kenapa di kalangan engkau banyak yang rock n' roll -rock n' rollan, dansi-dansian ala cha-cha-cha, musik-musikan ala ngak-ngik-ngek gila-gilaan dan lain-lain sebagainya?"

Isi pidato ini sangat penting karena menjadi landasan pembentukan Manifesto Politik USDEK, Manifesto kebudayaan yang berpengaruh ke perkembangan musik populer saat itu. Sejak itu muncul istilah musik dibimbing oleh negara. 

Larangan yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk menjauhkan musik manca (Dokumentasi pribadi) 
Larangan yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk menjauhkan musik manca (Dokumentasi pribadi) 

Yang pertama diatur adalah nama musisi atau band, tidak boleh yang kebarat-baratan. Jack Lemmers menjadi Jack Lesmana dan The Rhythm menjadi Puspa Nada, misalnya. 

Berikutnya RRI bertugas menjaga moral dengan hanya memutar musik yang sehat, berkepribadian, dan membangun. Lagu-lagu yang berpengaruh buruk juga dilarang, seperti musik yang menimbulkan perasaan liar tak terkendali, lagu seperti orang menangis atau berteriak, musik yang terlalu menyimpang dari aslinya, dan lagu anak yang bertentangan dengan alam kehidupan anak. 

Para musisi tak kekurangan akal. Beberapa di antaranya mengubah lagu-lagu tradisional dengan musik populer saat itu seperti Padang Bulan dan Lagu Gumarang. 

Pesan-pesan masyarakat juga mulai disusupkan ke syair lagu. Oleh karena pada tahun 60-an mulai terjadi krisis pangan, maka kemudian dianjurkan hidup sederhana seperti lagu Tahu Tempe yang dibawakan Oslan Husein. 

Ada juga lagu-lagu bertema makanan khas Indonesia yang direkam Irama Records dengan irama rumba. Lagu makanan bisa dinikmati dari album Alwi & Oslan, seperti Bakmi Pangsit, Sate Ayam, Kue Pancong, dan Bandrek Bajigur. 

Karena pengaruh yang kuat dari pemerintah, maka lagu dan musisi pun menjadi bagian misi kebudayaan. Kumpulan lagu daerah menjadi suvenir Asian Games tahun 1962 juga ada Misi Kesenian Trikora. Irama lenso yang ceria kemudian dijadikan tandingan musik barat. 

Pada tahun 1960-an meski budaya barat dilarang, tapi terjadi kesimpangsiuran. Lagu jazz masih sering diputar hanya nama genrenya tak disebut. Ada band yang menggunakan Irama cha cha cha tapi tak dilarang. Tapi nasib malang dialami Koes bersaudara. 

Mereka ditangkap karena membawakan lagu The Beatles saat manggung di sebuah undangan. Lilis Suryani diminta turun panggung ketika membawakan lagu yang dinilai "gila-gilaan". 

Lilis Suryani mengalami peristiwa tidak enak karena lagunya dianggap ala kebaratan (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 
Lilis Suryani mengalami peristiwa tidak enak karena lagunya dianggap ala kebaratan (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 

Lantas bagaimana dengan orde Baru? 

Pada masa Orba, kalangan TNI dan perusahaan plat merah mulai banyak membidani band. Band yang dekat dengan TNI misalnya The Blue Diamonds dan Varia Nada Surabaya. Sedangkan band plat merah di antaranya Dharma Putra dan Lloyd. 

Berbeda dengan Orla yang melarang musik barat, Orba memperbolehkan dengan alasan untuk menentang praktik komunis. Nama band dengan istilah asing kembali diperbolehkan. Irama blues dan jazz juga diperbolehkan. 

Nama Dara Puspita dan Indonesian All Star yang digawangi Jack Lesmana melambung hingga ke mancanegara. Ada banyak penyanyi populer yang muncul tahun 1960-an di antaranya Titiek Puspa, Lilis Suryani, Koes Bersaudara, Alwi & Oslan, Dara Puspita, Marini, dan masih banyak lagi. 

Nah album yang dianggap penutup tahun 1960-an adalah Dheg-Dheg Plas karya Koes Bersaudara. Ini adalah album terakhir Koes Bersaudara atau album perdana band tersebut yang berganti nama menjadi Koes Plus. 

Nomo dan Yok Koeswoyo keluar dan digantikan Murry dan Totok Adji Rachman. Album ini laris manis. Lagu mereka Cintamu Telah Berlalu, Manis dan Sayang, dan Kelelawar menjadi hits. 

Titiek Puspa salah satu penyanyi kondang pada tahun 1960-an (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 
Titiek Puspa salah satu penyanyi kondang pada tahun 1960-an (Sumber gambar: Dokumentasi pribadi) 

Isi pameran ini sungguh bergizi bagi para penikmat musik Indonesia. Ada banyak hal yang menambah wawasanku seputar musik Indonesia. 

Bagian yang paling menyenangkan dari pameran ini adalah pengunjung bisa mendengar musik-musik masa silam dari headset. Aku bisa mendengar lagu Semalam di Malaya karya Orkes Studio Djakarta yang dirilis tahun 1961 oleh label Irama Records, lagu-lagu Titiek Puspa, lagu Marini, tembang Dara Puspita, dan masih banyak lagi. 

Wah kalau dibuat film dokumenter bakal lebih asyik nih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun