Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gerimis dan Klanis

2 Maret 2020   08:28 Diperbarui: 2 Maret 2020   08:27 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Album kaset dulu banyak dicari (sumber gambar: pexels.com)

"Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional". Nada penyiar radio itu bersemangat, seolah-olah ia memberikan dorongan semangat untuk mengalahkan suasana muram yang dibawa oleh hujan di luar. Aku kemudian melonjak, teringat sesuatu. Aku mengetik sesuatu dan kutujukan ke akun media sosial radio tersebut. Aku me-request sebuah lagu.

Lagu itu milik band bernama KLa Project. "Gerimis". Cocok dengan situasi malam ini.

Penyiar yang kuketahui bernama Rahde itu membaca beberapa kiriman permintaan dari media sosial. Aku deg degan. Perasaan ini sama ketika aku melakukannya limabelas tahun silam. Ketika aku me-request sebuah lagu dan kutujukan untukmu.

Antara malu dan gembira. Aku mendengar Rahde membacakan permintaanku. "Ra dari planet Venus meminta lagu 'Gerimis' KLa untuk seorang penghuni Mars yang nampaknya tersesat". Ia nampak geli membacakan kalimat permintaanku. Meski demikian permintaanku ia turuti. Lagu "Gerimis" itu kemudian mengalun.

Kukencangkan volume. Lampu merah masih menghalangi laju kendaraanku. Sudah dua kali lampu merah dan sepertinya aku masih harus menunggu satu kali lagi karena antrian kendaraan yang panjang.

Musim penghujan hadir tanpa pesan
Bawa kenangan lama t'lah menghilang...

Bibirku komat-kamit mengikuti nada Katon Bagaskara. Mataku mulai terasa perih dan kemudian setetes air mata pun membasahi bibirku.

Perpisahan itu tidak enak. Tak pernah enak. Meski lebih dari duapuluh tahun berlalu, aku masih bisa menyesap rasa itu. Lagu ini menguatkan rasa itu. Rasa yang ingin kubiarkan pergi. Menyiksaku dengan halus bertahun-tahun.

Kekasih, Andai saja Kau mengerti
Harusnya kita mampu lewati itu semua
Dan bukan menyerah untuk berpisah

- - -

Lampu merah berganti kuning lalu hijau. Giliranku tiba. Warna lampu itu, perpindahan posisi kendaraanku dan usainya lagu tersebut seperti melambangkan sesuatu. Aku harus melangkah. Aku harus berani kembali membuka hati. Sudahilah kisah masa lalu. Maafkanlah, dan sambut hari baru. Aku juga tak ingin selalu disematkan label perawan tua, bukan?!

- - -

"Suka Kla Project?" Pria dengan kaus bergambar vokalis band Nirvana itu menegurku. Aku menengok ke arahnya dan mengangguk ringan.

Gara-gara ibuku, aku jadi menyukai band satu ini. Ibuku langsung jatuh hati ketika mendengarkan "Yogyakarta". Hampir setiap hari lagu-lagu dari album "The Best KLa" meramaikan rumah. Dari "Tentang Kita", "Anak Dara", "Tak Bisa Ke Lain Hati", "Semoga", dan "Waktu Tersisa".

Ketika mendengarkan tembang "Waktu Tersisa" hatiku meletup. Aku bertanya ke Ibu. "Bu, mengapa mereka harus mengakhiri, bukankah mereka saling mencintai?" Ibu mengelus rambutku dan bercerita bahwa hubungan cinta itu terkadang tak mulus.

Aku yang waktu itu masih belia mengangguk-angguk, tak begitu paham dengan yang disampaikan Ibu.

...Adakah waktu tersisa,
Menjaga kita tetap sejiwa?

Ibu kemudian juga mengoleksi album "Ungu". Album ini membuatku tertegun menyelami cerita yang dibagikan oleh Katon, Lilo, dan Adi. Dari kisah patah hati "Terpuruk Ku Di Sini" dengan saxophone yang menghanyutkan. Berganti dengan kisah cinta yang menggebu dalam "Satu Kayuh Berdua".

Aku kemudian entah kenapa rasanya ingin menangis ketika menyimak "Hidup Di Seputarku".

Kasih t'lah memudar, sekejap
Sana sini seteru
Norma yang merapuh
Karena angkara
Insan saling berlomba
Memperebutkan kuasa...

Kemudian aku terkagum-kagum mendengarkan simfoni "Heidelberg '92". Hanya iringan musik. Tapi ketika mendengarnya hatiku terasa terisi penuh. Aku tak percaya ketika mendapatiku bergerak menari diiringi instrumentalia tersebut.

Apakah aku suka Kla Project? Aku mengangguk. Rasa suka ini ditularkan oleh Ibuku.

Kini aku sedang mencari album kasetnya. Album Ibuku raib entah ke mana. Ibu berpesan kepadaku untuk mencarinya agar koleksinya tetap lengkap.

Kla itu seru, ujarku. (Sumber gambar: beritajowo.com)
Kla itu seru, ujarku. (Sumber gambar: beritajowo.com)
"KLa itu seru. Kamu juga suka?" Aku ragu dengan pertanyaanku karena ia menggunakan kaus Nirvana. Mungkin ia penggemar grunge.

"Wah aku senang bertemu dengan sesama Klanis!" Ia menyebutkan namanya. Kami resmi berkenalan. Dan seperti dugaanku ia memang ke sini sedang mencari album kaset Nirvana. Mudbank yang merupakan album kumpulan lagu terbaik Kurt dkk.

Sejak itu kami sering menelpon. Obrolan kami tak jauh-jauh dari musik. Wawasan musiknya begitu luas, dari lagu Koes Plus, Kantata Takwa, KLa, hingga band alternatif seperti Potret, Gigi, dan Pas Band. Aku juga diam-diam me-request lagu untuknya. Oh apakah ia tahu dan mendengarnya?

"Ra, ada minimal 10 lagu yang diciptakan tiap harinya di dunia. Kenapa Kamu hanya terpaku mendengarkan KLa saja?" Aku tahu gelagatnya jika ia akan mempromosikan band atau lagu baru. Ia hanya menggodaku karena aku juga tak selalu mendengarkan KLa.

"Siapa sih yang terus meratapi kematian Nirvana, seolah-olah tak ada band rock lainnya yang tak kalah nendang?" balasku. Kami berdua tertawa.

"Eh ada lho Nirvananya Indonesia?" Celetuknya. Eh? Aku menaikkan salah satu alisku. "Dewa 19? Slank? Jamrud? Pas Band? Aku menyebutkan beberapa band rock Indonesia yang kukenal.

Ia menggeleng dan tertawa. "Nggak mirip banget sih, tapi apa ya, semangatnya atau nuansanya itu sekilas ada yang sama,"

Kamu tahu lagu ini? Re lalu menyenandungkan sebuah lagu.

Seperti cinta, seperti getar di sini
Seperti api, seperti apa sajalah
Seperti air, seperti sakit yang hilang
Seperti asa, seperti yang diinginkan

Aku tahu. Aku kenal lagu itu. "Tembang 'Seperti' dari Plastik?!" Ia tak menyangka aku mengetahuinya.

Bersama Re, aku bisa terus menambah referensi musikku. Ia gemar mengajakku menonton festival band dan konser musik yang harganya masih terjangkau bagi kami yang masih anak sekolahan.

Aku melonjak ketika ia mengajakku menyaksikan Klakustik, konser KLa dengan format akustik. Wah, aku kegirangan.

Konser itu sungguh berkesan bagiku. Terasa syahdu. Bagian choir pada lagu "Tak Bisa Ke Lain Hati" membuat pikiranku menjelajahi sebuah adegan film lawas yang pernah kutonton. "Gone With The Wind".

Lalu lagu itu, "Gerimis" ditampilkan. Dengan iringan gitar dan biola. Perasaanku sama, ada nada terharu dan muram ketika mendengarnya. Sebuah kisah langsung terbesit di benakku dan kuharapkan bukan kisahku.
- - -

Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Re yang mengajakku menyaksikan Klakustik. Aku menghubungi nomor telepon rumahnya, tapi tak ada yang menjawab.

Re berbeda sekolah denganku. Aku hanya tahu nomor telponnya. Aku tak tahu nama lengkapnya, alamat rumahnya, termasuk alamat e-mailnya. Ia termasuk pria yang misterius. Komunikasi kami selama ini hanyalah lewat telpon dan ketika ia mengobrol di rumahku.

Beberapa kali telponku tak diangkat. Aku mulai gelisah.

Aku menentramkan diri, mungkin ia sedang tak ada di rumah.

Aku menelpon lagi seusai les piano. Lagi-lagi hanya terdengar bunyi telponku berbunyi di seberang.

Kenapa harus gelisah? Re tetaplah Re. Ia akan datang ke rumah atau menelponku kemudian.

Telpon itu tak kunjung datang. Aku merasa resah. Suasana itu pas ketika radio memutar lagu itu. "Gerimis" dengan rintik hujan dari balik jendela. Ia bukan kekasihku, tapi aku merasa begitu kehilangan.

Aku tersenyum pahit. Duapuluh tahun lebih telah lewat, kenangan itu masih berasa hangat. Mungkin aku memang naif masa itu, tapi Ra yang dulu memang menyukai Re.

Pukul delapan malam aku baru tiba di rumah. Aku tergelitik untuk mendengarkan radio dari ponsel agar rumah yang kuisi sendiri tak terlalu sunyi.

Aku melonjak hampir jatuh dari kursiku ketika si penyiar menyebutkan ada salam dari Re si makhluk Mars untuk Ra si penghuni Venus. Ia lalu melanjutkan susahnya mencari lagu "Seperti" dari Plastik.

Senyumku terkembang. Ia masih mengingatku.
- - -

Tulisan estafet  perdana Sambung Menyambung Menjadi Konten ini adalah konten ketiga  dari tim  "Trio Srikandi Kompasianer Menawan" yang terdiri dari Dewi Puspa, Khairunisa Maslichul dan Riap Windhu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun