"Wah aku senang bertemu dengan sesama Klanis!" Ia menyebutkan namanya. Kami resmi berkenalan. Dan seperti dugaanku ia memang ke sini sedang mencari album kaset Nirvana. Mudbank yang merupakan album kumpulan lagu terbaik Kurt dkk.
Sejak itu kami sering menelpon. Obrolan kami tak jauh-jauh dari musik. Wawasan musiknya begitu luas, dari lagu Koes Plus, Kantata Takwa, KLa, hingga band alternatif seperti Potret, Gigi, dan Pas Band. Aku juga diam-diam me-request lagu untuknya. Oh apakah ia tahu dan mendengarnya?
"Ra, ada minimal 10 lagu yang diciptakan tiap harinya di dunia. Kenapa Kamu hanya terpaku mendengarkan KLa saja?" Aku tahu gelagatnya jika ia akan mempromosikan band atau lagu baru. Ia hanya menggodaku karena aku juga tak selalu mendengarkan KLa.
"Siapa sih yang terus meratapi kematian Nirvana, seolah-olah tak ada band rock lainnya yang tak kalah nendang?" balasku. Kami berdua tertawa.
"Eh ada lho Nirvananya Indonesia?" Celetuknya. Eh? Aku menaikkan salah satu alisku. "Dewa 19? Slank? Jamrud? Pas Band? Aku menyebutkan beberapa band rock Indonesia yang kukenal.
Ia menggeleng dan tertawa. "Nggak mirip banget sih, tapi apa ya, semangatnya atau nuansanya itu sekilas ada yang sama,"
Kamu tahu lagu ini? Re lalu menyenandungkan sebuah lagu.
Seperti cinta, seperti getar di sini
Seperti api, seperti apa sajalah
Seperti air, seperti sakit yang hilang
Seperti asa, seperti yang diinginkan
Aku tahu. Aku kenal lagu itu. "Tembang 'Seperti' dari Plastik?!" Ia tak menyangka aku mengetahuinya.
Bersama Re, aku bisa terus menambah referensi musikku. Ia gemar mengajakku menonton festival band dan konser musik yang harganya masih terjangkau bagi kami yang masih anak sekolahan.
Aku melonjak ketika ia mengajakku menyaksikan Klakustik, konser KLa dengan format akustik. Wah, aku kegirangan.