"Ini ... terimalah, Ha-limah." Arnold mengeluarkan sesuatu dari saku celana kemudian mengulurkan tangannya.
Halimah menengadah. Ia berusaha memastikan indra pendengarannya tak salah dengar saat lelaki ini memanggil namanya. Terdengar lebih akrab, pikirnya. Matanya tertuju ke sebuah benda berwarna putih polos.
Agak ragu, Halimah menerimanya. 'AZL?'
Bola mata Halimah terbelalak saat menemukan tiga huruf berukuran kecil yang terukir dengan warna hitam pada salah satu ujung saputangan yang dipegangnya.
Melihat raut muka Halimah, Arnold seakan-akan mengerti rasa heran yang ditunjukkan perempuan tersebut. "Arnold Zacharias Lasut," ucapnya pelan.
"Selamat tinggal." Arnold Lasut mengucap setelah cukup lama mereka saling berpandangan.
Halimah memandang pemberian Arnold dengan syahdu. Secuil penyesalan timbul di hatinya karena menolak ajakan lelaki itu untuk bertemu. Berandai-andai jika ibunya tak memerintahkannya untuk pulang. Namun, jika dirinya tak pulang bisa saja ia tak bertemu Arnold. Mendesah cukup lama, Halimah akhirnya memanggil sang pewarta.
"Tunggu, Tuan Lasut!"
Halimah menghampirinya. Kini mereka kembali berhadapan. Arnold bergeming menunggu Halimah mengatakan sesuatu. "Terimalah, tak elok rasanya jika Tuan memberikan ini untuk saya tetapi saya tidak membalasnya," ucap Halimah sembari menyodorkan saputangannya.
Tanpa berpikir panjang, Arnold langsung menerimanya. "Terima kasih. Selamat tinggal, Nona Halimah," pamitnya lalu berjalan memunggungi perempuan itu kembali.
Tepat  keesokan hari, Karimata merapat di Pelabuhan Belawan. Tepatnya jam sepuluh lebih lima pagi. Satu per satu penumpang mulai menuruni tangga Karimata termasuk Halimah. Menginjak daratan kembali, perempuan yang tampak cantik dengan baju selutut dengan lipitan-lipitan pada bagian bawah perut berdiri dengan sebuah koper berada di samping. Sepasang matanya melihat-lihat sekeliling.