Mohon tunggu...
dewi sartika
dewi sartika Mohon Tunggu... Wiraswasta - ig : dewisartika8485

penyuka sejarah, travelling, kuliner, film dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suatu Sore di Karimata

4 September 2023   12:55 Diperbarui: 4 September 2023   14:27 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Koran Tuan Lasut hanya sebagian golongan saja yang menikmati terutama orang-orang keturunan." Halimah menambahkan kembali pendapatnya tentang Batavia Nieuwsblad.

Di telinga Arnold, ucapan Halimah terdengar seperti sindiran. "Apa hanya karena banyak orang-orang keturunan yang berada di atas hingga Nona Halimah berani berkata seperti itu?" Lelaki Minahasa tersebut menghentikan langkahnya.

Halimah mengangguk. Melihat raut wajah Tuan Lasut saat ini, Halimah merasa tak enak. Jelas sekali jika teman barunya sepertinya tidak menyukai ucapannya. "Maaf, saya lupa jika Batavia Nieuwsblad juga sering mengecam pemerintah kolonial," ucapnya.

"Nah, jangan lupakan itu. Masih banyak orang keturunan yang peduli dengan Hindia seperti Douwes Dekker. Saya benar-benar menaruh hormat kepadanya."

Arnold Lasut berjalan melewati Halimah yang masih berdiri di tempatnya. Baru beberapa langkah ia berjalan kemudian berhenti lagi. Pemuda berhidung mancung tersebut menoleh ke belakang. Matanya menangkap sosok Halimah yang terpaku sendirian.

"Ayo! Apa Nona Halimah akan berdiri seterusnya di situ?" panggil Arnold dengan suara keras.

Mendengar teriakan lelaki itu membuat Halimah tersadar dari lamunannya. Sejak tadi ia memang memikirkan perkataan Tuan Lasut. Setiap kata yang keluar dari mulut lelaki itu membuat Halimah tersadar kalau baru kali ini ia menemukan orang yang mampu mengimbangi pembicaraannya. Bagaimanapun, Halimah termasuk perempuan terdidik. Kebetulan ia memang berminat terhadap dunia yang sedang digeluti Arnold Lasut. Hanya saja, kesempatan itu tak pernah bisa diraihnya.

Mereka berdua melangkah kembali. Sebuah lorong panjang dengan kabin yang berada di kanan kiri satu per satu mereka lalui. Halimah berhenti tepat di depan sebuah pintu. "Terima kasih atas sore yang sangat berharga ini, Tuan Lasut. Saya senang sekali bisa berbicara dengan, Tuan."

"Medan, bukan? Apakah sesampainya di sana, kita bisa bertemu kembali?" tanya Arnold Lasut dengan cemas. Sejujurnya, ia sangat menikmati pembicaraan mereka berdua. Dalam hati, ia mengutuk mengapa baru hari ini ia bertemu dengan Halimah. Tiga hari, Karimata berlayar, mengapa Tuhan baru mengizinkan sore ini mereka berjumpa. Padahal, Karimata tak terlalu besar, pikirnya.

Halimah terdiam cukup lama lalu menggeleng.

Wajah cemas Arnold seketika berubah redup. Sebuah jawaban yang sama sekali tak diharapkannya. Halimah menolak. Sejenak, sepasang manusia berlainan suku itu terdiam dalam pikiran masing-masing. Ada desiran hati yang hendak mereka sembunyikan. Sembari menerima goresan takdir yang bersiap memisahkan kebersamaan mereka berdua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun