Mohon tunggu...
Sridewanto Pinuji
Sridewanto Pinuji Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Blog

Penulis untuk topik kebencanaan dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Belajar Penanganan Keadaan Darurat dari Singapura

16 Desember 2019   11:01 Diperbarui: 18 Desember 2019   05:27 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SCDF, Source: marketing-interactive.com

Singapura adalah salah satu negara di ASEAN yang relatif 'aman' dari kejadian bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunungapi, dan longsor. Kendati demikian, negara ini melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi situasi darurat.

Apa saja ancaman kedaruratan di Singapura dan bagaimana negara ini melakukan penanganan darurat? Bagaimana pula negara ini memanfaatkan teknologi untuk melakukan persiapan dan penanganan darurat?

Saya beruntung mengenal Amelia Lim, kawan dari Singapore Civil Defence Force (SCDF), Lembaga yang menangani kedaruratan di Singapura. 

Amelia sudah lebih dari sepuluh tahun bertugas sebagai pemadam kebakaran dan tim medis darurat (Emergency Medical Services). Dia berkenan berbagi kepada saya, bagaimana Singapura menanggulangi situasi darurat.

Berikut ini hasil wawancara saya dengan Amelia:

1. Apa saja situasi kedaruratan di Singapura?

Singapura beruntung karena lokasinya secara geografis terlindung dari berbagai kejadian bencana alam. Kami memiliki banjir dan angin kencang, tetapi tidak separah kejadian bencana di negara ASEAN yang lain.

Tantangan terbesar Singapura adalah kedaruratan karena ulah manusia, seperti kebakaran, bahan-bahan kimia berbahaya, panggilan medis karena banyak lansia, dan asap lintas negara. 

Selain itu, kedaruratan keamanan juga terjadi, seperti ancaman teroris. Sementara untuk ancaman jangka panjang adalah dampak dari perubahan iklim.

2. Bagaimana Singapura melakukan upaya kedaruratan dan siapa saja yang terlibat?

Penanggung jawab utama upaya kedaruratan adalah pemerintah, tetapi masyarakat juga dilibatkan dalam aktivitas ini. Kegiatan ini dilakukan dengan pembentukan tim perespon kedaruratan yang siap secara operasional dan mebangun kesiapsiagaan masyarakat yang kuat.

Kedaruratan sipil dikelola oleh lembaga-lembaga di bawah Kementerian Dalam Negeri Singapura. Lembaga tersebut dinamakan 'The Home Team'.

Untuk kedaruratan tanpa isu keamanan ditangani oleh Singapore Civil Defence Force (SCDF). Kedaruratan tersebut meliputi kebakaran, bahan berbahaya, penyelamatan dan kedaruratan medis.

Sementara untuk kedaruratan yang berkaitan dengan keamanan ditangani oleh Singapore Police Force (SPF). Organisasi lain yang terlibat di antara adalah Kementerian Kesehatan dan Rumah Sakit Umum, Angkatan Bersenjata Singapura, dan Palang Merah Singapura.

Di tingkat masyarakat, constituency level (seperti Rukun Warga (RW)), ada anggota masyarakat yang juga menjadi anggota Komite Komunitas untuk Kedaruratan dan Pelibatan (Community Emergency and Engagement Committee, C2E). 

Mereka adalah para pemimpin masyarakat yang membantu membangun kesiapsiagaan kedaruratan masyarakat. 

Komunitas di tingkat RW yang didukung oleh 'The Home Team' menyelenggarakan Hari Kesiapsiagaan Kedaruratan secara teratur. Program dalam hari kesiapsiagaan di antaranya simulasi gangguan keamanan bersenjata, pelatihan dasar pemadam kebakaran, resusitasi jantung dan paru-paru (CPR), pertolongan pertama, dan penggunaan defibrillator (AED).

Di sekolah, siswa-siswi dapat bergabung dengan ekstra kurikuler untuk pertahanan sipil yang dinamakan National Civil Defence Cadet Corps (NCDCC). Mereka memiliki hubungan langsung dengan SCDF. Sekolah juga memiliki latihan kesiapsiagaan kedaruratan secara teratur dengan SPF dan SCDF yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pendidikan.

Singapura juga melakukan berbagai upaya pencegahan. Mereka menegakkan secara ketat peraturan keselamatan yang ketat untuk gedung-gedung, terutama terhadap bahaya kebakaran. 

Gedung-gedung dikategorikan berdasarkan tingkat risiko kebakaran dan yang memiliki tingkat risiko kebakaran tinggi diharuskan memiliki Tim Respon Kedaruratan Perusahaan (Company Emergency Response Team (CERT)) yang harus disertifikasi dan diaudit oleh SCDF.

Di bidang pengurangan panggilan kedaruratan medis, Badan Promosi Kesehatan (the Health Promotion Board (HPB)) memiliki berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, seperti mendorong mereka untuk berolah raga, pemberian voucher di supermarket bagi mereka yang membeli makanan sehat, dan lainnya.

3. Apa saja teknologi yang digunakan dan kenapa ini penting?

Kesiapan kedaruratan terbantu dengan teknologi yang saling terhubung. Baru-baru ini, digunakan pula Kecerdasan Buatan, Robot, dan Teknologi Pintar (Smart Technology).

Urun daya (crowdsourcing) oleh masyarakat dalam penangan darurat dapat meningkatkan waktu respon. Sebab, responder paling cepat adalah anggota masyarakat.

Applikasi seperti myResponder dan SGSecure Apps meningkatkan partisipasi masyarakat dalam merespon kedaruratan.

MyResponder App memberikan peringatan (notifikasi) kepada pengguna mengenai kasus gagal jantung dalam radius 400 meter dan memberikan informasi kepada pengguna mengenai lokasi peralatan defribilator (AED) terdekat.

Berkat aplikasi ini, pengguna dapat merespon dan memberikan CPR serta memacu jantung lebih cepat dari para petugas. Aplikasi ini juga memberikan peringatan kebakaran kecil yang dapat dipadamkan dengan mudah menggunakan air dan ember.

Adapun SGSecure App memungkinkan masyarakat untuk memberikan laporan dengan cepat manakala mereka menemukan aktivitas yang tidak biasa atau mencurigakan. Pengguna juga akan menerima peringatan mengenai gangguan keamanan di suatu tempat, sehingga mereka bisa menghindarinya.

Contoh penggunaan kecerdasan buatan adalah di SCDF dan empat lembaga lain yang menggunakan mode pengenalan suara untuk merekam dan mendata panggilan yang masuk dan meminta bantuan. Lebih lanjut dapat dibaca di sini.

Robot juga akan segera dimanfaatkan oleh SCDF untuk membantu petugas dalam melakukan pemadaman api. Sementara itu, teknologi pintar (SMART Technology) digunakan di rumah sakit untuk mendesain dan meningkatkan pelayanan klinik untuk kelompok masyarakat yang berbeda-beda. 

Upaya ini memungkinkan pengguna untuk memetakan dan menganalisis data demografi, sehingga para pengambil keputusan dapat memahami dan memprediksi kebutuhan kesehatan masyarakat, serta mendesain intervensi secara effektif.

4. Apa lagi perkembangan di Singapura selain yang sudah disebutkan di atas?

a. Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators (KPI))

Ini adalah peralatan untuk mengukur kinerja organisasi dan elemen-elemen di dalamnya. Sebagai contoh:

  • -Respon untuk kebakaran dan penyelamatan, KPI-nya adalah 8 menit.
    -Respon ambulance untuk darurat, KPI-nya adalah 11 menit.
    -Akan diimplementasikan segera adalah KPI untuk Return of Spontaneous Circulation (ROSC) Artinya berapa persen pemulihan kembali orang yang detak jantungnya terhenti di luar rumah sakit.

b. Pembatasan Akses Internet

Guna melindungi sistem di pemeritahan dari serangan cyber, maka semua sistem tersebut harus terpisah dari jaringan internet. Satu perangkat pun tak boleh mengakses secara bersamaan intranet pemerintah dan jaringan internet. 

Pegawai pemerintah harus menggunakan perangkat yang berbeda untuk menggunakan internet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun