Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ih, Kamu Nakal

20 Maret 2024   07:38 Diperbarui: 20 Maret 2024   09:33 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar poto pixabay gratis

IH, KAMU NAKAL
DN Sarjana

"Sudah semua siap? Dengar aba-aba Pak Guru. Ketika peluit ditiup, silahkan lari sekencang-kencangnya satu putaran lapangan. Ingat ini ujian praktek. Kesempatan mencari nilai."

Siaap. Demikian siswa kelas XIIA menjawab serentak. Mereka kelihatan bersemangat. Tak beda dengan Ratih. Baru kali ini dia bersemangat untuk bisa lari kencang.

Maklum Ratih, perempuan paling cantik di kelas itu, kurang suka olah raga. Tapi kalau ditanya matematika atau IPA, dia pasti jagonya. Wajar perempuan Ratih pakai kaca mata slinder dengan minus 2.
Priiit....,suara peluit terdengar. 30 siswa mulai berlari kencang. Siswa laki dan perempuan tidak dipisah. Mungki dimaksudkan agar ujian berjalan lancar karena masih ada ujian jenis olahraga permainan.

Kesempatan ini digunakan oleh Riko untuk mengobati kerinduannya sama Ratih.

Akhir-akhir ini rasa ngebet Rico untuk lebih dekat dengan Ratih. Ia tidak ingin sebelum berpisah Ratih tidak mengutarakan cintanya sama Rico.

Rico juga siswa tak sembarangan. Ia sebagai ketua OSIS dan sering mewakili sekolah dalam ajang pertemuan siswa antar daerah. Orangnya lumayan ganteng. Juga jadi rebutan siswa perempuan. Cuman Rico sangat mencintai Ratih.

Kembali ke ujian olahraga. Ternyata sebelum finis, terlihat Ratih sudah tidak kuat. Mukanya mulai kelihatan pucat.

Namanya ujian, siswa lain jelas kurang peduli. Mereka ingin dapat nilai bagus. Rico merasa kasihan. Ia membuntuti Ratih. Ia sudah punya firasat sebentar lagi Ratih akan terjatuh.

Betul saja. Sekitar 100 meter sebelum finis Ratih terjatuh. Rico kelimpungan sendirian memangkul Ratih membawa ketepian lapangan.

Syukur saja siswa lain sudah selesai mendapat nilai. Bapak guru dan beberapa teman Ratih berlari mendekati.
"Aduuh..aduuh...sakiit." Ratih meringis kesakitan.
"Ratih, ni minum dulu airnya. Biar cepet pulih." Rico membangunkan Ratih.
"Aduh, kakiku sakit Ko!"

"Ah, sori Tih. Aku fokus mengipasi wajahmu dan menghilangkat keringat."

Wajah Ratih kelihat mengkerut. Dalam hatinya bertanya-tanya."Apakah tadi wajahku dipegang oleh Rico?"

"Tahan ya, aku isi betadin luka lecet di kakimu. Biar cepet kering."

Ratih terdiam. Dia masih kelihatan lemah. "Aduuh, sakit Rico. Jangan pegang gitu!"

Rico tidak habis pikir. Pegangnya gimana sih? Dia lalu menyuruh temen perempuan melayani Ratih.

Diam-diam sebenarnya Ratih menyimpan getar-getar asmara kepada Rico. Ia sadar perlakuan Rico kepadanya melebihi rasa sayang yang Ratih harapkan. Belum lagi Rico harus rela nilainya tidak maksimal.
*****
Dua hari berlalu. Dua hari pula Ratih tidak sekolah. Rico sebenarnya pingin menengok Ratih ke rumahnya. Tapi itu tidak mungkin ia lakukan.

Hingga saat jam istirahat, hp Rico bergetar. Ia lalu mengambil. Ternyata ada wa dari Ratih. "Rico, bisa ndak kamu kerumahku. Aku ingin tahu pelajaran selama dua hari. Aku takut ketinggalan."

Rico tak menyangka kalau Ratih mengirim sms seperti itu. Jantungnya deg-degan. Tak pikir panjang Rico membalas. Ia akan datang setelah pulang sekolah.

Di rumah, Ratih senang menerima jawaban Rico. Dia sedikit berdandan, walau kakinya masih terasa sakit. Pembantu rumah menyiapkan hidangan untuk Rico.

Kurang lebih pukul dua sore, Rico sudah sampai di rumah Ratih. Rumah yang terlihat megah dan asri dari luar. Berpagar bata merah dan motif bebatuan, menunjukkan penghuninya perada. Rico merasa ragu memencet bel. Tapi kepalang tanggung, pikirnya.

Sesaat setelah bel berbunyi, pintu pagar rumah terbuka. Alangkah terheran Rico. Apa ya ini Ratih? Cantik dan anggun.

"Ayo, Rico masuk. Ada bibi di dalam."
Rico mengangguk dan membuntuti Ratih menuju ruang tamu. Rico terheran-heran melihat taman yang luas dan tertata rapi.

Bibi hadir ditengah-tengah mereka. Siap dengan teh hangat.
"Silahkan Mas."

"Bibi, jangan jauh-jauh ya. Siapa tahu Ratih ada keperluan." Bibi Ratih mengangguk.

"Silahkan minum Rico. Ini pisang gorengnya."

"Ratih yang goreng?"

"Ndak. Bibi. Bibi tahu kesukaan Ratih."

"Tapi Ratih ndak bisa goreng khan?"

"Ye, mentang-mentang. Ratih jago masak lho."

"Syukurlah, pas."

"Maksudmu, Rico?"

"Pas dengan harapan."

"Ah, ada saja. Memang kamu berharap."

"Siapa tahu seperti itu Ratih."

Percakapan mereka begitu mengalir. Beda dengan di sekolah. Mereka seakan menjaga jarak.

"Rico, ada materi penting ndak selama Ratih tak sekolah." Ratih mulai serius bertanya.

"Ndak sih Ratih. Kamu pasti bisa mengikuti. Kan Pak Guru mengirimi ketika ada siswa tidak sekolah. Cuman..." Rico menghentikan ucapannya, sambil meminum teh.

"Cuman apa Rico?"

"Cuman Rico merasa kesepian. Ratih tidak sekolah"

Ratih terdiam. Diapun mengumbar senyumnya sama Rico, sambil berucap. "Ah, laki-laki emang gayanya begitu."

Rico mulai merasakan aura kasih yang ditunjukkan Ratih. Dia bisa membaca dari isyarat dan ucapannya yang polos. Ia pun memancing situasi saat Ratih terjatuh.

"Rat, kamu ingat ndak saat jatuh?"

"Maksud Rico?"

"Saat kamu jatuh, Rico kebingungan. Gimana cara membawamu kepinggir lapangan." Rico terdiam
"Lalu gimana caranya?" Ratih nampak penasaran.

"Ya, aku gotong badanmu sendirian."

"Ih, aku jadi malu." Ratih tersenyum, sambil menunduk.

"Saat itu Rico terpaksa memapah lengan mu. Habis Ratih lumayan berat."

"Ih, Rico mulai nakal ya." Sahut Ratih sambil mencubit lengan Rico.

Tidak terasa waktu sudah pukul 3 sore. Percakapan yang tidak lasim mereka lakukan mengalir begitu deras. Ucapan romantis terurai, seakan mereka sudah membangun mahligai cinta nan mesra.

Akankah itu terwujud? Hanya putaran waktu yang akan menjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun