Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Panggil Daku Guru (Cerpen Renungan Bagi yang Masih Mencintai Guru)

18 Maret 2024   20:06 Diperbarui: 18 Maret 2024   20:18 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar poto pixabay gratis

"Kemana ya Ibu Yuni ya?" Tanya Hengky. Walau dia siswa yang sering merepotkan karena suka jahil dengan temannya, namun rupanya ia memberi perhatian kepada Ibu Yunita.

 

"Kata Bapak Kepala Sekolah ibu guru sakit," sahut Widia. Mereka semua kelihatan sedih, sambil mengerjakan tugas yang diberikan.

Pulang sekolah, Widia langsung menuju rumah kos Bu Yunita. Ia berjalan kaki cukup jauh. Sesampai di rumah, didapatinya beberapa teman Bu Yunita dari sekolah lain sudah di sana. Widia minta ijin biar bisa masuk ke kamar Bu Yunita. Sampai d dalam, Widia melihat Ibu Yunita berbaring. Wajahnya sedikit pucat. Badan dan pandangan matanya terlihat lemah.

Widia dengan keberanian memegang tangan ibu gurunya. Air matanya nampak bergulir. Widia berucap. "Ibu..., Ibu jangan sakit ya, jangan sakit bu...Siapa yang akan mengajari kami?" Widia menangis sesenggukan. Widia tak henti-henti memijat jemari Bu Yunita. Ia merasakan tangan Bu Yunita dingin dan begitu lemas. Sesekali juga Widia mengusap pipinya. Ia tidak ingin ibu Yunita melihatnya bersedih.

"Bu Yuni, besok Widia sorean kesini. Widia harus sekolah dulu. Nanti Widia bawain buah pepaya kesukaan ibu. Kebetulan ada yang sudah matang di kebun," Widia berusaha merayu Bu Yunita.

Benar saja senyum Bu Yunita sedikit mengembang. Ia pun berusaha menggenggam jemari Widia muridnya. Bu Widia kelihatan tak ingin mengecewakan muridnya. Widia pun menunjukan wajah yang bahagia.

"Ibu, Widia pamit dulu ya. Widia harus menyetrika pakaian untuk sekolah besok. Ibu harus sembuh ya. Teman-teman pasti menunggu kehadiran

ibu disekolah."

Dengan perasaan sedih, Widia meninggalkan Ibu Guru Yunita. Dia tidak tega melihat gurunya lemah di atas kasur. Sesekali bayangan ibu guru yang periang dan memberi kasih sayang mengalami sakit seperti itu.

******

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun