CINTA DI KAMPUS SERIBU JENDELAÂ
Dia adik tingkat. Sekarang baru semester empat. Penampilan anggun, pendiam tapi lumayan pintar. Dia disegani oleh teman-temannya. Beberapa kali aku berusaha mencuri perhatiannya. Hingga di satu hari saya duduk berdampingan. Suasana masih sepi. Mungkin beberapa dosen tidak melaksanakan perkuliahan karena besok tentamen hari pertama. Terlihat ibu-ibu membersihkan halaman. Daun ancak lumayan banyak karena tadi malam diguyur hujan.
"Sudah tadi Rico?". Suara Reni memecah kekhusukanku membaca catatan mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.
"Baru saja Ren. Aku menunggu teman. Katanya kuliah jam 9 ya". Aku bergeser tempat duduk sedikit. Biar berhadapan dengan Reni.
"Dapat mata kuliah apa?"
"Kan sama. Kita barengan ngambilnya".
"Oh ya, aku lupa. Mata kuliah ini baru muncul dan wajib diambil. Saya harus barengan dengan adik tingkat". Jawabku sambil sekali-kali melirik Reni. Padahal akunya sih inget barengan dengan Reni. Pura-pura aja untuk mencuri perhatiannya. Suasana kembali membisu. Mestinya aku yang memulai. Tapi...kenapa lidahku kelu seperti kehabisan kata-kata. Hingga akhirnya.
"Ren, kita ke ruangan yuk!". Yuni memegang tangan Reni untuk bersama menuju ruangan. Ada perasaan kesel sama Yuni. Kok ujug-ujug ngajak Reni ke ruangan.
"Kak Rico, Reni duluan ya ke ruangan. Biar dapat duduk agak kedepan".
"Ya Ren. Aku nunggu teman". Walau sebentar pandang dan senyum Reni, menggetarkan perasaan hatiku. Dia yang begitu manis. Bisakah aku memilikinya? Ah...perasaanku terlalu jauh.
Tidak lama berselang, aku masuk bersama teman seangkatan. Ada Toto, Vivin, Dian dan lainnya. Aku duduk dibagian tengah. Aku mencari-cari duduknya Reni. Perasaanku jadi tidak enak, karena Reni duduk di samping Jayus. Apakah aku cemburu? Ah...tidaklah. aku kan belum apa-apanya Reni.Â
Waktu terus berlalu. Bunga cinta di hati Rico terus memekar. Seperti mekarnya diri Reni yang makin cantik. Dari pada aku memendam perasaan, mengapa tidak aku katakan sejujurnya pada Reni. Terserah apa yang akan terjadi. Hingga dalam pertemuan kuliah berikutnya.
 "Ren, boleh aku menyampaikan sesuatu?" Reni memandangku. Aku menjadi salah tingkah. Apakah ucapanku keliru?
"Tentang apa Rico?"
"Aku cinta padamu". Rasa malu berkecamuk di hati Rico. Reni menunduk.
"Rico, bukankah kau beberapa kali mengirim surat padaku?, dan selalu aku balas. Itu kataku yang sejujurnya.
"Tapi aku belum paham maksudmu".
"Aku perempuan Rico. Aku tidak mau tersakiti. Aku meyakini kau telah memiliki gadis setingkatmu".
"Kau salah sangka Reni"
"Perempuan lebih perasaan Rico. Sebagai idola karena kepintaranmu, aku tahu kau sangat dekat dengan gadis itu. Aku tidak mau mengganggu".
"Ren, kau salah duga. Aku masih sendiri. Jujur aku masih sendiri. Rico mendekat meyakinkan Reni.
"Rico..., berucap cinta, sayang itu mudah. Tapi menjaga cinta itu biar seiring selamnya yang susah. Maaf nanti kita bicara lagi. Ini sudah sore. Kita persiapan tentamen besok".
Reni berusaha memancing emosi Rico. Dia tidak ingin dipermainkan, walau dalam hatinya sudah lama jatuh cinta sama Rico. Pria yang ganteng, santun dan pintar. Selama itu pula Rico memendam perasaan. Menunggu jawaban dari perempuan yang dicintai. Selama itu pula Rico menahan rasa cemburu, karena sering kali dia melihat Reni sangat dekat dengan Jayus. Apakah aku menanti ketidakpastian? Apakah Reni sudah milik Jayus? Apakah aku bertepuk sebelah tangan?
Rico tak ingin menggantung perasaannya. Hingga Rico memberanikan datang kerumah kos Reni. Dia tahu tempat kos itu sangat tertib. Tidak sembarang lelaki diijinkan memasuki rumah. Dengan alasan yang tepat, aku diijinkan masuk dan kebetulan Reni tidak pulang kampung. Tidak lama tuan rumah memanggil Reni.
"Ah, kak Rico. Sudah tadi?"
"Baru san Ren".
"Bentar ya, aku buatin teh". Tidak lama Reni sudah membawa teh hangat.
"Silahkan kak Rico". Sesaat Rico tertegun melihat Reni dalam balutan pakaian di rumah. Sungguh sempurna, pikirnya. Dia kemudian meminum teh.
"Ren, maaf ya aku hadir di sini. Tidak bermaksud merendahkanmu. Tapi sebaliknya, aku mengagumimu. Hanya dengan cinta, kekaguman itu akan terobati".
"Apakah Kak Rico merayu?"
"Tidak Ren". Entah keberanian dari mana aku memegang jemari Reni. Ada genggaman aku rasakan dari tangan Reni.
"Kak Rico, besok kita ketemu di kampus. Tidak enak terlalu lama di sini. Percayalah". Rico mengerti, dan perlahan menjauh dari Reni. Reni menghantar sampai pintu luar sementara tuan rumah telah mengambil gembok mengunci pintu. Keesokan hari.
Pagi-pagi Rico sudah ganteng tiba di kampus. Kebetulan dia dapat tentamen jam ke dua. Dia sempat melihat mahasiswa main karambol di depan kantin. Dari jauh dilihatnya Reni datang barengan dengan Jayus. Cemburunya tidak bisa dibendung. Dia berjalan mendekati Reni yang duduk di dekat ruang utara.
"Ren, kok sama Jayus?"
"Apa salahnya?"
"Dia kekasihmu bukan?" Ucapan Rico agak meninggi. Dia tidak ingin dipermainkan begitu saja.
"Kak, Rico. Itulah caraku menguji kesetianmu. Tiga bulan aku membuat permainan dengan Jayus. Jayus sesungguhnya milik Vivi. Kami sepakat menguji dirimu".
"Apakah itu benar?" Reni terus memanggil Jayus dan Vivi. Untuk mendekat. Lalu
"Selamat ya Rico. Kau telah mendapatkan idaman hatimu". Demikian jayus dan Vivi berucap sambil menjulurkan tangannya memberi salam. Mereka kemudian meninggalkan kami berdua.
"Apakah kau masih ragu kak Rico?"
Tidak peduli orang lain, Rico memeluk Reni erat-arat. Tidak ada kata yang terucap. Hanya hembusan angin menghempas daun ancak terasa semilir.
"Terimakasih Reni. Kau penyemangat hidupku. Kau belahan cintaku".
Kampus julukan seribu jendela, tampak membisu berdiri kokoh. Sekokoh hati Rico dan Reni membangun asmara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H