"Kecuali aku tidak khan?" Indra memegang tangan Ririn dan mengajak naik ke motor.
Perjalanan dari kota tua pagi ini lumayan dingin. Sekali-kali Indra mengencangkan lari motor dan meliukkan pada tikungan. Hingga Ririn memeluk pinggangnya dengan erat.
"Indra, gimana sih kamu bawa motor? Jangan gitu?"
"Trus gimana? Masak tikungan motornya jalan lurus."
"Maksudku bukan gitu. Pelan-pelan."
"Kalau kita terlambat kan ketahuan!". Indra ngegas motornya. Ririn ketakutan dan menguatkan pelukannya.
"Indraaa.., aku takut. Baiknya aku turun aja."
"Ririn. Aku lebih takut. Takut kehilanganmu."
Ririn menjewer paha Indra. Motorpun kencang melaju. Tinggal satu tikungan saja, Indra dan Ririn sampai ditempat kegiatan. Indra merasakan pelukan Ririn di pinggang menambah semangatnya mengendarai motor. Sementara hati Ririn deg-degan. "Aku malu ya sama dosen dan teman kakak tingkat." Hingga ia berucap.
"Indra, perasaanku ndak enak sama kakak tingkat".
"Maksudmu?" Indra menghentikan laju motornya, sambil menoleh kebelakang.
"Iya, Ririn kan ndak begitu kenal ama mereka. Masak sih ikut."