Inka mengambil kendali. Ia terus menenangkan susana.
"Binggo, kamu duduk menjauh. Tuuuh, di bawah pohon. Kan pas kayak antu. Indra pindah di sampingku, biar aku yang dekat Ririn."
"Puuiih, kayak merintah anak buah kamu Inka. Aku kan temanmu." Jawab Binggo ketus.
"Yaa, kali ini aja Binggo. Nanti kamu dapat dua nasi bungkus." Inka buat guyonan dan Binggo pun berpindah.
"Ririn, aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Mohon sampaikan apa masalahnya, biar kami-kami tahu. Kami kan kakak tingkatmu". Inka mendekati Ririn dan memegang tangannya.
Sambil mengusap pipinya karena malu ketahuan menangis, Ririn menceritakan ketidaksukaan sikap Indra yang melecehkan dirinya. Sebagai perempuan ia tidak terbiasa menunjukkan keakraban dengan perilaku yang tidak beretika. Masak dihadapan kekasih pegang-pegang tangan perempuan lain. Apa ini tidak melecehkan?
Inka memperhatikan dengan seksama apa yang disampaikan Ririn. Hingga kemudian ia berkata.
"Ririn, maafkan kalau itu yang terjadi. Barangkali kamu baru melihat suasana seperti ini. Begitulah kami berteman. Menjaga kekompakan. Nanti kamu akan melakukan hal yang sama. Mari ikut kami. Saya sebagai ketua korti bertanggunjawab terhadap teman-teman."
Semua menjadi terang benderang. Seterang cahaya surya yang sedikit mengusir dinginnya pagi ini. Upacara pembukaan telah berlangsung. Entah siapa yang memulai, ucapan nyanyian selamat ulang tahun, berganti dengan kata selamat dapat kekasih baru. Indra dan Ririn didampung ketengah arena. Mereka diminta saling berpegangan tangan. Puluhan ponsel mengarahkan jepretan kepada mereka berdua. Hati Ririn sangat senaaaang.
Ternyata aku keliru menilai teman kakak kelas. Di Danu Buyan Aku Temukan Selimut Rindu.
Tabanan, 12 6 23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H