Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Harus Memilih

12 Juli 2023   20:10 Diperbarui: 12 Juli 2023   20:18 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Wiguna Negara, Tabanan, Bali

Meninggalkan masa SMA, sebagian dari temanku seperti Juni, Sri, Dwi, Purnama dan banyak lagi terlihat ceria. Ini sesuatu yang wajar, karena selama tiga tahun acara graduation tidak terselenggara akibat covid-19. Masuk akal warga sekolah utamanya para guru memberi ruang ekspresi seluas-luasnya bagi anak- anak. Apalagi sekolah SMA Anjani begitu luas. Tempat parkir mobil di lapangan sepakbola menjadi penuh. Maklum anak-anak di SMA 1, banyak anak pejabat, pengusaha. Mereka orang-orang mapan dibidang ekonomi. Mereka pingin show di akhir pertemuan. Kalau saja sekolah tidak mewajibkan berpakaian adat, mungkin suasana sekolah akan menjadi tempat pelaksanaan pashion sow bagi anak-anak. Dengan pakaian adat pun, mereka berusaha memodifikasi sehingga terlihat sangat anggun.

Memasuki aula sekolah di pojok paling timur, waaah...sangat menakjubkan. Kreasi panggung dan pernak pernik lampu benar-benar apik. Semua dikerjakan oleh anggota OSIS dan anak-anak yang memilih ekstra entertaiment. Sebelum acara dimulai, diberbagai tempat yang bagus sebagai latar mengambil poto penuh dengan aksi dari anak-anak kelas 12. Tak ada sebersitpun kesan tidak bahagia dari mereka. Hampir dua jam sebelum acara dimulai terlihat anak-anak hiruk-pikuk mencari tempat untuk berpoto. Anjani juga berusaha ceria, walau hatinya sedikit bimbang. Bayangkan, dua hari sebelum perpisahan, dua cowok di hari yang sama menyatakan cintanya. Sebelumnya Anjani memang menaruh simpati kepada Jenar dan juga Dwika. Dua siswa ini memang menjadi idola siswa perempuan. Mereka pintar, luwes bergaul dan paling menarik sih dianya ganteng. Menginjak kelas 12 mereka telah beberapa kali menyampaikan kekaguman terhadap Anjani.

Tidak cukup sampai disitu. Ucapan cinta pun pernah disampaikan secara langsung kepada Anjani. Dan sampai dihari perpisahan ini aku tidak memutuskan. Bukannya Anjani sombong, namun ia lebih fokus belajar agar lolos dijurusan kedokteran. Tidak terasa gedung aula sudah dipenuhi oleh undangan. Sebentar lagi acara akan dimulai. Tapi masih ada waktu lagi 30 menit. Aku tak sengaja ketemu sama Sri. Dia kemudian mendekatiku.

"Anjani, tadi ada salam dari Jenar. Katanya sebelum pulang, ketemuan disebelah timur lapangan basket." Srik dengan gaya bahasa merayu meyakinkan Anjani.

"Ah, Srik. Kamu jadi Mat Comblang ya?" Anjani mencubit lengan Srik.

"Ih, kamu kura-kura dalam prahu aja, Anjani?" Coba kalo aku ngerebutin, pasti deh kamu sedih." Srik meledek Anjani.

"Kalau kamu mau?, ambil aja. Emang Jenar milikku?"

"Beneran! Nanti aku yang merayu." Srik menggoda Anjani sambil mengajak masuk ruangan.

"Aku duduk di sini aja. Kamu di sebelah kiri." Kata Srik kepada Anjani.

Anjani menarik tangan Srik. Kok, aku disandingkan sama Jenar. Pasti ini kerjaan Srik. Lalu Anjani berkata. "Srik, tempat dudukku ditempatmu. Tu, lihat nomber mu. Ayoo, pindah."

"Ini bukan undian nonaaa. Kayak dapat hadiah ajaa. Iiih.. Duduk situ dulu. Malu, acara baru dimulai." Srik seakan kesel sambil menjungutkan bibirnya.

"Aduuh, emang susah mengalahkan Srik kalau diajak bersilat lidah." Pikir Anjani. Terpaksa Anjani duduk di sebelah kiri Jenar. Hatinya deg-degan. Anjani pura-pura asyik menonton hiburan. Ketika tampilan adik kelas melawak, Anjani serius menonton. Dalam hatinya Anjani was-was kalau Jenar bertanya soal cinta. Perasaan itu ternyata berpaut.

"Anjani. Kau suka ya nonton lawak.? Jenar bertanya, sambil menoleh.

Syukur...syukur...Jenar tidak bertanya soal cinta. Tapi, Anjani berpikir, kok pertanyaan Jenar kayak anak TK sih? Tapi Anjani menjawab. "Nggak begitu sih."

"Tapi, kamu senyum-senyum tadi."

Woow... ternyata Jenar memperhatikanku juga. Nggak nyangka. "Masak sih? Kamu lihat aku tersenyum? Jawab Anjani memancing.

"Lihatlah, karena aku mengagumimu. Kamu cantik." Kata Jenar tanpa sembunyi.

Perasaan Anjani melayang-layang. Tak nyangka, Jenar yang pendiam, kutu buku, bisa ucapkan sanjungan pada perempuan. Tapi jujur, Anjani pingin sekali memiliki Jenar.

"Ah, bisa aja kamu Jenar. Aku tak sebanding dengan teman wanita di kelasmu." Anjani memancing.

"Tapi bagiku, kamu Anjani yang lebih cantik." Kata Jenar sambil melirik Srik yang berdehem mengacaukan kosentrasi Anjani. Anjani menjimpit paha Srik. Srik mengerang bilang sakit. "Srik...Srik. kamu ada aja." Pikir Anjani.

"Jenar, aku seratus persen yakin kamu berbohong karena aku perempuan. Tahulah orang cantik."

"Bener kok Anjani. Karenanya aku ingin kamu dapat menerima cintaku."

Belum sempat menjawab, panitia memanggil siswa kelas XII kedepan berdasarkan kelas untuk mendapat gordon untuk dikalungkan. Akhirnya mereka berpisah membawa tanda tanya soal cinta.

Acara terus berlangsung, sampai pada acara penutupan makan siang. Anjani harus masuk kelas masing-masing. Dia bertemu dengan Dwika. Dwika dari semester lalu juga terus menggoda Anjani. Sampai-sampai nilai rapornya menurun. Sama dengan Jenar, Dwika keseharian tidak banyak bergaul dengan teman perempuan. Ia tipe lelaki seriusan.

Saat serius Anjani menikmati nasi kotak, ternyata Dwika mendatanginya. Dia kelihatan memegang minuman gelas di tangannya. Ia lalu berkata. "Anjani, tolong bantu aku bukain air minum ini. Aku tak melihat pipetnya jatuh."

Anjani gelagapan. Dia tak habis pikir, kok tumben Dwika dekat dengan aku.

"Mana Dwik. Sini aku bantu." Anjani mengambil air minum gelas. Tak disangka jemari mereka

bersentuhan. Perasaan Anjani bergetar. "Kalau olah raga, kita biasa ya saling geplok. Kok saat seperti ini sentuhan beda banget rasanya? "Pikir Anjani." Anjani lalu memberikan Dwika air minum itu.

"Boleh aku duduk disini?"

"Aduuh, kasusnya hampir sama. Jangan-jangan Srik si mulut ember melihat. Atau sekalian Jenar lewat disini. Tuuh...matilah aku." Pikir Anjani dalam kebimbangan.

"An, enak nasinya ya. Aku suka ayam goreng kremes ini." Kata Dwika kepada Anjani memecah kesunyian.

"Kok ayamnya? Aku lebih lebih suka udang yang berisi tepung."

Sambil menikmati makan, Dwika menjawab. "Soalnya saya doyan ayam. Apalagi berisi tepung yang krenyes. Lagian ayam yang aku makan rasanya rada-rada manis. Semanis wajahmu."

"Uh, Dwika. Makan dulu."

"Aku sudah makan. Cuman menunggu jawaban cintamu Anjani."

"Emangnya kamu pernah berucap cinta padaku? "Sering Anjani. Cuman kamunya tidak perhatian."

Anjani mengingat-ngingat. Rasanya Dwika nggak pernah tuh berucap cinta padaku. Anjani penasaran. "Dwika, maaf aku lupa. Kapan kamu pernah ucapkan kata cinta padaku?

Sambil tersenyum Dwika berucap. "Baru san aku berkata cinta padamu Anjani. Lama aku memendam kata itu karena aku tahu kamu perempuan yang serius di kelas ini."

"Iih..., Dwika kamu bisa aja. Kirain kamu sudah lama bilang cinta."

"Anjani, lama atau baru. Yang pasti, aku lama menaruh hati padamu." Dwika memegang tangan Anjani. Anjani mencoba melepaskannya. Ia takut kalau teman- temannya melihat. Apalagi Srik. Anjani takut peristiwa ini seperti sinetron. Ceritanya terus bersambung.

Menoleh kebelakang, ternyata teman-teman Anjani sudah pada hilang. Anjani kemudian minta ijin sama Dwika untuk pulang.

"Dwik, aku pulang ya. Lain kali ceritanya sambung lagi." Anjani memelas sama Dwika.

"Anjani. Tidakah ada waktu sebentar saja untukku? Kamu tahu perasaanku?" Dwik menguatkan pegangan tangan di jeriji Anjani.

Anjani memandang wajah Dwika. Wajah yang polos lagi ganteng. Bercampur haru dan sedih dia harus menyembunyikan kebimbangannya antara Jenar atau Dwika.

 "Dwik, kita masih punya waktu untuk bertemu. Kalau Tuhan berkehendak, pasti cinta akan kita arungi bersama. Percayalah padaku Dwik."

Perlahan Dwik melepas genggamannya. Anjani lama memandang. Langkahnya terasa berat meninggalkan Dwika. Sesampai di lapangan, Anjani bengong, suasana sudah sepi. Dia bergegas ngambil motor.

Hampir dua hari Anjani ada dalam bayang keraguan. Ternyata mencintai seseorang dengan hati yang tulus itu susah.

Terus bagaimana aku harus memilih? Jawabannya terbawa dalam lelap tidur Anjani.

Bali, 9-6-2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun