"Ini bukan undian nonaaa. Kayak dapat hadiah ajaa. Iiih.. Duduk situ dulu. Malu, acara baru dimulai." Srik seakan kesel sambil menjungutkan bibirnya.
"Aduuh, emang susah mengalahkan Srik kalau diajak bersilat lidah." Pikir Anjani. Terpaksa Anjani duduk di sebelah kiri Jenar. Hatinya deg-degan. Anjani pura-pura asyik menonton hiburan. Ketika tampilan adik kelas melawak, Anjani serius menonton. Dalam hatinya Anjani was-was kalau Jenar bertanya soal cinta. Perasaan itu ternyata berpaut.
"Anjani. Kau suka ya nonton lawak.? Jenar bertanya, sambil menoleh.
Syukur...syukur...Jenar tidak bertanya soal cinta. Tapi, Anjani berpikir, kok pertanyaan Jenar kayak anak TK sih? Tapi Anjani menjawab. "Nggak begitu sih."
"Tapi, kamu senyum-senyum tadi."
Woow... ternyata Jenar memperhatikanku juga. Nggak nyangka. "Masak sih? Kamu lihat aku tersenyum? Jawab Anjani memancing.
"Lihatlah, karena aku mengagumimu. Kamu cantik." Kata Jenar tanpa sembunyi.
Perasaan Anjani melayang-layang. Tak nyangka, Jenar yang pendiam, kutu buku, bisa ucapkan sanjungan pada perempuan. Tapi jujur, Anjani pingin sekali memiliki Jenar.
"Ah, bisa aja kamu Jenar. Aku tak sebanding dengan teman wanita di kelasmu." Anjani memancing.
"Tapi bagiku, kamu Anjani yang lebih cantik." Kata Jenar sambil melirik Srik yang berdehem mengacaukan kosentrasi Anjani. Anjani menjimpit paha Srik. Srik mengerang bilang sakit. "Srik...Srik. kamu ada aja." Pikir Anjani.
"Jenar, aku seratus persen yakin kamu berbohong karena aku perempuan. Tahulah orang cantik."