Ririn menunduk. Rasa malu menyelimuti dirinya. Dia sadar terlalu emosi. Lalu dia mendekat, sambil perkenalkan diri dan meminta maaf. Ririn mengulurkan tangan.
"Namaku Ririn. Aku minta maaf terlalu lancang. Ternyata ibu seorang ningrat. Maafkan sekali lagi."
Mirah menyalami jemari Ririn. "Aku Mirah. Tidak usah berlebihan. Kehidupan di kampungku, Ubud biasa-biasa saja. Kami menerima pacarmu Tito bekerja di tanah puri, seperti bagian keluarga besar."
Ririn dan Tito bengong berdua. Mereka saling pandang. Tito sendiri juga tidak tahu, bahwa Mirah yang dilukisnya seorang ningrat.
"Silahkan kalau mau mampir di Puri ya. Saya mau pamit. Jaga diri baik-baik." Mirah lalu lalu pergi. Tinggallah Tito dan Ririn. Mereka saling pandang. Tiba-tiba Ririn memeluk Tito dan berucap. "Maafkan aku Tito. Aku telah menggores kenyamananmu bekerja disini. Aku terlalu lancang." Ririn memeluk erat pinggang Tito.
"Sudahlah. Tidak usah dipermasalahkan lagi. Semua sudah berlalu. Kita sama-sama salah."
Hari sudah malam. Ririn tidak mungkin bisa balik ke Bandung. Tito menawari Ririn tidur di galery.
Ada satu kamar yang biasa Tito tiduri. Biarlah aku tidur di luar. Pikir Tito.
Ririn akhirnya memutuskan tidur di galery Tito. Mereka berdua lelap dalam mimpinya.
Bali, 24 5 23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H