Mohon tunggu...
Devy Permatasari
Devy Permatasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana NIM 55521120046 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Universitas Mercu Buana - Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak - Magister Akuntansi - Mata Kuliah Pajak Internasional dan Mata Kuliah Pemeriksaan Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 2 - Pemeriksaan Pajak dalam Rangka Restitusi

2 Juni 2023   22:56 Diperbarui: 3 Juni 2023   05:08 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : DJP_ Revitalisasi Pemeriksaan Restitusi

Kebijakan percepatan restitusi PPN merupakan fasilitas dari pemerintah dalam pengembalian lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak lebih cepat tanpa melewati alur proses pemeriksaan yang sangat ketat dan memakan waktu yang lama. Fasilitas ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Tujuan utama dari kebijakan ini antara lain untuk memperbaiki likuiditas dari Wajib Pajak, terutama UKM dan eksportir. Bagi eksportir yang potensi lebih bayar PPNnya sangat besar karena produk ekspor dibebaskan dari pengenaan PPN (0%), kebijakan ini diharapkan menjadi insentif yang dapat memacu kegiatan ekspornya. Keterangan Pers Kementerian RI No. 19/KLI/2018 menyampaikan bahwa kebijakan percepatan restitusi ini diharapkan akan menurunkan cost compliance karena pemberian restitusi tanpa dilakukan pemeriksaan dan diharapkan kebijakan ini bisa meningkatkan cash flow dan likuiditas perekonomian. Syarat pengajuan percepatan restitusi PPN diatur dalam PMK 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 39/PMK.03/2018. Peraturan tersebut menyebutkan bahwasanya wajib pajak yang dapat mendapatkan fasilitas percepatan restitusi PPN ini terbagi menjadi tiga, yaitu wajib pajak kriteria tertentu, wajib pajak persyaratan tertentu dan PKP berisiko rendah.

Jika, permohonan restitusi tanpa melalui proses pengembalian pendahuluan, maka tahapan yang dilalui sebagai berikut :

  • Proses ini diawali dengan pengajuan restitusi PPN dilakukan melalui SPT Masa PPN dengan cara membubuhkan tanda silang pada kolom Dikembalikan (restitusi) atau melalui Surat Permohonan yang diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
  • Permohonan Wajib Pajak yang sudah diterima kemudian akan diproses oleh Seksi-Seksi yang ada di KPP sampai dengan diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan (SP2). Penerbitan SP2 juga menandakan bahwa pemeriksaan sudah dimulai. Proses pemeriksaan sendiri berjangka waktu maksimal delapan bulan.
  • Pemeriksaan yang sudah selesai akan dilanjutkan dengan pengujian terhadap serangkaian bukti-bukti yang disajikan wajib pajak.
  • Kemudian pemeriksa akan menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak.
  • Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan SPHP, pada saat pembahasan disetujui oleh kedua belah, maka setelahnya diterbitkannya Laporan Hasil Pembahsan (LHP) dan dapat dicairkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) serta diterbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
  • Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak diusulkan ke KPPN supaya WP mendapat pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang akan ditransfer ke rekening WP sejumlah yang disepakati pada saat pembahasan.

Waktu pemeriksaan restitusi yang berlangsung selama 12 (dua belas) belas bulan yang berlangsung dengan tahapan sebagai berikut :

  • Bulan ke 1 : selama 4 minggu pemeriksa pajak akan meminjam dokumen dari wajib pajak yang mengajukan permohonan restitusi dengan rincian yang terdapat pada kolom jangka waktu peminjaman dokumen. Peminjaman dokumen dilakukan supaya pemeriksa dapat mengetahui dan mencocokkan data wajib pajak dengan data yang terdapat di Kantor Pajak, apabila telah sesuai maka dibuatkan berita acara peminjaman dokumen yang berarti bahwa dokumen dari wajib pajak telah sah di serahkan kepada pemeriksa pajak.
  • Bulan ke 2 sampai bulan ke 8, pemeriksa pajak melakukan pemeriksaan pada dokumen yang dipinjam dari wajib pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor maupun di lapangan dan apabila pemeriksaan yang dilakukan belum selesai sampai bulan ke 8, dapat diperpajang sampai dengan pada bulan ke 9 dan 10. Selama pemeriksaan berlangsung, petugas pajak akan memeriksa setiap kegiatan wajib pajak yang berhubungan dengan pajak, dimana wajib pajak tersebut wajib pajak yang patuh dan tepat waktu dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
  • Bulan ke 11 sampa bulan ke 12 setelah selesai pemeriksaan, pemeriksa pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan wajib pajak dapat memberikan tanggapan secara tertulis. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan akhir yang menentukan setuju dan tidak setuju pencairan restitusi.
  • Kemudian, jika disetujui dilanjutkan dengan penandatangan berita acara dan laporan hasil pemeriksaan.

Secara garis besar, restitusi pajak merupakan suatu pengembalian kelebihan pembayaran pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), PPN, ataupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dasar hukum atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sementara itu, aturan pelaksana UU KUP tersebut diatur lebih lanjut dalam peraturan turunan yang sudah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan terbaru yang mengatur tentang restitusi pajak adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Secara garis besar, ada 2 kondisi yang dapat diajukan pengembalian kelebihan bayar pajak atau restitusi pajak, yakni:

1. Kondisi lebih bayar pajak yang seharusnya Tidak Terutang

Kondisi kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya Tidak Terutang ini terjadi karena WP membayar pajak yang seharusnya tidak terutang pajak.

Contoh;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun