Mohon tunggu...
devinda_ kristanti
devinda_ kristanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STIE Widya Dharma

change world by word

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korelasi Zakat dan Pajak dalam Hasil Pertanian

14 Oktober 2024   20:52 Diperbarui: 15 Oktober 2024   13:11 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakat dan pajak adalah dua kewajiban finansial yang berbeda dalam hal tujuan, dasar hukum, dan penerapan. Zakat adalah kewajiban bagi umat Islam yang memiliki harta mencapai nisab (batas minimum) dan sudah dimiliki selama satu tahun (haul). Zakat bertujuan untuk menyucikan harta dan membantu golongan yang membutuhkan, seperti fakir miskin. Ada dua jenis zakat: zakat fitrah, yang dikeluarkan saat Ramadhan, dan zakat mal yang dikenakan atas harta seperti hasil pertanian, emas, dan perdagangan.

Pajak di sisi lain adalah kewajiban negara yang dikenakan kepada semua warga negara, tanpa memandang agama. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan digunakan untuk membiayai pembangunan, penyediaan layanan publik, serta kepentingan nasional. Contoh pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Secara singkat, zakat bersifat religius dengan tujuan sosial, sementara pajak bersifat hukum negara dan digunakan untuk pembangunan publik.

PERMASALAHAN :

Sebagian besar masyarakat daerah pelosok berpenghasilan sebagai seorang petani contohnya Kota Batu. Mayoritas dari mereka memiliki lahan dengan hasil panen sayuran dan buah yang cukup melimpah setiap tahunnya. Terdapat banyak jenis hasil panen seperti padi dan jagung. Selain itu ada pula yang memiliki ladang kubis, timun, wortel , kentang, kacang tanah dan lain sebagainya. Akan tetapi beberapa dari mereka yang tidak mengetahui zakat dan pajak yang wajib mereka bayarkan atas hasil panen yang mereka terima. Sehingga banyak petani yang belum pernah menunaikan zakat ataupun pajak atas hasil panen karena minimnya pengetahuan atas zakat maupun pembayaran pajak yang mereka ketahui. Dari persoalan diatas terdapat beberapa poin yang menjadi pertanyaan besar para petani lokal :

Hasil panen apa saja yang dapat dikenakan zakat atau pajak ?

Seberapa besar tarif yang dikenakan untuk hasil perkebunan mereka ?

Bagaimana prosedur penyetoran zakat atau pajak bagi masyarakat awam ?

PENYELESAIAN :

Berikut beberapa jawaban singkat dari ketiga poin di atas :

a) Hasil Panen yang Dikenakan Zakat

Zakat pertanian adalah salah satu jenis zakat yang dikeluarkan dari hasil panen atau produksi pertanian. Zakat pertanian harus dikeluarkan oleh setiap individu atau kelompok yang memiliki lahan pertanian atau hasil panen yang mencukupi nisab (batas minimal untuk wajib zakat).

ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengeluarkan zakat pertanian, antara lain:

  • Tanaman yang ditanam haruslah tanaman yang ditanam untuk dijual atau untuk dijadikan bahan pokok.
  • Tanaman tersebut harus tumbuh dengan sendirinya tanpa perlu disiram atau diberi pupuk secara rutin.
  • Tanaman tersebut harus ditanam pada lahan yang dimiliki sendiri dan bukan tanah milik orang lain.

Zakat pertanian secara khusus dikenakan pada hasil panen yang berupa makanan pokok, seperti gandum, padi, kurma, dan anggur, yang dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Untuk hasil perkebunan seperti kentang atau wortel, yang tidak termasuk makanan pokok dan tidak memiliki sifat penyimpanan jangka panjang yang sama, tidak ada kewajiban zakat dalam fiqh tradisional.
Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa jika hasil perkebunan tersebut mencapai jumlah yang besar dan menjadi sumber pendapatan utama, maka zakat tetap bisa dikenakan, tetapi dengan ketentuan sebagai zakat perdagangan (zakat mal), bukan zakat pertanian. Dalam Islam, zakat pertanian wajib dikeluarkan atas hasil bumi yang tergolong sebagai makanan pokok dan dapat disimpan dalam waktu lama. Beberapa hasil panen yang dikenakan zakat antara lain:

  • Gandum dan jelai.
  • Padi atau beras.
  • Kurma.
  • Anggur (kismis atau anggur kering).
  • Jagung.
  • Kacang-kacangan (seperti kacang hijau dan kacang tanah).

b) Hasil Panen yang Dikenakan Pajak

Pajak dikenakan pada semua jenis hasil panen atau produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi dan menghasilkan pendapatan bagi petani. Pemerintah biasanya menetapkan pajak atas hasil pertanian berdasarkan penghasilan yang diperoleh dari penjualan produk tersebut. Hasil panen yang umum dikenakan pajak meliputi:

  • Padi, gandum, jagung, sagu.
  • Sayuran seperti kentang, wortel, dan cabai.
  • Buah-buahan seperti apel, mangga, pisang, dan jeruk.
  • Tembakau dan hasil perkebunan lain seperti kelapa sawit, kopi, dan teh.
  • Tanaman hortikultura lainnya seperti bunga dan tanaman hias.

Pajak pertanian biasanya dihitung berdasarkan penghasilan bruto yang diperoleh petani setelah menjual hasil panennya. Pajak ini dikenakan berdasarkan ketentuan pajak penghasilan (PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN) jika produk tersebut diperdagangkan.
Barang hasil pertanian yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibagi dalam empat kelompok:

  • Hasil Perkebunan: Meliputi 24 komoditi seperti kelapa sawit, kakao, kopi, teh, tembakau, karet, lada, cengkeh, dan lainnya.
  • Tanaman Pangan: Termasuk padi, jagung, kacang-kacangan (kacang tanah, kacang hijau), dan umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, talas).
  • Tanaman Hias dan Obat: Meliputi tanaman hias, tanaman potong, dan tanaman obat.
  • Hasil Hutan: Terbagi menjadi hasil hutan kayu (kayu, kelapa sawit, karet) dan hasil hutan bukan kayu (bambu, rotan, gaharu, kemiri, tengkawang).

Setiap kelompok ini dikenakan PPN dengan ketentuan tertentu.

a) Tarif yang Dikenakan dalam Zakat atas Hasil Pertanian

Nisab untuk zakat hasil panen adalah 653 kg (sebanding dengan 5 wasaq) untuk hasil pertanian utama. Zakat pertanian dikenakan sebesar:

  • 10% jika pengairannya alami (misalnya dengan hujan).
  • 5% jika pengairannya menggunakan alat atau biaya tambahan.

Sedangkan zakat perdagangan dikenakan jika hasil penjualan dari produk pertanian seperti kentang dan wortel mencapai nisab (batas minimum harta yang wajib dizakati), yaitu setara dengan 85 gram emas, dan telah mencapai haul (dimiliki selama satu tahun). Dalam konteks ini, zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari total pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan dari penjualan hasil perkebunan tersebut.

b) Tarif yang Dikenakan dalam Pajak atas Hasil Pertanian

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.03/2022 pemerintah melakukan penyesuaian tarif PPN dan jenis barang penyerahan hasil pertanian tertentu berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Hasil pertanian dianggap sebagai barang kena pajak yang diserahkan oleh kelompok petani kepada pembeli dengan peredaran usaha lebih dari Rp4,8 miliar. Artinya, bagi pertani yang memiliki omzet dalam satu tahun di bawah Rp4,8 miliar tidak kena PPN.

Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas hasil pertanian adalah 11% dari harga jual. Tarif ini berlaku untuk komoditi pertanian yang termasuk dalam kelompok-kelompok yang dikenakan PPN, seperti hasil perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias, obat, dan hasil hutan.

a) Prosedur Penyetoran Zakat Pertanian di BAZNAS

Prosedur penyetoran zakat pertanian di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengikuti langkah-langkah yang sistematis untuk memastikan zakat disalurkan dengan benar kepada yang berhak (mustahik). Berikut adalah langkah-langkah umum untuk menyetorkan zakat pertanian di BAZNAS:

Hitung Jumlah Zakat yang Harus Dikeluarkan

 Hitung hasil panen yang dimiliki. Zakat pertanian wajib dikeluarkan jika hasil panen mencapai nisab (653 kg atau 5 wasaq) untuk makanan pokok seperti padi, gandum, dan sejenisnya.

Tentukan persentase zakat yang harus dikeluarkan:

     - 5% jika pengairan menggunakan biaya, seperti irigasi atau sumur.

     - 10% jika pengairan alami, seperti hujan.

Hasil perhitungan ini adalah jumlah zakat yang harus disetorkan.


  • Pilih Metode Penyetoran

   BAZNAS menyediakan beberapa metode untuk menyetorkan zakat pertanian:

   - Datang langsung ke kantor BAZNAS di wilayah setempat untuk melakukan penyetoran tunai atau memberikan hasil panen secara langsung.

   - Transfer bank melalui rekening zakat BAZNAS yang telah disediakan, dengan menyertakan bukti transfer.

   - Online melalui platform digital BAZNAS atau aplikasi pembayaran zakat yang tersedia. Biasanya, pengguna harus mengisi formulir zakat secara online.

  • Isi Formulir Penyetoran

Baik secara langsung maupun online, wajib mengisi formulir penyetoran zakat. Formulir ini berisi data diri, jenis zakat yang dibayarkan (zakat pertanian), jumlah zakat, serta rincian hasil panen.

 

  • Konfirmasi Penyetoran

   - Setelah melakukan pembayaran atau penyetoran zakat, simpan bukti pembayaran atau bukti penyetoran.

   - Jika menyetorkan melalui transfer bank atau online, kirim bukti pembayaran kepada pihak BAZNAS sebagai konfirmasi.

   - Jika menyerahkan hasil panen langsung, BAZNAS akan memberikan tanda terima resmi.

  • Distribusi Zakat

Setelah zakat disetorkan, BAZNAS akan mendistribusikannya kepada golongan yang berhak (asnaf zakat), seperti fakir miskin, muallaf, dan lain-lain, sesuai ketentuan syariah.

  • Menerima Laporan Penyaluran

BAZNAS biasanya memberikan laporan penyaluran zakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada para muzakki (orang yang membayar zakat). Laporan ini dapat diperoleh melalui situs resmi BAZNAS atau komunikasi langsung.

 

 

b) Prosedur Penyetoran Pajak Pertanian 

Penyetoran pajak pertanian adalah langkah penting yang harus dilakukan oleh setiap petani atau pelaku usaha di sektor pertanian untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Proses ini dimulai dengan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang menjadi identitas wajib pajak. Jika seorang petani belum memiliki NPWP, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendaftar di kantor pajak terdekat atau secara online.

Setelah memiliki NPWP, langkah berikutnya adalah melakukan pembukuan atau pencatatan yang baik mengenai penghasilan dan pengeluaran yang terkait dengan usaha pertanian. Hal ini sangat penting karena pencatatan yang rapi akan membantu petani dalam menghitung penghasilan kena pajak dan mengetahui berapa banyak pajak yang terutang.

Untuk menghitung pajak yang terutang, petani perlu memperhatikan dua jenis pajak utama: Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPh dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari usaha pertanian, dengan tarif yang bersifat progresif antara 5% hingga 35% untuk orang pribadi. Jika petani memenuhi syarat PP 23 Tahun 2018, mereka dapat dikenakan tarif lebih rendah, yaitu 0,5% dari omzet bruto. Di sisi lain, jika petani terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), mereka harus memungut dan menyetor PPN sebesar 11% dari nilai transaksi penjualan hasil pertanian.

Setelah menghitung pajak yang terutang, petani perlu mendapatkan kode billing untuk melakukan penyetoran pajak. Kode billing ini dapat dibuat melalui aplikasi e-Billing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara online. Setelah memiliki kode billing, pajak dapat disetorkan melalui berbagai saluran, seperti bank, kantor pos, atau kanal pembayaran online resmi yang bekerja sama dengan DJP.

Selanjutnya, petani harus melaporkan pajaknya. Untuk PPh, pelaporan dilakukan melalui e-Filing dengan batas waktu biasanya hingga 31 Maret setiap tahun untuk SPT Tahunan. Sedangkan untuk PPN, pelaporan dilakukan setiap bulan, dengan batas pelaporan akhir bulan setelah transaksi.

Penting bagi petani untuk menyimpan semua bukti pembayaran dan dokumen pelaporan sebagai arsip, karena ini bisa diperlukan jika ada audit atau pemeriksaan dari pihak DJP. Selain itu, petani juga perlu memastikan bahwa semua kewajiban pajak dipenuhi dengan benar dan tepat waktu untuk menghindari sanksi atau denda.

Korelasi antara Zakat dan Pajak Pertanian

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa zakat dan pajak dalam pertanian merupakan hal yang berbeda. Berikut hubungan antara kedua hal tsb :

  • Perbedaan Fungsi: Zakat adalah kewajiban agama yang bersifat spiritual dan sosial, sedangkan pajak adalah kewajiban negara yang bersifat hukum dan administratif. Meski sama-sama melibatkan kewajiban finansial, tujuan dan alokasi dana dari zakat dan pajak berbeda.
  • Double Payment: Dalam beberapa kasus, seorang petani Muslim bisa memiliki kewajiban untuk membayar zakat dan pajak secara bersamaan. Namun, zakat tidak dapat digunakan untuk mengurangi atau menggantikan pajak, karena keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Meski demikian, di beberapa negara yang mengakui zakat sebagai bagian dari sistem keuangan, zakat bisa dihitung sebagai pengurang pajak.
  • Kepentingan Sosial: Keduanya pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat. Zakat lebih fokus pada kesejahteraan umat Islam yang kurang mampu, sedangkan pajak lebih luas mencakup seluruh penduduk dan pembangunan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun