Dalam novel antologi rasa gaya hidup dan budaya kota metropolitan tergambar jelas. Hal ini dibuktikan dari kegiatan yang dilakukan Keara dan para sahabatnya seperti clubbing, makan di resto mahal, dan menghabiskan waktu hanya untuk menikmati secangkir kopi di suatu kedai kopi. Budaya tersebut sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Melalui novel ini, para pembaca bisa mendapatkan gambaran bagaimana hidup di kerasnya Jakarta.
"On most nights, aku cuma perlu menahan-nahankan diri paling lama sejam sebelum akhirnya Harris muncul di club atau di restoran itu dan memainkan sandiwara sepuluh menit kami."
Sudut Pandang
Novel ini menceritakan perasaan dari sudut pandang masing-masing tokoh utama, yaitu Harris, Keara, dan Ruly, serta satu tokoh lain bernama Panji. Pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama untuk menceritakan perasaan dari masing-masing tokoh.
"K e a r a
Aku pertama kali berkenalan dengan Ruly sekitar lima tahun
yang lalu, saat yang sama dengan Harris dan Denise juga." (hlm
"H a r r i s
Holi-fucking-day! Akhirnya. Kadang-kadang gue merasa pekerjaan gue ini memang sinting."
Alur
Ika natassa memilih alur maju untuk menceritakan kisah yang ada dalam novel ini. Pada awal buku diceritakan bagaimana pertemua keempat orang Keara, Harris, Ruly dan Denis hingga mereka bersahabat. Namun, perasaan mereka membuat mereka terjebak dalam cinta persegi antara mereka berempat. Keara mencintai Ruly, Ruly mencintai Denise dan Harris yang mencintai Keara. Sepanjang buku ini ceritanya terus berjalan maju.