Mohon tunggu...
Devi Aristya
Devi Aristya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Analisis Novel Antologi Rasa

21 Februari 2018   19:01 Diperbarui: 21 Februari 2018   19:10 6705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinda adalah sahabat Keara sewaktu ia kuliah. Diceritakan bahwa Dinda sudah memiliki suami dan seorang anak. Meskipun demikian, ia tetap menjadi sahabat sekaligus tempat curhat Keara. Dinda juga tipe wanita metropolitan kelas atas. Sebagai wanita metropolitan dia sudah terbiasa dengan dunia malam, bahkan Harris menyebutnya MILF (seorang ibu yang biasanya digunakan sebagai objek lelaki yang lebih muda darinya).

"Dinda---satu-satunya orang yang kuceritakan mengenai perasaanku terhadap Ruly, and the one who knows me all too well---bertanya. Aku cuma bisa menjawab," Karena dia Ruly." Dan Dinda pasti langsung berlagak ingin menyundut dahi-ku dengan rokok putihnya." (halaman 25)

Panji, adik ipar Dinda. Panji diceritakan hampir mirip seperti Harris. Mereka berdua sama-sama playboy yang suka bermain dengan wanita. Panji juga jatuh hati kepada Keara. Dia orang yang easy goingdan mudah bergaul, buktinya sekali ia melihat Keara mereka langsung akrab hingga Panji jatuh hati kepada Keara.

" Hey, beautiful," Panji tersenyum ke arahku begitu aku muncul di Social House. Aku balas tersenyum dan membiarkannya mendaratkan ciuman di pipi kananku." Panji, come on, the obvious? I'm sure you can come up with a better compliment than that." (halaman 102)

Latar

Novel ini mengambil latar berbagai tempat hingga berbagai negara. Kantor bank internasional menjadi latar terpenting dalam novel ini, karena semua tokoh merupakan banker yang bekerja bersama dalam satu bank yang sama. "Harris dan Ruly sering sebal kalau mengajakku jalan kaki dari gedung kantor kami di kawasan SCBD ke Pacific Place untuk makan siang---15 menit jalan kaki di bawah terik matahari dan asap knalpot Jakarta---dan aku merengek kepanasan, pegal, berpeluh bau matahari, dan mencetus," Look what you've done to my expensive stilettos!"

Ruly---being the calm guy that he is---biasanya cuma senyum-senyum, sementara Harris balas mencetus," IYAAA, NTAR PULANGNYA NAIK TAKSI!""Singapura adalah salah satu negara yang menjadi latar dalam novel ini. Keara dan Harris pergi ke Singapura untuk melakukan F1 trip. "Aku mengembalikan kartu yang telah kulengkapi kepada si bapak, dia mengecek sebentar, mengecap pasporku, dan tersenyum," Welcome to Singapore."

Novel ini juga mengambil latar beberapa resto dan club house ternama. Harris dan Keara diceritakan sebagai kalangan atas dan penikmat dunia malam kota metropolitan, oleh karena itu tempat seperti resto dan club house ternama menjadi latar tempat dalam novel ini. "Ruly sahabatku itu, yang sepuluh jam sebelum pukul satu pagi, menjemput aku dan Harris yang mabuk berat di Balcony sampai kami tidak bisa menyetir sendiri."Novel ini juga mengambil latar tempat apartemen. Mereka semua termasuk Keara memilih apartemen sebagai tempat tinggalnya. "Di ruang tamu apartemenku. Sholat subuh. Sendiri."

Latar waktu yang digambarkan dalam novel ini meliputi pagi, siang dan malam. Pagi adalah waktu mereka bersiap untuk bekerja, dari sarapan hingga benar benar memulai bekerja digambarkan dalam novel ini. "Ini ritual kecil yang gue dan dia lakukan setiap pagi, satu-satunya alasan kenapa gue rela bangun pagi-pagi demi mengantre bubur ayam di penjual pinggir jalan di dekat Rasuna situ, bertemu dia di parkiran gedung kantor jam 7.30 tepat, lantas gue dan dia duduk di dalam mobilnya sarapan bareng sambil ngobrol nggak jelas ala gue dan dia, gue selihai mungkin menghindari nama Ruly muncul dalam topik pembicaraan kami." (hlm 107)

Dalam novel ini latar waktu siang hari banyak digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang mereka lakukan ditengah sibuknya bekerja, seperti bercanda bersama, makan sian dan lain sebagainya. "Kami sedang lunch bareng di Y&Y Pacific Place, acara rutin kami setiap Jumat siang ketika lunch break bisa dimolor-molorin sampai dua jam." (hlm 110)

Novel ini juga mengambil latar waktu malam hari untuk menggambarkan dunia malam Jakarta, seperti clubbing dan beberapa kegiatan yang dilakukan di resto mahal untuk melepas penat. "Satu malam sepulang dari kantor, ketika kami sedang membunuh kepenatan bareng di Canteen Pacific Place. Dua gelas white wine, pesto chicken wrap di piringku, fetuccini di piring sahabatku itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun