Mohon tunggu...
Deva Risma
Deva Risma Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah healing terbaik

Menulis agar kamu menjadi waras

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki di L300

23 Agustus 2021   14:19 Diperbarui: 23 Agustus 2021   14:24 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ah, sudahlah. Aku tidak perlu menjelaskan kepada mereka bahwa pekerjaanku baik-baik saja. Aku dibayar sesuai dengan pekerjaanku. Aku juga sangat terjaga selama menjadi karyawan di sana. Aku masih membalas tatapan Ibu Wati. Aku mengetahui namanya yang kebetulan ada di bros terpampang di jilbabnya.

Tanpa ada lagi pertanyaan, Bu Wati bangkit menuju kasir untuk membayar makanannya dan suami. Aku dan beberapa penumpang lain juga melakukan yang sama.

**

Aku memperhatikan penampilan Bu Wati yang sopan dan anggun. Sebelumnya, aku tidak terpikir sosok perempuan berkerudung lebar ini akan menyinggung perasaanku. Apalagi aku belum pernah bertemu dengannya. Juga nampak gaya yang berwibawa. Ah, sangat banyak kutemukan orang seperti ini di bumi Serambi Mekah ini. 

Tapi, sayang. Mereka tidak bisa menjaga citra sebagai muslimah sejati. Mereka cenderung mudah berprasangka buruk kepada orang lain juga pekerjaan orang lain. 

Memang benar bahwa penampilan tidak selamanya menjadi tolak ukur orang baik. Tapi, aku juga tidak menyalahkan penampilannya. Setidaknya, mereka sudah berusaha menjaga auratnya sebagai perintah Tuhan.

Perjalanan kami dilanjutkan, sopir memastikan semua naik ke dalam mobil. Saat aku berjalan menuju mobil lelaki necis tadi yang paling tampan diantara lelaki di mobil yang kutumpangi ikut serta ke dalam mobil. Aku tidak lengah memperhatikannya, karena posisi dia yang tidak jauh.  Aku seperti tidak melihat dia membayarnya ke kasir.

"Apa dia lupa membayar makanannya?" pikirku sendiri.

Saat semua bangkit dari tempat duduk menuju meja kasir. Aku melihat dia masih menghabiskan makanannya. Saat aku membalikkan badan dari kasir, aku melihat dia sudah beranjak menuju mobil. Apa dia membayar waktu aku asyik berbicara dengan Bu Wati. Tapi, tidak juga. Dia bahkan seperti menyimak obrolan kami.

Sopir sudah melajukan mobilnya. Sesekali, aku menoleh ke belakang memperhatikan lelaki necis itu. Jika melihat sekilas dari penampilan dan wajahnya dia bukan tipe lelaki macam-macam. Tapi, aku kembali mengingat kapan dia membayar nasinya tadi.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun