Kala semua penumpang menikmati makan siang. Di sebuah rumah makan paling fenomenal dengan masakan khas  Barat Selatan Aceh. Kebetulan, kali ini semua penumpang duduk di meja panjang. Sehingga semua berkumpul menikmati makanan yang diambil sendiri di depan.
Aku memilih ikan sambal dan sayur asam. Di sampingku ada yang memilih kerang lado, cumi tumis asam. Kami sesama penumpang menjadi semakin akrab. Akhirnya, sopir juga bergabung ke meja panjang yang biasa dipilih oleh rombongan keluarga.
"Adek sering berpergian sendirian?" tanya Ibu bermata sipit itu. Beliau duduk di sampingku dengan suaminya.
"Iya, Bu," sahutku sekenanya sembari memamerkan senyum terbaik.
"Tidak takut bepergian sendiri-sendiri, Dek?" dia menoleh sembilan puluh derajat kepadaku.
"Tidak, Bu. Kebetulan saya sudah langganan sama travel 'bersaudara' ini," jawabku lagi.
"Oh begitu, memangnya orang tuanya tidak khawatir anak gadis pulang pergi sendirian?" pertanyaannya membuatku merasa tidak nyaman. Aku masih terdiam.
"Apalagi adek duduk di depan dekat sopir! Sopir itu kadang-kadang nakal, Dek!" serunya tiba-tiba sambil melihat kiri-kanan.
Aku tersenyum kecut, "Tidak, Bu. Sopir di dua saudara terkenal baik-baik. Mereka tidak macam-macam sama penumpang. Saya bahkan sudah setahun ini berlangganan di travel ini.Â
Apalagi mereka selalu berhenti setiap masuk waktu salat. Obrolan mereka juga sopan-sopan!" aku sedikit membela diri dan para sopir. Memang bukan hal yang asing. Kalau sopir sering dianggap nakal dengan penumpang perempuan, apalagi anak gadis sepertiku.
"Memangnya adek kenapa pulang pergi!" tanya Perempuan yang mengenakan baju merah jambu dengan penutup kepala warna senada. Pakaiannya cukup menunjukkan seorang muslimah.