Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jadi Atlet, Bakat Saja Tidak Cukup

6 Agustus 2021   01:33 Diperbarui: 6 Agustus 2021   01:35 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seingatku, itulah obrolan kami ketika dirinya masih kelas 1 SMP. " Heheh...keren banget, tapi belajarnya jangan ngawur yah." Kataku ikutan bahagia.  Iya, aku memang bahagia, sekalipun anak ini bukan lahir dari rahimku.  Mengikuti curhat dan perkembangannya membuatku begitu menaruh mimpi pada masa depannya.

Seperti jalan hidup yang tidak seorang pun tahu.  Ketika setahun kemudian Marcel juga harus kehilangan opa yang selama ini berperan sebagai orang tua pengganti papanya.  "Tan, opa aku juga meninggal. " katanya datar ketika kabar duka itu datang.

"Iya, sudah waktunya.  Tapi kamu khan punya tante adek papa, dan juga ada akyu." Kataku mencoba menghiburnya.  Meski hatiku sendiri terpukul dan beribu tanya, "Kenapa anak ini begitu berat jalan hidupnya."

Begitulah cerita dan waktu terus berjalan.  Aku bukan siapa-siapa di dalam hidupnya, aku hanya mencoba menjadi "sahabat" baginya.  Termasuk ketika kembali dikatakannya untuk tidak melanjutkan SMA.  

"Nggak, kamu itu harus lanjut SMA dan kuliah.  Terserahlah mau kuliah apapun boleh yang memang mampu kamu jalani Cel.  Sedangkan bola, yah jalani saja terus.  Mau tanding, yah ikutan saja tanding, asal pelajaran tidak berantakan." Kataku bawel dan ngotot.  Heheh... kocak, padahal aku ini siapa.

"Kamu tahu Cel, di Indonesia menjadi atlet saja tidak cukup.  Ok, kamu punya bakat bola, dan jago banget.  Terbukti kamu masuk U 15, dan sering tanding hingga ke luar negeri.  Tetapi ingat, di Indonesia sulit pilihan hidup menjadi atlet.  Kamu harus punya lebih dari bakat dan lebih dari sekedar hebat.  Harus luarbiasa hebat, harus spektakuler!" Lanjutku.

"Lihat saja banyak atlet hebat yang kemudian hidupnya tragis.  Mereka hanya berjaya di masanya, tetapi kemudian dilupakan orang dan hancur.  Beda cerita jika kamu itu punya ijazah D 3 setidaknya, dan kemudian kamu berkarir sebagai atlet bola misalnya.  Terus tabung deh setiap kali mendapat bonus cetak gol. 

Lalu setelah masa jaya lewat, kamu bisa buka usaha.  Terserah mau membuka sekolah bola, ataupun usaha di bidang olahraga." Kataku menjelaskan kepada bocah belia ini.

"Kamu lihat deh mereka yang atlet-atlet jago itu.  

Apa kamu pikir mereka tidak berbakat?  Sebab mereka berbakatlah lalu ditempa, makanya berjaya hingga mewakili Indonesia, meraih emas dan bonus macem-macem.  Tetapi setelahnya, bagaimana?  Inilah juga yang harus dipikirkan."  Kataku kemudian.

Aku ingat banget pembicaraan itu berlangsung saat aku menunggu putriku latihan kolintang.  Tidak ada sedikitpun canggungnya bercerita tentang mimpinya. Dia begitu jujur dan polos menanyakan pendapatku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun