Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Jilid Dua

30 Oktober 2020   03:28 Diperbarui: 30 Oktober 2020   03:33 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu adalah hari pertama Rara memasuki halaman sebuah sekolah SMP di kota Sleman.  Tidak terlihat semangat sama sekali di wajah Rara sebagai murid pindahan kelas 8 dari Jakarta.  Mutasi orang tua membuatnya tidak punya pilihan.

"Nyebelin banget, kenapa juga aku harus terdampar di sekolah kampung ini.  Lagian papa sih, kok maksa banget aku mesti ikut," batin Rara duduk sendiri di halaman sekolah itu sambil memandangi anak-anak yang sedang bermain.

Hari-hari kemudian menjadi mimpi buruk untuk Rara.  Tidak ada sedikitpun usaha Rara untuk beradaptasi atau melihat kebaikan di lingkungan barunya.

"Rara, bagaimana sekolahmu nak?  Ayo, kenalkan dong teman barumu.  Kamu khan orangnya gaul dan asyik.  Papa yakin pasti temanmu sudah segambreng," kata papa di saat makan malam ketika itu.

"Pretttlah pa!  Aku khan sudah bilang, aku lebih baik dengan oma di Jakarta.  Nggak bangetlah aku ikutan pindah di kota kecil seperti ini.  Mereka itu udik banget papa!  Model-model anak jadul begitu," sahut Rara dengan cemberut.  Tetapi sayangnya keluhannya ini justru disambut tawa ngakak papa dan mamanya.

"Hahah...anak jadul itu seperti apa Ra?  Kamu itu kok sotoy toh Ra!" kata mama menyela sambil mengucek rambut Rara.

Seperti biasa maka pagi itu Pak Dirman supir kantor papa mengantarkan Rara ke sekolah.  Seperti biasa juga, setengah mati si Mbok Sum dan Pak Dirman mengingatkan Rara untuk buru-buru supaya tidak telat.  Sementara papa dan mama hanya geleng kepala saja.  Ngerti banget mereka malesnya Rara sekolah di kota itu.

"Non Rara, ayo dong buruan.  Mosok bapak setiap hari harus ngebut sih non," suara Pak Dirman meminta Rara segera masuk ke mobil.  Sementara si mbok sibuk membawakan tas sangu Rara yang nyaris tertinggal.

Muka cemberut lipat 1000 Rara duduk di mobil menuju sekolah.  Tetapi kemudian sesaat matanya menangkap seorang cowok berseragam SMA seperti batik sekolahnya.  Cowok itu mengendarai vespa, dan wajahnya....ehhmm...kok yah nyenengin yah.

"Apa iya itu cowok satu sekolah dengan aku?" berharap dan bertanya Rara dalam hati.  Kebetulan memang sekolah Rara lengkap, dari TK hingga SMA.

"Fix, keluar main nanti harus aku cari kakak itu siapa" batin Rara dalam hati sembari tersenyum seolah menemukan semangatnya.

Heheh...esok pagi menjadi hari luarbiasa, dan juga pagi-pagi berikutnya.  Tidak ada lagi Rara yang lamban dan setengah hati ke sekolah.  Seisi rumah bertanya, yah kok tumben Rara semangat sekolah.

Heheh....ssst...sudah bisa ditebak dong, cowok bervespa itulah sumber energi Rara.

"Ahhh...itu dia kakaknya...bisik Rara ketika kembali setiap pagi berpapasan dengan cowok bervespa yang masih belum diketahui namanya itu.

"Hari ini, hari ini dan hari ini, aku mesti menemukan kakak itu!  Aku mesti kenalan dan tahu namanya!" tekad Rara sambil memperhatikan jajaran kendaraan roda dua yang diparkir di halaman samping sekolah.

Hari baik rupanya, dan keluar main kedua Rara menemukan cowok bervespa itu.  Kebetulan keduanya tidak sengaja berebut tempat duduk di kantin.

"Ehh...maaf kak, aku kirain tempatnya kosong," sahut Rara yang ternyata menduduki bangku cowok bervespa.

"Santai aja, kamu mau duduk, duduk saja dek.  Aku makan di kelas saja," sahut cowok tersebut.

Dasar Rara, berhubung sudah bertekad, jadinya benaran nekat.

"Namaku Rara, aku sering lihat kakak setiap pagi naik vespa.  Nampak-nampaknya rumah kita searah kak.  Oiya, aku murid baru di kelas 8, pindahan dari Jakarta," panjang lebar Rara memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan persahabatan.

Cowok itu rada kaget, karena lengkap banget data diri Rara.  "Ehhmm...sebenarnya nggak ngerti kenapa kamu memperkenalkan diri sebegitunya.  Tetapi, okay deh, namaku Yoga.  Aku anak kelas XI, " demikian Yoga nama cowok bervespa itu ternyata.

Singkat cerita mendadak sekolah menjadi segalanya untuk Rara.  Bertemu Kak Yoga setiap pagi serasa meneguk air kehidupan yang membangkitkan semangat.

Hari-hari di sekolah pun berubah.  Meski tak selalu bersama Kak Yoga di saat keluar main, tetapi Rara menemukan dirinya kembali.  Rara dengan cepat beradaptasi di sekolah barunya.  Hehhe...cuma gara-gara seorang Yoga!

"Hei...Ra.., kamu kok belum pulang?  Mau aku anterin nggak dek?  Katamu rumah kita searah khan?" suara Kak Yoga menganggetkan Rara yang sedang menunggu Pak Dirman. 

"What?  Pulang dibonceng Kak Yoga?  Wow...kapan lagi kesempatan emas ini datang," pikir Rara dalam hatinya yang loncat kegirangan.

"Kakak yakin?  Kalau yakin, aku telepon Pak Dirman dulu.  Soalnya mobil aku sedang di bengkel kak.  Jadi aku rada telat dijemput hari ini," sahut Rara yang langsung menelpon Pak Dirman.

Fixed, Rara pun dibonceng Kak Yoga.  Jantungnya berdegub kencang sekali, dan tangannya mendadak dingin karena gugup.

Jujur sebelumnya Rara belum pernah dibonceng, apalagi dibonceng vespa yang bodynya gemuk seperti itu.  Setengah mati Rara berusaha menyimbangkan dirinya agar tidak jatuh ketika dibonceng.  Tetapi sayang, kejadian memalukan itu terjadi juga.  Yup...Rara terjatuh dari boncengan saat vespa Yoga memasuki komplek perumahan Rara.

"Duh...Ra, kamu ini gimana sih?  Kamu nggak kenapa-kenapa khan dek?" suara khawatir Yoga menghentikan vespa dan membantu Rara berdiri.

Malunya jangan ditanya, dan cengar cengir Rara menjawab, "Heheh...enggak apa-apa kak.  Aku belum pernah dibonceng.  Apalagi vespa khan bentuknya ada perutnya, jadinya aku tambah ribet duduknya.  

Sedari tadi aku berusaha nahan supaya nggak jatuh.  Eee...malah kepental jatuh juga," suara bawel Rara yang disambut senyuman geli Kak Yoga.

Tetapi kisah manis itu kemudian berbuntut lebih manis lagi ternyata.  Hari-hari selanjutnya semakin sering Rara dibonceng.  Katanya Kak Yoga sih supaya terbiasa.  Tetapi buat Rara malah jadi kebiasaan, dan akhirnya beneran deh dari suka jadi cinta.

Sayang semuanya harus berakhir kandas karena lagi-lagi ulah papa.

Rara yang kemudian tamat SMP terpaksa melanjutkan SMA nya di kota lain.  Sementara Kak Yoga ketika itu setelah tamat SMA konon kabarnya diterima di perguruan negeri juga.  Tetapi tidak tahu dimana karena hubungan mereka terputus sejak Yoga lulus SMA.

Tidak ada kata sempat terucap, semuanya berjalan mengalir seperti air begitu saja.  Termasuk ketika Rara yang melanjutkan SMA nya di Bandung dan 3 tahun kemudian ternyata di terima di Universitas Gajah Mada, Jogya.

Kota Gudeg itu memang menyimpan banyak kenangan.  Dulu sewaktu bertugas di Sleman, papa dan mama selalu membawa Rara sesekali ke Jogya.  Duh...teringat Rara, SMP nya di Sleman dan Kak Yoga.  Kira-kira Kak Yoga kuliah dimana yah.  Ehhhmm...apa aku main-main ke sekolah aja yah.  Mungkin ada yang tahu dimana Kak Yoga.  

Sejenak Rara menerawang pikirannya ke masa SMP nya dulu.  Lalu senyum-senyum dirinya ketika mengingat saat jatuh dari vespa.  Tetapii...byarr...semua bubar jalan ketika suara menghentak menganggetkannya.

"Woi..kamu kenapa senyam senyum sendiri?  Obatmu sudah diminum teratur, atau jangan-jangan malah sudah diminum sekalian?" suara cowok menganggetkan, dan lebih kaget lagi karena suara itu terasa dikenalnya.

"Siapa namamu?  Saya Yoga yang akan mengajak kamu keliling mengenal fakultas sipil," kembali suara itu menganggetkan Rara.

"Saya Rara yang jatuh dari vespa kak, "sahut Rara berani mati.

Cowok bernama Yoga itu lalu terdiam, dan hanya mematung memandang Rara lalu acuh meninggalkannya.

Hari pertama perkenalan kampus berjuta rasanya bagi Rara.  Mendadak terselip rindunya kepada Kak Yoga.  Nggak ngerti juga apakah Yoga yang ditemuinya tadi adalah Yoga cowok bervespa itu, ataukah hanya kebetulan saja nama yang sama.  Duhh...betapa gilanya aku tadi di depan cowok itu, batin Rara sambil mengetok kepalanya sendiri.

"Hei...ngapain kamu ketok kepalamu?  Mending aku anterin pulang, dan mampir minum es campur dulu biar kamu jadi cewek normal," terdengar suara laki-laki berkendara vespa yang tahu-tahu sudah berada di depan Rara.

"Ka..., kakak benaran Kak Yoga?" suara Rara panik hingga Yoga terpaksa meletakan tanganya di mulut Rara.

"Ssst....bawel, buruan naik dan please jangan jatuh lagi.  Sini, pegang pinggang aku seperti ini," katanya kemudian sambil memegang tangan Rara yang merasa seperti tersetrum.  Entah apa nama perasaan ini, tetapi Rara tidak ingin ini berakhir seperti dulu.

Maka sore itu menjadi sore yang segalanya bagi Rara.  Semangkok es campur, dan pandangan mata Kak Yoga cukup menjawab kenapa jantung Rara berdetak kencang sekali.

Jakarta, 30 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun