Kompasiana - Data BPS 2015 mencatat angka pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 7,56 juta jiwa. Tahun depan, jumlahnya mungkin bertambah dan nyaris menyamai jumlah korban tentara Soviet dalam Perang Dunia ke II.
Menarik untuk mencari arti dari jumlah angka tersebut. Apakah ‘predikat’ yang disandang dari para pengangguran tersebut?
Apakah mereka merupakan daftar ranking orang-orang terbodoh di republik ini sehingga tak layak bekerja? Jejeran orang apes yang tak bernasib baik? Atau sekedar korban situasi?
Entahlah, yang jelas kabarnya status pengangguran ini banyak menutup pintu jodoh dari sang calon mertua.
Selanjutnya, tanpa harus lewat data BPS, aneka job fair di Ibu Kota ini selalu penuh dijejali alas kaki para pencari kerja.
Di sisi lain, para wakil-wakil perusahaan sibuk menampilkan citra positif perusahaannya. Mereka gencar menawarkan kesempatan karier dan impian masa depan. Biduk perusahaan bertemu dengan gelombang air bah para pencari kerja.
Interview singkat pun dilakukan. CV menumpuk, mengingatkan kita pada pabrik daur ulang di ujung Kerawang.
—
Rekrutmen
Rekrutmen bukan barang baru dalam sejarah peradaban dunia. Literatur kuno banyak menerangkan aktvitas para administratur negara dalam mencari individu berbakat. Pola rekrutmen kuno kini diadopsi oleh dunia modern.
Berbicara sejarah, mungkin berakhir dengan tiga output, yaitu “yang Dikenal, Tak terkenal, dan Terlupakan.”