Mohon tunggu...
Desti Marnida Sakerebau
Desti Marnida Sakerebau Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Saya suka membaca dan hobi saya main voli dan gitar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mencermati Bentuk-bentuk dan Lembaga Pendidikan

9 November 2022   15:00 Diperbarui: 9 November 2022   15:01 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

OLEH: DESTI MARNIDA SAKEREBAU

132021031

Adapun yang dimaksud dengan bentuk-bentuk Pendidikan ialah cara berlangsungnya Pendidikan ditinjau dari segi tempat dan perencanaan Pendidikan. Dari segi ini Philips Coombs membedakan tiga bentuk Pendidikan yaitu: Pendidikan formal, pendidkan informal dan Pendidikan non formal. Pendidkan formal ialah Pendidikan yang berlangsung berdasarkan suatu perencanaan tertentu. Pendidikan formal tersebut terutama berlangsung di sekolah dalam jangka waktu yang relatif cukup lama. 

Selanjutnya, pendidikan informal ialah pendidikan yang berlangsung tanpa perencanaan    tertentu, atau yang berlangsung secara tidak sadar. Pendidikan informal dimaksud terutama berlangsung dalam keluarga dan dalam pergaulan dengan lingkungan. 

Bentuk pendidikan yang ketiga, Pendidikan non formal ialah pendidikan dan latihan keterampilan dan dalam jangka waktu yang relatif lebih singkat. Pendidikan non formal biasanya berlangsung dalam bentuk in-sevice training (penataran, kursus, up grading, refreshing, workshop, diskusi, seminar dll ), maupun dalam bentuk kursus-kursus latihan keterampilan bagi para pemuda, wanita, petani dan sebagainya. 

Dengan melihat ketiga bentuk pendidikan ini, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu adlah suatu proses yang berlangsung seumur hidup. Dari sinilah lahir konsep " life-long education"yang dicetuskan oleh UNESCO pada tahun 1974 yang di kenal sebagai tahun Pendidikan Internasional. Pendidikkan formal dan pendidikan non formal, keduanya berencana. 

Tetapi perbedaan terletak pada jangka waktu berlangsung dan tujuan operasionil yang akan dicapai. Pendidikan formal berlangsung lebih lama dan bertujuan untuk mencapai tujuan lengkap dari pada pendidikan, sedangkan pendidikan non formal terutama bertujuan untuk memperoleh tenaga kerja yang terampil dalam waktu singkat. Khusus di negara-negara yang sedang berkembang, pada umumnya, kekurangan biaya untuk pendidikan formal, maka pendidikan non formal sangatlah penting dan perlu di galakkan.

Dengan adanya konsep "life-long education" dan pentingnya pendidikan non formil tersebut, maka mengandalkan pengalaman karena berlangsungnya waktu tanpa pendidikan dan latihan tambahan, adalah suatu kekeliruan yang tak dapat di pertanggung jawabkan. Dalam hubungan ini perlu pula dijelaskan bahwa seringkali banyak ahli yang membedakan dua jenis bentuk pendidikan yaitu pendidikana informal dan pendidikan formal. 

Oleh karena itu dikatakan bahwa tegak runtuhnya suatu masyarakat sangat bergantung pada tegak runtuhnya rumah tangga sebagai sel terkecil dari pada masyarakat. 

Dalam keluarga atau rumah tangga anak belajar mengalami nilai-nilai kehidupan yang utama yaitu : saling mengasihi, saling menghormati dan saling menghargai, tolong - menolong, kejujuran, keadilan, kesetiaan, kesabaran dll. Maka dalam keluarga dimana nilai-nilai kehidupan ini tidak ditumbuhkan, maka akan merupakan ancaman bagi masa depan seorang anak. Ingatlah bahwa dalam sebuah keluarga, kedua orang tua meupakan tokoh identifikasi bagi anak-anaknya. 

Karena itu sering dikatakan bahwa pohon dikenal dari buahnya. Kenyataan telah membuktikan bahwa rumah tangga yang kacau dan broken home, akan banyak menghasilkan anak-anak yang nakal dan ugal-ugalan. 

Demikian pula pada keluarga yang miskin, keluarga yang kaya dan pejabat-pajabat tinggi yang terlampau sibuk, seringkali menghasilkan anak-anak yang nakal dan ugal-ugalan pula. Pendidik yang utama dalam keluarga atau rumah tangga ialah orang tua yaitu bapak dan ibu. 

Oleh karenanya dua faktor pokok yang menentukan pendidikan dalam keluarga ialah : (1) hubungan antara ibu dan bapak; dan (2) perlakuan orang tua kepada anak-anak.

Hubungan antara ibu dan bapak

Hubungan antara Ibu dan Bapak yang harmonis, akan menjadi contoh yang teladan bagi anak-anak dalam hal kasih mengasihi, hormat menghormati, tolong menolong, kerja sama, saling pengertian dan toleransi. Sebaliknya Ibu dan Bapak yang selalu bertengkar akan membawa serta sikap kebencian, dengki, iri hati, lekas marah, suka tersinggung, adu domba, dan sebagainya. 

Demikian pula hubungan Ibu Bapak dan anak-anak yang kendor karena sibuk dengan tugas-tugas atau kekayaannya, seringkali mengakibatkan anak kehilangan nilai-nilai kehidupan seperti kasih sayang, saling menghormati,kerja sama.  

Akibatnya anak-anak itu mencarinya diluar rumah, pada anak-anak sebaya yang senasig dan terbentuklah apa yang disebut "peer group" atau gang-gang. Dan ada pula yang mencarinya dalam dunia narkotika, prostitusi dsbnya. Bahkan sejarah telah membuktikan di Inggris bahwa bayi dan anak-anak dibawah umur 3 tahun yang kehilangan kasih saying orang tua, 40% meninggal dunia bukan karena sakit biologis.

Perlakuan orang tua terhadap anak-anak.

Dasar pendidikan dalam keluarga ialah kasih sayang. Dasar inilah yang harus menjiwai setiap perlakuan ( sikap, tindakan, kata-kata ) daripada orangtua terhadap anak-anak mereka. Untuk itu para orang tua harus memperlakukan anak-anaknya secara adil, penuh kasih sayang, kesabaran, lemah lembut dan saling pengertian. 

Orang tua harus menghormati anak sebagai anak, dan bukan saja menuntut penghormatan dari anak. Banyak orang tua yang oleh karena pengaruh kebudayaan ketimuran, lebih suka kepatuhan mutlak dari anak-anak mereka. 

Sementara itu banyak orang tua yang oleh karena kurangnya pendidikan atau karena ketidak tahuan, mengira bahwa jika mereka telah memberikan pemeliharaan biologis (sandang pangan) yang cukup kepada anak-anak mereka maka itulah semuanya. Mereka lupa bahwa pemeliharaan biologis saja tanpa pemenuhan kebutuhan Psykologis adalah suatu kekeliruan yang sangat fatal.

Disamping hal-hal di atas, banyak sekali orang tua yang memberikan perlakuan yang salah pada anak-anak mereka berdasarkan :

Status atau urutan kelahiran anak-anak (anak sulung, anak tengah, anak bungsu, dan anak tunggal).

Jenis kelamin anak-anak. (anak laki-laki lebih di senangi Ibu sedangkan anak wanita lebih di senangi Bapak).

Perbedaan rupa lahir anak-anak. (yang cantik, yang manis, yang cacat, yang kurang manis dll).

Kecenderungan orang tua untuk menerapkan pengalaman pahit mereka terhadap anak-anak (misalnya pengalaman sengsara waktu bersekolah dulu, ingin di terapkan pada anak-anak mereka).

Khususnya pada pemberian nama marga. Karena pemberian nama pada anak-anak menurut nama leluhur tertentu yang di kasihi dan di hormati orang tua (misalnya, anak yang diberi nama menurut nama ayah dari ibu, lebih dimanja).

Kepada semua orang tua yang selalu memperlakukan anak-anak mereka karena hal-hal tersebut diatas, teori paedagogik hanya memperingatkan bahwa anak-anak itu adalah suatu anugerah Tuhan dan mereka semua (baik sulung, atau bungsu, laki-laki atau perempuan, manis atau buruk/cacat) adalah anak-anakmu sendiri. Oleh karena itu perlakukanah mereka secara adil dan penuh kasih sayang serta kelembutan

Sekolah.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah rumah  tangga. Oleh karena itu sekolah harus melengkapi dan meningkatkan serta menambah aspek-aspek pendidikan dari rumah tangga; baik pendidikan moral, pengetahuan maupun keterampilan.  Adalah suatu kesalahan besar, manakala sekolah mempertentangkan kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan di rumah dan di sekolah. Ingatlah bahwa pemegang saham dari pada sekolah adalah orang tua dan masyarakat. Itulah sebabnya Ovide Decroly selalu menyerukan agar, "lecole par lavie pour lavie" (sekolah dari masyarakat dan untuk masyarakat.

Untuk itu, seperti yang di katakana oleh Waskito Tjiptosasmito bahwa sekolah sebagai pemegang mandat masyarakat. Dalam hal ini, sekolah harus mampu merubah kualitas pribadi anak didik agar kelak dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Pendidik utama di sekolah adalah guru-guru. 

Guru-guru inilah yang menjadi tokoh identifikasi (identifying figures) utama bagi murid-murid setelah orang tua. Karena itu sering kita dengar, bahwa jika kamu ingin mengenal seorang murid, tanyakanlah siapa gurunya. Guru  sejak dahulu hingga sekarang mempunyai kedudukan sosial ( social status) yang tinggi dalam masyarakat. 

Walaupun pada umumnya tidak pernah ada guru yang kaya karena jabatannya. Gilbert memberikan julukan yang tepat bagi guru-guru sebagai "bangsawan hati dan bangsawan pikir yang miskin". Dan banyak lagi julukan-julukan lainnya yang puitis diberikan pada guru. 

Semua julukan itu, walaupun seluruhnya benar, namun seperti dikatakan oleh Winarno Soerachmad, bahwa "guru adalah fajar hari esok bagi suatu bangsa". Karena jika berbicara tentang masa depan suatu bangsa,  maka kita harus berbicara tentang guru-guru, oleh karena gurulah yang mempersiapkan anak-anak sebagai penerus sejarah bangsa. 

Khusus dalam proses pendidikan (belajar-mengajar) Sudyarto menyebutkan guru sebagai aktor dan sutradara. Semua julukan ini sekedar menunjukkan bahwa peranan guru sebagai pendidik di sekolah sangatlah penting. Oleh karena itu, teori paedagogik mempunyai banyak tuntutan terhadap pribadi pendidik (termasuk guru) seperti yang telah dikemukakn pada topik III. Akhirnya sekolah sebagai lembaga pendidikan, harus berfungsi untuk memberikan pendidikan yang meliputi aspek perkembangan kepribadian anak yaitu antara lain : pendidikan intelektual, pendidikan moral/agama, pendidikan kesenian, pendidikan keterampilan, dsbnya.

        Masyarakat, organisasi pemuda / pramuka dan tempat-tempat peribadatan.

Seperti telah dikemukakan dalam bab terdahulu, maka masyarakat sebagai bagian dari pada lingkungan merupakan salah-satu faktor pendidikan. Tetapi masyarakat itu sendiri juga merupakan suatu lembaga pendidikan bagi anak. Adalah kenyataan bahwa proses sosialisasi anak berjalan dari rumah tangga kemudian ke sekolah dan terus ke masyarakat luas. 

Dalam masyarakat anak berhadapan dengan berbagai institusi dan lembaga sosial dengan berbagai tata kehidupan serta norma-norma tersendiri. Tata kehidupan dan norma-norma itu, bukan saja berbagai ragamnya, tetapi banyak kali bertentangan. Misalnya antara lembaga-lembaga ekonomi dengan lembaga-lembaga agama, seringkali mempropagandakan nilai-nilai yang bertentangan. Untuk itu dalam bagian ini, beberapa institusi atau lembaga sosial akan di bahas pengaruhnya secara khusus kepada anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun